NovelToon NovelToon
Bukan Istri Bayangan

Bukan Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dokter
Popularitas:551.9k
Nilai: 5
Nama Author: Desy Puspita

Bertahun-tahun memendam cinta pada Bagaskara, Aliyah rela menolak puluhan lamaran pria yang meminangnya.

Tak disangka, tepat di hari ulang tahunnya, Aliyah mendapati lamaran dari Bagaskara lewat perantara adiknya, Rajendra.

Tanpa pikir panjang Aliyah iya-iya saja dan mengira bahwa lamaran itu memang benar datang dari Bagaskara.

Sedikitpun Aliyah tidak menduga, bahwa ternyata lamaran itu bukan kehendak Bagaskara, melainkan inisiatif adiknya semata.

Mengetahui hal itu, alih-alih sadar diri atau merasa dirinya akan menjadi bayang-bayang dari mantan calon istri Bagaskara sebelumnya, Aliyah justru bertekad untuk membuat Bagaskara benar-benar jatuh cinta padanya dengan segala cara, tidak peduli meski dipandang hina ataupun sedikit gila.

.

.

"Nggak perlu langsung cinta, Kak Bagas ... sayang aja dulu nggak apa-apa." - Aliyah Maheera.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29 - Tidak Yakin Dia Dewasa

Setelah melontarkan kekesalannya soal aktor yang begitu dipuja istrinya, Bagaskara memilih untuk mengakhiri kebersamaan mereka di ruang tengah. Tanpa banyak kata, ia bangkit dari sofa dengan wajah datar, langkahnya lebar dan mantap menuju tangga.

Aliya sempat melirik, tapi tidak menahannya. Ia terlalu larut dengan serial favoritnya, matanya berbinar setiap kali adegan dramatis muncul, telinganya penuh dengan dialog yang menghanyutkan. Seakan Bagas yang naik ke atas tidak meninggalkan celah apapun dalam dunianya saat itu.

Bagaskara sendiri sengaja melangkah ke kamar dengan perasaan bercampur aduk. Ia mengira, atau setidaknya berharap, Aliya akan menyusulnya.

Bahwa beberapa menit setelah ia rebah di ranjang, pintu akan terbuka pelan, dan Aliya masuk dengan wajah cemberut manja lalu tidur di sisinya. Itu yang ia bayangkan.

Namun menit demi menit berlalu, dan kamar tetap sepi. Lampu tidur menyala redup, jam berdetik lambat, tapi tak ada tanda-tanda Aliya masuk.

Bagas terdiam cukup lama, tubuhnya berbaring di ranjang. Ia mencoba menutup mata, menarik selimut, menutupi wajah dengan lengan agar lebih nyaman. Tapi perasaan kesal bercampur lapar yang baru saja terobati kini berubah menjadi gelisah.

Pria itu berguling ke kiri, lalu ke kanan. Menghela napas kasar. Matanya tetap enggan terpejam. Suasana kamar yang hening justru membuatnya semakin tidak tenang.

“Kenapa dia tidak naik juga … apa serial itu lebih penting dari suaminya kah?” gerutunya dalam hati, rahangnya mengeras menahan rasa sebal yang semakin memuncak.

Beberapa kali ia mencoba memaksa diri untuk tidur, tapi semakin dicoba, semakin sulit. Hingga akhirnya, dengan satu embusan napas berat, Bagaskara bangkit dari ranjang. Langkah kakinya terdengar tegas menuruni tangga, meski ia sendiri berusaha tidak menimbulkan suara terlalu keras.

Begitu tiba di ruang tengah, pandangan pertamanya langsung jatuh pada Aliya. Dan pemandangan itu membuatnya spontan terhenti di anak tangga terakhir.

Wanita itu masih duduk di sofa, posisi tubuhnya sedikit meringkuk, matanya terpaku pada layar televisi. Kedua tangannya sibuk menggenggam bantal sofa, sementara air matanya mengalir begitu saja. Wajahnya benar-benar larut dalam emosi, seakan apa yang ia tonton bukan sekadar serial, melainkan kenyataan yang sedang menimpa dirinya.

Bagaskara berdiri kaku, menatapnya beberapa detik. Lalu, rasa kesal yang sejak tadi ia pendam kembali memuncak. Alisnya bertaut tajam, napasnya teratur tapi terdengar berat, menandakan betapa ia tidak habis pikir.

“Dasar orang gila,” desisnya pelan, suara serak rendah penuh geram. “Aku benar-benar bingung kenapa kaum Hawa itu lebay-nya luar biasa.”

.

.

