NovelToon NovelToon
Serafina'S Obsession

Serafina'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Romansa Perdesaan / Mafia / Romansa / Aliansi Pernikahan / Cintapertama
Popularitas:48
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku hanya ingin bersamamu malam ini."

🌊🌊🌊

Dia dibuang karena darahnya dianggap noda.

Serafina Romano, putri bangsawan yang kehilangan segalanya setelah rahasia masa lalunya terungkap.

Dikirim ke desa pesisir Mareluna, ia hanya ditemani Elio—pengawal muda yang setia menjaganya.

Hingga hadir Rafael De Luca, pelaut yang keras kepala namun menyimpan kelembutan di balik tatapannya.

Di antara laut, rahasia, dan cinta yang melukai, Serafina belajar bahwa tidak semua luka harus disembunyikan.

Serafina’s Obsession—kisah tentang cinta, rahasia, dan keberanian untuk melawan takdir.

Latar : kota fiksi bernama Mareluna. Desa para nelayan yang indah di Italia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. Pelukan di Musim Dingin

Musim dingin. 

Nelayan tetap melaut sepanjang lautan belum beku menjadi es. Masih awal sehingga salju belum lebat. Di musim panas nelayan selalu memakai pakaian tipis berbeda dengan musim dingin dimana mereka bahkan memakai mantel tebal yang hangat. Bibir mereka memerah, bahkan hidung dan pipi.

Apalagi Rafael si pirang. 

Pelelangan tidak ada di musim dingin karena keluarga Rinaldi punya aturan tiap musim. Dimana musim dingin yang jumlah ikan mereka dapat berkurang karena bekerja lebih singkat, jadi hanya menerima pesanan saja.

Dan hari ini Rafael dan Marco mengantar pesanan itu ke Roma.

Mobil box tua keluarga Rinaldi melaju pelan menyusuri jalanan. Rafael yang menyetir, tangannya yang biasanya memegang jala kini erat mencengkeram kemudi. Marco di sampingnya menggosok-gosokkan tangannya yang bersarung.

“Kita mampir ke rumahku dulu,” pinta Marco.

Rafael mengerti. “Untuk berpamitan pada Giada dan keponakan-ku,” ujarnya, suara sedikit teredam oleh syal yang melilit lehernya.

Mereka singgah di depan kediaman Rinaldi yang megah, menyesuaikan bentuk tebing. Marco bergegas masuk, diikuti Rafael. 

Di kamar yang hangat, Giada terbaring lemah di kasur besar yang dipagari. Di sampingnya, dua bayi lelaki kembarnya tidur dengan pulas. Wajah Giada pucat, tapi matanya berbinar melihat suaminya.

Marco mendekat, berbisik lembut, “Aku pergi, Amore Mio. Aku akan cepat kembali.” 

Dia mengecup kening Giada dengan penuh kasih, lalu berpindah ke dahi kedua bayi lelaki mereka.

“Mereka begitu merah,” komentar Rafael, suara rendah penuh iba. Kasihan pada bayi yang lahir di musim dingin.

Giada tersenyum lemah. “Kalian hati-hati.”

Marco mengangguk, tapi sebelum pergi, dia menatap istrinya sekali lagi. “Aku pergi?”

Giada membalas anggukan dan mereka pun pergi.

...🌊🌊🌊...

Udara Roma di musim dingin menusuk tulang, berbeda dengan dinginnya laut Mareluna yang masih bisa dilawan dengan semangat. Di musim ini, para nelayan seperti Rafael dan Marco harus berbalut mantel tebal, topi rajut menutupi telinga, dan sarung tangan. Hidung dan pipi mereka memerah, membentuk kontras yang nyaris lucu dengan kulit mereka yang biasanya kecokelatan.

Mobil box akhirnya berhenti di belakang sebuah restoran Jepang ternama di Roma. Pekerja restoran segera membongkar muatan ikan segar yang akan menjadi sashimi mahal. Pemilik restoran, Tuan Yuka, seorang pria paruh baya yang ramah, menghampiri mereka dengan dua cangkir kopi panas.

“Grazie,” ucap Rafael dan Marco serempak, menerima kehangatan itu.

Setelah pembayaran lunas, mereka hendak pergi, tapi Tuan Yuka bersikeras. “Makanlah sesuatu. Hadiah dariku.”

Awalnya menolak karena takut jalanan tertutup salju, desakan Tuan Yuka akhirnya membuat mereka masuk dan duduk di sudut yang sepi. Sepiring nasi hangat, semangkuk sup miso, dan beberapa hidangan sampingan Jepang disajikan untuk mereka.

“Kalau Mila di sini, dia pasti sangat senang,” gumam Rafael sambil menyendok nasi. Tapi kemudian wajahnya berubah muram. Musim dingin selalu memperburuk kondisi pernapasan Mila.

“Bawa dia ke rumahku. Lebih hangat,” tawar Marco.

Rafael menggeleng. “Giada akan marah. Dia bilang Mila terlalu gaduh.”

