Malam itu, suasana rumah Kinan begitu mencekam. Ayah tirinya, Dody, menariknya keluar dari kamar. Kinan meronta memanggil ibunya, berharap wanita itu mau membelanya.
Namun, sang ibu hanya berdiri di sudut ruangan, menatap tanpa ekspresi, seolah tidak ada yang bisa ia lakukan.
"Ibu... tolong, Bu!" Suara Kinan serak memohon, air matanya berderai tanpa henti.
la menatap ibunya dengan tatapan penuh harap, namun ibunya tetap diam, memalingkan wajah.
"Berhenti meronta, Kinan!" bentak ayah tirinya sambil mencengkeram tangan nya lebih keras, menyeretnya keluar menuju mobil tua yang menunggu di halaman...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Cecil tertegun sesaat, tatapannya menyiratkan amarah yang sulit ia bendung. Namun Aryo tetap tenang, memperlihatkan ketegasan yang tak tergoyahkan. Ketegangan di antara mereka terus menguap, seakan memenuhi ruangan dengan aura dingin yang menusuk.
"Baiklah, sekarang katakan berapa yang bisa kau berikan untukku," ujar Cecil akhirnya, suaranya terdengar lebih tenang namun sarat dengan nada licik.
Aryo tertawa kecil, menatap Cecil dengan pandangan yang penuh kemenangan. "Sudah ku duga," gumamnya pelan.
"Berapa yang Anda inginkan?" tanyanya lagi, kali ini nada suaranya sedikit mengejek.
"Sepuluh miliar," jawab Cecil tanpa ragu, matanya menyala dengan harapan tinggi.
Aryo hanya mengernyitkan dahinya, lalu menatap Cecil dengan pandangan yang tajam.
"Jadi Anda ingin menjual suami Anda dengan harga sepuluh miliar?" tanyanya dengan nada sinis.
Ia mencondongkan tubuh nya sedikit ke depan, menekankan maksudnya.
"Aku akan beri Anda lima miliar. Tidak lebih, tidak kurang. Entah Anda mau atau tidak, hanya itu yang bisa aku berikan."
Cecil mendengus, wajah nya merah padam. "Oh, jadi ini suami dari Siska? Aku kira Anda sangat kaya raya, hingga kelakuan Anda begitu sombong. Nyatanya Anda bahkan tidak bisa memberiku sepuluh miliar," balas Cecil dengan nada mengejek.
Aryo tertawa pelan, lalu menggelengkan kepala. "Anda meminta sepuluh miliar? Ini bukan hanya kesalahan istriku, Siska, tapi juga suami Anda. Jadi, sebaiknya lima miliarnya lagi Anda minta pada suami Anda," ucap Aryo dengan tenang namun menusuk.
Tanpa banyak bicara lagi, Aryo mengeluarkan sebuah kartu ATM dari sakunya. "Di dalam sini ada lima miliar lebih, anggap saja sisanya sebagai amal. Aku anggap masalah ini selesai. Terserah Anda mau menerimanya atau tidak," ujarnya, lalu meletakkan kartu itu di meja, tepat di depan Cecil.
Setelah itu Aryo bangkit dari tempat duduknya, memberi Cecil satu pandangan terakhir sebelum berbalik dan pergi meninggalkan restoran. Cecil hanya bisa terdiam, matanya menatap tajam ke arah kartu itu, sementara amarah nya memuncak. Namun ia tidak berkata apa-apa, hanya termenung dalam kekesalan yang mendidih di dadanya.
...🌻🌻🌻🌻🌻...
Hari ini, Kinan memutuskan meminta izin kepada Aryo untuk pulang ke kampung halaman nya demi menjenguk ibunya yang di rawat di rumah sakit. Karena Aryo tidak datang ke vila hari ini, Kinan mengirimkan pesan melalui ponsel.
"Mas, hari ini aku ingin pulang ke kampung menemui Ibu. Kemarin Sally mengabari ku kalau lbu masuk rumah sakit."
Pesan itu di kirim Kinan dengan hati yang cemas. Tak berselang lama, ponsel Kinan berdering. Aryo menelepon.
"Halo, Mas, " sapa Kinan ketika mengangkat telepon.
“Apa kamu yakin, ingin pulang hari ini?" tanya Aryo, nadanya sedikit terkejut.
"Iya, Mas. Ibu masuk rumah sakit. Jadi aku harus pulang sebentar untuk menjenguknya dan memastikan kondisinya," jawab Kinan dengan suara lembut namun tegas.
Aryo terdiam sejenak di ujung telepon sebelum akhirnya berkata, "Baiklah, kalau begitu aku akan menghubungi Pak Danang untuk mengantarmu. Kau juga akan pergi bersama dua bodyguard yang ada di vila, demi keamanan."