Dia mengusap wajahnya kasar, antara ingin mendekat untuk menegur dan ingin kembali ke kamar agar tidak perlu pusing memikirkan istrinya yang larut dalam dunia khayalannya sendiri.

Bagaskara berdiri cukup lama di dekat tangga, matanya tidak lepas dari sosok Aliya yang larut dalam dunianya sendiri. Perempuan itu menangis tersedu, air matanya mengalir tanpa peduli dengan kehadiran siapa pun di sekitarnya. Bagas hanya bisa mengembuskan napas kasar.

Namun, entah dorongan apa, bukannya berbalik kembali ke kamar, kakinya justru bergerak maju. Langkahnya berat, perlahan, tapi mantap mendekat ke sofa. Suara gesekan sandal dengan lantai terdengar jelas, membuat Aliya sempat menoleh dengan mata merah dan basah.

“Oh, Kak ....” Suaranya lirih, serak karena menangis. Hanya itu yang ia ucapkan sebelum kembali menatap layar, seakan enggan kehilangan satu detik pun dari adegan yang berlangsung.

Bagaskara berhenti sejenak, menatap istrinya dengan tatapan tajam bercampur heran. Lalu, tanpa berkata apa-apa, ia menjatuhkan tubuhnya ke sofa tepat di samping Aliya. Guncangan kecil membuat wanita itu refleks menoleh sekilas, sebelum kembali tenggelam pada layar.

Kini Bagaskara duduk dengan tubuh bersandar, tangannya terlipat di da-da. Pandangannya awalnya tidak fokus pada televisi, melainkan pada wajah istrinya yang masih sibuk menghapus air mata dengan punggung tangan. Ia bergumam dalam hati, “Sesedih itu kah sampai nangis segala.”

Namun, perlahan matanya ikut mengikuti arah pandangan Aliya. Di layar, adegan emosional sedang berlangsung, tokoh utama pria dengan wajah penuh luka menatap pilu sang wanita yang berurai air mata. Musik latar yang mendayu membuat suasana semakin dramatis.

Bagaskara berkerut kening. Bukan karena tersentuh, melainkan bingung. Tapi semakin lama ia menatap, semakin ia mengerti sedikit alasan mengapa Aliya bisa larut. Meski tetap, menurutnya ini berlebihan.

Aliya sendiri sempat melirik Bagas dari ekor matanya, lalu tersenyum samar di sela isaknya. Ada perasaan hangat menyelusup di dadanya. Bagaimana pun, meski awalnya dengan wajah sebal, suaminya kini ada di sini, duduk di sampingnya. Itu sudah cukup membuat hatinya lega.

“Aku suka banget sama adegan ini,” ucapnya pelan, nyaris berbisik, seolah berbicara pada dirinya sendiri.

Bagaskara mendengus kecil, masih menatap layar dengan pandangan datar. “Suka apanya? Yang ada malah bikin orang jadi gila.”

Balasan Bagas sontak membuat Aliya tertawa lirih di sela air matanya, suaranya serak namun tulus. “Kalau Kakak nonton lebih lama, pasti ngerti. Ini bukan sekadar drama, tapi … duh, Kak, rasanya nyesek banget lihat dia.”

Bagas melirik sekilas, mendapati mata istrinya berkaca-kaca lagi. Ia ingin menyindir, tapi lidahnya tertahan. Aliya terlihat terlalu tulus menikmati dunianya, dan entah mengapa, ia tidak tega memutus momen itu.

Akhirnya, tanpa komentar lebih lanjut, Bagaskara tetap duduk di situ. Tubuhnya bergeming, pandangannya berpindah-pindah antara layar televisi dan wajah istrinya yang sesekali menyeka air mata dengan ujung lengan baju.

Malam itu, untuk pertama kalinya, Bagaskara ikut menonton drama yang selama ini membuatnya heran. Meski tidak larut seperti Aliya, tapi diam-diam ia mulai memahami sedikit alasan mengapa istrinya bisa sebegitu terpikat.

Dan di sisi lain, Aliya Aliya justru makin heboh sendiri seiring dengan berjalannya drama itu. Ia tidak hanya larut dengan alur cerita, tapi juga sibuk mengomentari setiap adegan.

“Ya ampun, kenapa dia tega banget? Ih, aku benci karakter ini!” serunya sambil menepuk-nepuk bantal di pangkuan.

Beberapa menit kemudian, ketika tokoh pria muncul lagi dengan tatapan sendu, Aliya berseru sambil menahan tangis, “Astaga, Kakak lihat tatapannya ... aaaaaa nggak tega.”