Di seberang ruangan, tersembunyi di balik partisi, sepasang mata mengawasi mereka. Serafina. Dia duduk sendirian, sepiring sashimi nyaris tak tersentuh di depannya. Elio berdiri di sampingnya, dengan sengaja menghalangi pandangannya ke arah Rafael.

“Aku ingin menyapanya,” bisik Sera, suaranya parau.

“Tidak. Terlalu berbahaya,” balas Elio tegas, matanya terus mengawasi sekeliling restoran yang ramai.

Air mata mulai menggenang di mata Serafina. Pipinya yang sudah memerah karena dingin kini semakin panas oleh emosi. Dia memaksakan sesuap sashimi, tapi rasanya seperti pasir di mulutnya.

Begitu Rafael dan Marco berdiri untuk pergi, Serafina langsung terdorong untuk berdiri. Tapi tangan Elio dengan kuat menahan bahunya, memaksanya tetap duduk.

“Elio, kumohon,” rengeknya, suara bergetar. “Jika kau tidak mengizinkanku, aku akan memberitahu Papà. Aku akan berkata bahwa aku mencintai seorang nelayan dan akan meninggalkan keluarga Romano.”

Ancaman itu, meski kosong, cukup untuk melemahkan Elio. Dia tahu betul betapa nekadnya Serafina. Dengan hati berat, dia membiarkan Serafina berjalan cepat keluar restoran. Lalu mereka menyusul dengan mobil.

Di jalanan Roma yang sibuk, mobil mewah Elio dengan lincah mengejar dan akhirnya menyalip mobil box tua itu, memaksanya berhenti di sebuah jalan sepi.

Serafina langsung melompat keluar sebelum mobil benar-benar berhenti. Tangannya tanpa sarung tangan menepuk-nepuk kaca jendela mobil box, tubuhnya menggigil dalam mantel tebalnya.

Marco mematikan mesin. “Pergilah. Bicaralah dengannya,” desisnya pada Rafael.

Dengan wajah pasrah, Rafael membuka pintu dan turun. Serafina langsung menyergap, tangannya menyusup ke dalam mantelnya dan memeluk tubuh Rafael erat-erat, wajahnya menempel di dada Rafael yang hangat.

“Kau begitu hangat,” gumannya, menggigil.

“Kenapa kau tidak pakai sarung tangan?” tanya Rafael, suaranya datar.

“Aku buru-buru,” jawab Serafina singkat.

“Pergilah, Sera.”

Serafina justru semakin erat. “Aku tidak akan melepasmu sampai kau memelukku.”

Rafael menghela nafas, matanya menatap Elio yang berdiri di dekat mobil mewah, wajahnya dingin dan selalu melirik jam tangannya. Dia tahu waktunya terbatas. Dengan enggan, tangannya yang besar melingkari punggung Serafina. Sebuah pelukan yang kaku dan penuh keharusan.

Serafina mendongak, matanya berbinar. Dengan cepat, dia meraih leher Rafael dan menariknya, mengecup bibirnya yang dingin dan memerah dalam ciuman singkat nan penuh keputusasaan.

Rafael mendorong bahunya dengan lembut. “Kita berada di Roma.”

Tapi Serafina sudah kehilangan kendali. Dia menyodorkan kedua tangannya yang pucat dan menggigil. “Tiup tanganku. Aku ingin kekasihku melakukannya di musim dingin.”

Rafael menunduk memandangnya, gadis kurus yang tampak pendek baginya setinggi 160 cm yang terlihat gembul karena jaket tebalnya, dengan wajah yang memohon dan obsesi yang membara. Dia menolak. Tapi Serafina tetap bertahan, tangannya terulur, semakin pucat.

Akhirnya, dengan gerakan yang hampir tidak sabar, Rafael mengambil tangan dingin itu. Dia menggosok-gosokkannya di antara telapak tangannya yang kasar dan hangat, lalu mendekatkannya ke mulutnya dan meniupnya perlahan, sebelum akhirnya menempelkan tangan Serafina yang masih dingin itu ke pipinya sendiri, mentransfer kehangatannya.

Senyum kemenangan merekah di wajah Serafina. Dia akhirnya menarik tangannya dan berbalik, kembali ke mobil Elio tanpa sepatah kata pun.

Tapi dia tidak tahu. Dari balik sebuah mobil yang diparkir tak jauh, seorang pria dengan kamera panjang telah merekam setiap detik adegan itu—dari pelukan, ciuman, hingga keintiman tangan yang ditiup. 

Sebuah senyum tipis melintas di wajahnya sebelum dia menghilang di balik kemudi, membawa bukti yang bisa menghancurkan segalanya. Bayangan skandal telah jatuh, dan musim dingin ini mungkin akan menjadi yang terdingin bagi mereka semua.

...🌊🌊🌊...

“Rafa, aku lapar,” keluhnya, suaranya sengaja dibuat merengek.

“Salju di mana-mana. Aku tidak bisa keluar,” bantah Rafael.

“Kalau begitu bawakan aku makanan. Aku menunggumu.”

Tidak lama kemudian…

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!