Walaupun merasa sedikit keberatan dengan pengawalan tersebut, Kinan menyadari Aryo hanya ingin memastikan dirinya aman. Ia pun mengangguk kecil meskipun Aryo tak bisa melihatnya.
"Baiklah, Mas. Aku akan pergi bersama Pak Danang dan para bodyguard. Terima kasih."
"Jaga dirimu baik-baik, Kinan dan sampaikan salam ku pada Ibumu," ucap Aryo sebelum menutup telepon.
Setelah panggilan berakhir, Kinan segera bersiap-siap untuk perjalanan pulang nya ke kampung. Pikiran nya di penuhi kekhawatiran tentang kondisi ibunya, tetapi ia berusaha tetap tenang. Dengan bantuan Pak Danang dan pengawalan dari para bodyguard, Kinan berharap perjalanannya berjalan lancar dan ia bisa segera berada di sisi ibunya.
Setelah menempuh perjalanan panjang, Kinan akhirnya tiba di rumah sakit tempat ibunya di rawat. Dengan langkah cepat dan hati yang gelisah, ia menuju meja informasi untuk menanyakan lokasi kamar ibunya.
"Permisi, saya mau tanya, di mana ruangan Ibu Daryati di rawat?" tanya Kinan.
Petugas informasi memeriksa daftar pasien, lalu menjawab, "Ibu Daryati ada di Ruangan 3, Bangsal C. Silahkan ke arah kiri, lalu belok kanan."
Kinan mengucapkan terima kasih, kemudian berjalan cepat menuju ruangan yang di maksud. Saat tiba di depan pintu, ia berhenti sejenak, mengatur nafasnya yang terasa berat. Kemudian ia melangkah masuk.
Matanya langsung tertuju pada ibunya yang terbaring lemah di salah satu tempat tidur sendirian. Hati Kinan terasa sesak melihat kondisi ibunya. Ruangan itu sederhana, bahkan penuh sesak karena harus di huni oleh delapan pasien, termasuk ibunya. Kinan mendekat dengan langkah perlahan, matanya mulai berkaca-kaca.
"Ibu," panggil Kinan dengan suara lirih, air matanya mulai mengalir.
Mendengar suara putrinya, Bu Yati membuka matanya yang lemah. Begitu melihat Kinan, air mata langsung mengalir di wajah nya.
"Kinan... anakku," suara Bu Yati terdengar serak namun penuh haru.
Kinan mendekati ibunya, lalu meraih tangan Bu Yati yang dingin. Ia memeluknya dengan erat.
"Maafkan Kinan, Bu...Maaf Kinan baru datang sekarang, " ucap Kinan, isaknya pecah.
Bu Yati membalas pelukan itu dengan lemah. "Maafkan Ibu, Nak. Maaf Ibu nggak bisa menghentikan Bapakmu waktu itu... Maafkan Ibu yang nggak bisa melindungi mu," tangis Bu Yati pecah di pelukan Kinan.
Kinan mencoba menenangkan ibunya, meski dirinya juga menangis. "Sudah, Bu... Jangan minta maaf. Ini bukan salah Ibu. Sekarang Kinan di sini, Ibu cepat sembuh ya!!."
Bu Yati mengusap pipi putrinya yang basah. "Ibu kangen sama kamu, Nak... Ibu cari-cari informasi tentangmu, tapi nggak ada yang tahu di mana kamu selama ini," ucap Bu Yati dengan suara bergetar.
Kinan menunduk, mencium tangan ibunya dengan penuh rasa bersalah. "Maafkan Kinan, Bu.. Maaf Kinan terlalu lama pergi. Sekarang Kinan akan jaga Ibu. Ibu nggak perlu khawatir lagi."
Tangisan keduanya memenuhi ruangan, namun juga membawa kehangatan yang sudah lama hilang. Di tengah segala keterbatasan dan kepedihan, mereka kembali merasakan kehadiran satu sama lain, sebuah momen yang telah lama mereka rindukan.
Setelah memastikan ibunya tertidur dengan tenang, Kinan mengambil ponsel nya dan segera mengirimkan pesan kepada Aryo, memberitahukan bahwa ia sudah sampai di rumah sakit tempat ibunya di rawat.
Tak lama setelah itu, Aryo meneleponnya melalui video call.
"Halo, Mas, " sapa Kinan dengan suara lembut.
"Halo," balas Aryo.
"Kamu ngapain?"
"Aku baru saja memastikan Ibu tidur, Mas Aryo di mana sekarang?" jawab Kinan.
"Aku masih di kantor," ucap Aryo, sambil sesekali melirik layar komputer di depan nya.
"Kamu di rumah sakit sama siapa?" tanyanya kemudian.
"Aku sendiri, cuma sama Ibu berdua," jawab Kinan sambil menahan rasa lelah.
"Berdua saja?" Aryo tampak heran.
tunggu klnjutannya,klw bisa up bnyak ya thor
lanjutkan kk..bgus crtanya ini