Maira salah masuk kamar hotel, setelah dia dijual paman dan bibinya pada pengusaha kaya untuk jadi istri simpanan. Akibatnya, dia malah tidur dengan seorang pria yang merupakan dosen di kampusnya. Jack, Jackson Romero yang ternyata sedang di jebak seorang wanita yang menyukainya.
Merasa ini bukan salahnya, Maira yang memang tidak mungkin kembali ke rumah paman dan bibinya, minta tanggung jawab pada Jackson.
Pernikahan itu terjadi, namun Maira harus tanda tangan kontrak dimana dia hanya bisa menjadi istri rahasia Jack selama satu tahun.
"Oke! tidak masalah? jadi bapak pura-pura saja tidak kenal aku saat kita bertemu ya! awas kalau menegurku lebih dulu!" ujar Maira menyipitkan matanya ke arah Jack.
"Siapa bapakmu? siapa juga yang tertarik untuk menegurmu? disini kamu numpang ya! panggil tuan. Di kampus, baru panggil seperti itu!" balas Jack menatap Maira tajam.
'Duh, galak bener. Tahan Maira, seenggaknya kamu gak perlu jadi istri simpanan bandot tua itu!' batin Maira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Bukannya resign, malah pinjam uang
Maira bingung, dia memang punya uang. Di rekeningnya memang masuk sejumlah uang. Yang di berikan oleh Jack padanya itu sebenarnya lebih dari cukup untuk kebutuhan Maira sendiri. Tapi, masih kurang banyak untuk menebus rumah neneknya yang akan dijual oleh pamannya.
Tadinya, Maira bahkan berniat untuk menyampaikan rencana pengunduran dirinya dari klub malam pada Jihan. Tapi, kalau seperti ini rasanya tidak mungkin dia berhenti bekerja.
Dan disaat Maira bingung harus bagaimana, Jihan tiba-tiba memberinya ide.
"Maira, pinjam pada manager klub!" kata Jihan memberikan ide.
Maira menaikkan alisnya, dia ragu kalau tempatnya bekerja kan meminjamkan uang sebanyak itu padanya.
"Kalau 5 juta itu masih mungkin, Jihan. Tapi 150 juta?" tanya Maira ragu.
Dia merasa kalau seperti itu sangat mustahil apalagi pekerjaan mereka hanya sebagai karyawan pembersih ruangan. Kalau karyawan yang punya pangkat tinggi dan sudah lama bekerja di tempat itu mungkin saja mereka akan meminjamkannya belasan juta. Tapi, tidak sampai ratusan juga juga kan? Maira sungguh tidak yakin akan hal itu.
Jihan tiba-tiba ingat apa yang dia lihat kemarin malam di klub.
"Kita coba saja dulu, Maira. Kalau tidak salah dengar, saat aku membersihkan ruangan vip kemarin itu, aku mendengar percakapan antara manager dengan seseorang di telepon. Sepertinya itu bos besar, dia mengatakan kalau club itu menghasilkan ratusan juta dalam semalam. Kenapa mereka tidak bisa membantu kita pada karyawan yang sudah bekerja selama setahun lebih kan?" tanya Jihan.
Jihan pikir, kalau tidak mencoba terlebih dulu, mereka tidak akan tahu mereka akan berhasil atau tidak.
Maira masih pesimis, seperti yang baru dikatakan Jihan. Keduanya baru bekerja hampir dua tahun. Itu masa yang masih bisa dibilang belum lama.
"Sudah jangan pikirkan, setelah pulang kuliah. Kita langsung kesana! ke kantor klub! oke?" tanya Jihan yang terus berusaha untuk memberi motivasi kepada temannya supaya mengikuti sarannya.
Maira akhirnya mengangguk setuju. Meski dia sendiri benar-benar tidak yakin.
Kelas mereka di mulai, hari ini tidak ada mata kuliah Jack. Maira bahkan sama sekali tidak memikirkan pria itu. Di kepalanya hanya dipenuhi dengan bagaimana dia akan menyusun perkataan nanti di depan manager tempat dia bekerja, supaya bisa mengeluarkan sejumlah uang yang sangat besar itu.
"Sudah selesai? ayo kita ke kantor klub!" ajak Jihan.
Maira menghela nafas panjang, dan mengangguk cepat. Namun ketika mereka berdua akan keluar dari koridor, tak sengaja keduanya berpapasan dengan Jack.
"Pak" sapa Maira canggung.
"Pak Jack" sapa Jihan semangat.
"Hem!"
Pria itu hanya berdekhem dan segera beranjak dari sana.
"Jack" panggil Tamara yang sudah melambaikan tangan ke arah Jack dari arah depan.