Bagaskara menoleh sekilas, lalu kembali menatap layar. Rahangnya mengeras, tapi mulutnya sama sekali tidak mengeluarkan komentar. Ia biarkan istrinya berkicau, seolah suara riuh itu hanya jadi bagian dari musik latar.

Dan ya, Aliya terus saja bereaksi, kadang menepuk paha sendiri, kadang bersorak kecil, kadang malah mendekat ke layar seakan takut ketinggalan ekspresi sang aktor favorit. Sesekali ia mengusap air mata, lalu tertawa kecil, lalu menangis lagi, emosinya benar-benar campur aduk.

Tak sedikitpun terketuk ikut masuk dalam dunia itu, Bagas tetap diam. Dari luar ia terlihat santai, padahal dalam hati ia sudah cukup jengkel. Namun ia memilih menahan diri, tidak mau merusak “ritual” aneh yang begitu membuat istrinya bahagia.

Hingga pada akhirnya, suara Aliya mulai berkurang. Komentarnya yang tadinya bertubi-tubi mendadak berhenti. Bagaskara baru menyadari keanehan itu setelah beberapa menit, saat ia menoleh sekilas ke samping.

Dan ternyata, istrinya sudah terlelap. Aliya tertidur dengan kepala bersandar di sandaran sofa, mulutnya sedikit terbuka, dan kulit jeruk masih berserakan di pangkuan. Remote televisi nyaris terjatuh dari genggamannya, sementara layar di depan masih memutar drama tanpa jeda.

Bagaskara mendesah panjang, mengusap wajahnya kasar. “Kelakuan,” gumamnya rendah. Ia menunduk, memperhatikan tumpukan kulit jeruk dan cemilan yang berserakan di meja juga sofa.

Mau tidak mau, ia beranjak. Tangannya mulai membereskan sisa kulit jeruk, mengumpulkannya ke dalam wadah kosong, lalu menggeser piring kecil berisi camilan yang belum sempat disentuh. Setelah itu, ia meraih remote dari tangan Aliya, mematikan televisi yang sejak tadi menyalakan cahaya terang ke wajah istrinya.

Suasana ruang tengah kembali hening, hanya tersisa suara kipas angin yang berputar pelan. Bagaskara berdiri di depan sofa, menatap istrinya yang masih pulas tanpa beban. “Melihatnya begini, aku tidak yakin bahwa yang kunikahi adalah wanita dewasa.”

.

.

- To Be Continued -

1
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
aliya benar. 😁😁😁😁😁
jangan sampai ada lelaki lain yang menyayangi aliya melebihi kamu, bagas
վօօղíҽ̀z࿐༅ɯιƚԋ ʅσʋҽ࿐༅
Dasar piring, berisik aja elu 😆😆..
Kagak tauu ape, duo makhluk itu lagi kasmaran 😆..
Elu jadi saksi bisuuuu, gitu aja kagak paham, ngiri yaaa 😆...
վօօղíҽ̀z࿐༅ɯιƚԋ ʅσʋҽ࿐༅
Itu kan menurutmu Al, dahal kuping Bagas bisa menangkap suara infrasonik 🙊😅...
So selirih apapun suaramu selama tidak memakai bahasa kalbu Bagas bakalan dengar 😅..
Lain kali hati-hati ngomongnya apalagi kalau mau bully Bagas 😆✌...
🌸WD🌸
hati hati..keselek
🌸WD🌸
pisau: maaf nggak bisa bantu steaknya udah habis..mau mencari kegitan motong udah nggak ada yg dipotong..
🌸WD🌸
Aliya candaanmu selalu membuat dag dig dug derr..🤣🤣
mikashatensei
𝘏𝘢𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘪𝘭𝘪𝘴 𝘯𝘰𝘷𝘦𝘭 𝘣𝘢𝘳𝘶~~~
~Ni Inda~
Habis ni sendok lg yg ngedumel 🤣🤣
Desmeri epy Epy
lanjut Thor
~Ni Inda~
Nah loohhh..kena kamu Gas 🤣🤣
Hasanah Purwokerto
Biarin aja pir..pir...kamu ga usah ikutan kumat yaaa🤭🤭🤭
Sri Prihatinie
ya ampun alya🤭
MD...
Keselek bang???
MD...
haccciiiwwwww🤧🤧
MD...
😭😭gpp ..gak salah juga kan
MD...
kwkwkw.... salah paham nih
MD...
wkwkkkk... jgn maksain diri atuh Al
ρυтяσ✨
kejebak sama ucapan'y sendiri tuh Bagas🤣🤣🤣🤣
Sri Gunarti
hari ini up nya 1 kli thor
Layla 🌹
astaga aliyaahh ga bisa lagi berkata² dgn tingkah pola mu🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!