Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Pagi harinya Alena bangun lebih dulu dari Ahen, setelah membersihkan diri, ia menuju kamar Ibunya.
"Ma, Mama belum bangun?"
'Tok tok tok'.
"Mama?"
Tidak berselang lama pintu terbuka dan Ibu Alena masih belum melepas mukenahnya.
"Mama udah bangun, baru selesai shalat."
"Ohh.. Jalan pagi yuk." ajak Alena.
"Ini sudah jam berapa? Kamu siapin dulu itu makanan untuk suami kamu."
"Udah disiapin sama Bi Mia."
"Ya paling nggak buatkan kopi buat suami kamu, jangan semuanya serba tenaga Bi Mia. Kan Ahen itu suami kamu."
Alena mengerucutkan bibirnya sambil menghela napas.
"Ya udah iya, tapi habis bikin kopi buat Mas Ahen, kita keluar ya Ma? Aku mau jalan pagi sama Mama. Biar sehat, hehe."
Ibu Alena menghela napas dan menuruti kemauan anak tunggalnya itu.
*******
"Bi Mia." panggil Alena sambil mengaduk kopi yang baru di seduh.
"Iya, Nyonya." sahut Bi Mia sambil berjalan mendekat.
"Ini Kopi buat Tuan ya, aku mau keluar dulu sama Mama, jalan pagi. Nanti kalau di tanya, jawab aja gitu."
"Siap, Nyonya."
*********
Sekitar pukul 06:30, Ahen masuk ke dapur sambil merapikan pakaiannya.
"Rumah kok sepi, Bi?" tanya Ahen.
"Oh iya Tuan, Nyonya dan Mertua Tuan sedang olahraga seperti biasanya."
"Oh... Apa sudah minum obat?" tanya Ahen.
"Sudah, Tuan."
"Ya sudah."
Ahen duduk dan bersiap untuk mengisi perutnya pagi ini.
"Tuan, ini kopinya." Bi Mia menyodorkan secangkir kopi yang hangat, tidak lagi panas karena sudah diseduh beberapa saat lalu.
"Bi, kan saya nggak biasa minum kopi pagi-pagi, kecuali saya yang minta."
"Ini dibuatkan Nyonya, Tuan."
Ahen mengernyitkan dahi dan satu alisnya terangkat menandakan di kepalanya sedang muncul tanda tanya yang sangat besar.
"Dia nggak sakit, kan?" tanya Ahen.
"Sepertinya Nyonya sih baik-baik saja, Tuan." jawab Bi Mia yang menahan senyumnya.
"Wah, beracun nggak?" Ahen curiga.
"Aman, Tuan. Tadi saya melihat pakai mata kepala saya sendiri."
Ahen menyesap sedikit kopi di bibir cangkir, Ahen mencoba meresapi rasa yang ada di mulutnya saat ini.
"Tidak ada yang aneh." gumam Ahen.
"Aman kan?" tanya Bi Mia.
Ahen hanya mengangguk pelan.
"Aman. Tapi ada yang aneh sama Alena."
"Mungkin Nyonya sudah mulai kepincut sama Tuan." Bi Mia mengatakan hal ini sambil menahan suatu perasaan di dalam hatinya, rasa bahagia dan membuatnya ingin berteriak layaknya fans saat melihat idolanya.
Ahen spontan tertawa.
"Bi Mia ada saja. Sudah-sudah, saya mau sarapan."
Bi Mia terdiam, matanya membulat, majikannya sekarang sudah bisa tertawa lepas seperti dulu.
"Bi?" panggil Ahen.
Bi Mia tersadar, ia gelagapan.
"Iya, Tuan. Ada apa?" tanya Bi Mia.
"Saya mau sarapan, Bi. Saya ada janji sama atasan di luar jam kerja, jadi harus berangkat lebih awal."
Bi Mia mengumpulkan kembali kesadarannya.
"Siap, Tuan. Sebentar, sop ayamnya saya angkat dulu."
Bi Mia bergegas ke dapur untuk mematikan kompor dan memindahkan sop itu ke dalam mangkok kaca dan di hidangkan di meja makan.
"Nanti kalau Mama sama Alena tanya, bilang saja saya pulang larut malam. Saya masih mau ke toko, ada urusan."
" Siap, Tuan."
***************
Siang ini Alena dan Ibunya sedang menonton TV , Alena sedari tadi terus mengunyah keripik.
"Buahnya itu loh makan juga, Len. Jangan keripik terus."
Ibu Alena menyodorkan buah apel yang sudah di kupas olehnya.
"Nggak mood, Ma. Nggak pengen buah. Mau yang gurih-gurih aja." tolak Alena.
"Kamu lagi hamil?" tanya Ibu Alena yang heran.
"Uhuk-uhuk!" Alena terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Ibunya.
Ibu Alena langsung menyodorkan segelas air, Alena meneguknya dengan cepat.
"Apa sih Mama ini? Perkara keripik kenapa malah jadi hamil?" Alena terlihat menahan tawa.