Dan pria itu berjalan menuju Tamara, dengan langkah yang begitu mantap.
'Saat Bu Tamara memanggilnya, dia bahkan langsung menghampirinya. Kelihatannya memang tuan sangat mencintai Bu Tamara' batin Maira.
"Galak sekali ya! dia cuma berdehem. Kalau ada kontes jadi manusia irit bicara, kayaknya pak Jackson yang bakal menang. Tapi katanya, kalau sama Bu Tamara. Pak Jack kayak orang normal loh!" Jihan bicara panjang lebar.
"Orang normal? memangnya dia tidak normal?" tanya Maira penasaran.
Maira bahkan tinggal bersama dengan pria yang sedang dibicarakan oleh Jihan itu. Tapi sepertinya Jack normal-normal saja. Apanya yang tidak normal? Maira kan jadi penasaran.
"Maksudnya tuh, kalau dia sama Bu Tamara. Dia gak segalak sama kita. Ada yang pernah lihat dia tersenyum, pria kulkas tiga pintu itu tersenyum kalau sama Bu Tamara. Kayaknya dia suka deh sama Bu Tamara! eh, tapi kenapa kita malah bahas dia. Ayo ke kantor, tadi aku sudah telepon kak Mika. Dia lagi tunggu kita!" kata Jihan.
Mika adalah wakil manager di klub malam itu. Sedangkan managernya bersama Ferdi kalau Loli, dia adalah kepala bagian penugasan karyawan.
Maira mengangguk, dan berjalan mengikuti Jihan. Tapi dia menoleh sekilas ke arah Jack.
'Dia benar-benar tidak menoleh sama sekali. Apa yang aku pikiran?' batin Maira.
Sedangkan Jack sendiri, pria itu sebenarnya tengah memikirkan, akan pergi kemana Maira buru-buru. Hanya saja, di depannya ada Tamara dan beberapa dosen lain yang baru datang. Tidak mungkin dia kembali menoleh, bukankah itu akan membuat orang bertanya-tanya. Kenapa dia memperhatikan dua mahasiswa itu.
"Kita bisa makan siang bersama?" tanya Tamara.
Jack mengangguk.
Dia, Tamara dan dua orang dosen lain pergi ke kantin kampus yang memang diperuntukkan khusus untuk para dosen dan staf, juga anggota yayasan.
Tapi sebelum duduk, Jack bilang pada yang lain dia ada perlu. Dia menghubungi Paul.
[Ya tuan]
"Maira pergi terburu-buru dari kampus. Cari tahu dia mau kemana?"
[Mungkinkah nona akan pergi ke klub untuk mengundurkan diri, tuan?]
Jack terdiam sebentar. Sepertinya memang begitu.
"Cari tahu saja!" katanya tegas.
[Baik tuan]
Jack mengakhiri panggilan telepon itu dan segera beranjak ke arah Tamara dan dosen lain yang sudah menunggunya.
Sementara itu, tak berselang lama. Tidak sampai satu jam berlalu. Maira dan Jihan juga sudah sampai di kantor klub malam. Kantor itu letaknya tak jauh dari klub, hanya saja memang tidak berada dalam satu gedung dengan klub malam tempat mereka bekerja.
"Kak Mika" sapa Jihan.
"Masuklah, pak Ferdi sudah tunggu. Kalian mau pinjam uang berapa?" tanya Mika.
Karena sebelumnya di telepon tadi, Jihan juga bilang dia akan pinjam uang. Jihan sengaja mengatakan mereka berdua yang mau pinjam, supaya dapatnya lebih banyak.
"140 juta" jawab Maira jujur.
Mika cukup terkejut.
"Yang benar..."
"Iya kak Mika, aku 70, Maira 70. Kami janji akan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk membayarnya" kata Jihan meyakinkan.
Mika memegang keningnya. Selama ini dia saja tidak pernah pinjam uang sebanyak itu kepada bos mereka.
"Ya sudah, masuklah. Semoga berhasil!" kata Mika.
Sebenarnya orang-orang di klub ini sangat baik. Tidak ada yang aneh-aneh pokoknya.
"Selamat siang pak Ferdi!" sapa Jihan dan Maira.
"Duduk!" kata Ferdi dengan nada datar.
Pria yang lebih tua dari keduanya itu tampak sangat serius. Bahkan semenjak keduanya masuk, Ferdi tak menoleh ke arah mereka berdua.
Maira terlihat gugup, tapi Jihan meraih tangan sahabatnya itu.
"Fighting" ucapnya tanpa suara, hanya gerakan bibir saja.
***
Bersambung...
lanjut up lagi thor