"Ya kan bisa jadi. Mama dulu juga pas hamil kamu, sukanya gurih-gurih, nggak suka buah."
"Ya itu kan Mama, bukan Aku."
Ibu Alena memukul pelan lengan Alena.
"Iya tau itu Mama, tapi kan bisa jadi kamu kayak Mama kalau lagi hamil."
Alena menggeleng.
"Nggak, Ma. Aku nggak hamil, lagi dateng bulan ini." jelas Alena sambil menahan tawa.
"Oh."
"Nyonya." panggil Bi Mia.
Alena dan Ibunya menoleh ke arah sumber suara.
"Iya, Bi. Kenapa?" sahut Alena.
"Emmm.." Bi Mia terlihat memainkan ujung pakaiannya.
"Kenapa, Bi?" tanya Ibu Alena.
"Ibu saya sakit lagi, Nyonya. Saya izin pulang ya."
"Sakit apa?!" Alena terkejut.
"Biasa, penyakit tua. Saya izin ya Nyonya, nanti setelah Ibu saya membaik, saya kesini lagi."
Raut wajah Alena seketika berubah menampilkan raut wajah sedih dan penuh khawatir.
"Boleh, Bi. Bi Mia temani Ibunya Bi Mia sampek sembuh. Nanti aku yang bilang sama Tuan, ya." Alena berdiri dan melangkah pergi meninggalkan mereka berdua.
"Semoga Ibumu di beri kesembuhan, ya." ucap Ibu Alena.
"Terimakasih, Nyonya. Saya ke kamar dulu untuk siap-siap." pamit Bi Mia, Ibu Alena hanya mengangguk.
Beberapa menit kemudian, Bi Mia berpamitan pada Ibu Alena, sambil menenteng tas yang tidak terlalu besar, ia keluar dari rumah Ahen.
"Bi Mia!" panggil Alena.
Bi Mia menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Alena berjalan ke arah Bi Mia.
"Ayo aku antar, Bi."
"Terimakasih, Nyonya. Anak saya yang jemput, kok."
"Oh... Ya udah."
Lalu Alena secara tiba-tiba menarik tangan Bi Mia dan meletakkan amplop coklat di tangan Bi Mia.
"Apa ini, Nyonya?" tanya Bi Mia heran.
"Sedikit uang untuk berobat, semoga membantu ya. Nanti kalau kurang atau ada hal lainnya, kabarin aku ya."
"Nyonya, tapi ini kebanyakan."
Alena menggeleng.
"Enggak banyak, Bi Mia pakai uang itu. Semoga bisa membantu ya."
Bi Mia menitikkan air mata. Siapa lah dia, baru juga mengenal majikan barunya hanya dalam waktu sebulan lebih, tapi majikan barunya tidak ragu memberikan uang sebanyak itu kepadanya.
"Nyonya, terima kasih banyak." ucap Bi Mia, Alena hanya mengangguk.
"Oh iya, nanti tuan pulang larut, Nyonya kalau ada apa-apa jangan ragu telpon saya."
"Iya, Bi."
Tidak berselang lama, seorang laki-laki muda yang umurnya berkisar 25-30 tahun datang dan berhenti di luar pagar.
"Itu anak saya, Nyonya."
Alena hanya mengangguk.
"Saya pulang dulu, Nyonya. Jaga diri baik-baik, Nyonya."
"Iya, Bi. Bi Mia hati-hati juga ya. Salam untuk Ibunya Bi Mia."
Bi Mia mengangguk lalu mulai melangkah keluar dan menutup pagar.
****************
Malam harinya....
"Mama, ini minum dulu obatnya." Alena meletakkan obat di tangannya.
"Iya, Mama bisa sendiri. Udah, kamu kesana, istirahat. Nanti kalau suami kamu udah pulang, kamu punya tenaga buat menyambutnya."
Alena mengangguk.
"Mama langsung istirahat, ya."
"Iya."
Alena keluar dari kamar Ibunya dan menutup pintunya dengan pelan.
Alena yang belum mengantuk langsung menuju ruang tengah dan menyalakan TV, ia mencari chanel yang bisa menghiburnya malam ini.
'Tok tok tok' terdengar suara ketukan pintu.
Alena melihat jam di HP-nya.
"Udah jam 9, siapa yang bertamu?"
Alena bergegas membuka pintu, ia langsung membuka pintu tanpa melihat melalui jendela lebih dulu.
'Ceklek' pintu terbuka.
Alena terdiam melihat siapa yang datang bertamu malam-malam begini.
"Maaf, Ahen lagi nggak di rumah. Besok aja kalau mau kesini." ucap Alena, ia hendak menutup pintu namun tangan tamu itu menghalanginya.
ini berarti bik mia tau semua nya apa yang dirahasiakan ahen
nah kan ketahuan foto nya ilang satu
Lagian sampe harus ketemuan diluar segala kalo memang mau membicarakan masalah keluarga kan bisa dirumah atau ajak Lili juga kan pasti ngerti daripada kayak gitu jadi salah paham