NovelToon NovelToon
Debaran Hati

Debaran Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:886
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mengisahkan mengenai Debby Arina Suteja yang jatuh cinta pada pria yang sudah beristri, Hendro Ryu Handoyo karena Hendro tak pernah jujur pada Debby mengenai statusnya yang sudah punya istri dan anak. Debby terpukul sekali dengan kenyataan bahwa Hendro sudah menikah dan saat itulah ia bertemu dengan Agus Setiaji seorang brondong tampan yang menawan hati. Kepada siapakah hati Debby akan berlabuh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Duka Tak Berujung

Dendam Fathia mencapai puncaknya. Setelah berkali-kali usahanya menghasut dan membuat keributan gagal membuat Naura dan keluarganya terusir secara permanen, ia kini melancarkan aksi yang jauh lebih keji dan berbahaya. Fathia tak lagi ingin bermain-main. Ia ingin melihat Naura hancur lebur, tanpa sisa.

Malam itu, saat Naura dan keluarganya sedang beristirahat di rumah kontrakan sederhana mereka, Fathia kembali datang. Ia sudah mempersiapkan semuanya. Di tangannya, ia membawa sebuah jerigen berisi bensin dan korek api. Dengan langkah mengendap-endap, Fathia mendekati rumah kontrakan itu.

Ia mengamati keadaan sekitar. Rumah-rumah tetangga sudah sepi, lampu-lampu sudah padam. Ini adalah waktu yang tepat untuk melancarkan aksinya. Tanpa ragu, Fathia mulai menyiramkan bensin ke seluruh dinding luar rumah, dari bagian depan hingga samping. Aroma bensin yang menyengat memenuhi udara malam.

Setelah memastikan seluruh bagian depan rumah terbasahi bensin, Fathia menyeringai puas. Ia mengeluarkan korek api dari sakunya, menyalakannya, lalu melemparkan api kecil itu ke dinding yang sudah basah oleh bensin.

Sontak saja, api langsung menyambar dengan cepat dan berkobar hebat!

Dalam hitungan detik, api menjulang tinggi, melahap dinding kayu rumah kontrakan. Panasnya terasa begitu menyengat, menerangi gelapnya malam. Fathia mundur beberapa langkah, menatap kobaran api yang membakar rumah itu dengan tatapan penuh kepuasan.

Di dalam rumah, Naura, Subeni, Haryati, dan Marcella terbangun karena mencium bau bensin yang menyengat dan merasakan hawa panas yang tiba-tiba. Mereka terkejut saat melihat cahaya oranye kemerahan dari luar jendela. Panik, Naura segera berlari ke jendela dan berteriak histeris saat melihat api sudah berkobar hebat di bagian depan rumah.

"Api! Api! Rumah kita terbakar!" teriak Naura, suaranya bergetar hebat.

Subeni dan Haryati juga terbangun dan panik melihat pemandangan mengerikan itu. Mereka segera meraih Marcella dan berusaha mencari jalan keluar. Asap tebal mulai memenuhi ruangan, membuat mereka kesulitan bernapas.

Fathia melihat kepanikan keluarga Naura dari kejauhan. Tawanya pecah, menggema di tengah suara gemuruh api yang melahap rumah. "Hahaha! Rasakan itu, Naura! Kalian tidak akan punya apa-apa lagi!" teriak Fathia, suaranya dipenuhi kegilaan.

Ia berbalik dan langsung kabur, melarikan diri ke dalam kegelapan malam, meninggalkan Naura dan keluarganya yang terjebak dalam kobaran api dan kepanikan yang luar biasa. Rumah kontrakan mereka kini hanya tinggal puing-puing, dilahap habis oleh dendam membara Fathia yang tak mengenal batas. Naura, dalam kepanikan, hanya bisa berusaha menyelamatkan keluarganya dari neraka yang diciptakan oleh sepupunya sendiri.

****

Bulan demi bulan berlalu, Reksa tak pernah lelah mengunjungi Hendro di rumah sakit jiwa. Setiap kunjungan adalah ujian kesabaran, namun ia tak pernah menyerah. Ia terus menggantungkan harapan pada Dokter Bima, psikiater yang menangani putranya. Perlahan namun pasti, perjuangan Reksa mulai membuahkan hasil.

Pada awalnya, Hendro masih sering mengamuk, berteriak, dan menolak berinteraksi. Namun, dengan kombinasi terapi intensif dan obat-obatan yang tepat, perubahan mulai terlihat. Dokter Bima selalu memberikan laporan perkembangan yang jujur dan detail kepada Reksa.

"Pak Reksa, Hendro menunjukkan sedikit kemajuan hari ini. Dia tidak lagi sebrutal kemarin," ujar Dokter Bima suatu pagi, beberapa minggu setelah Hendro dirawat. Reksa hanya mengangguk, mencoba untuk tidak terlalu berharap.

Minggu-minggu berikutnya, kemajuan itu semakin terasa. Hendro mulai bisa diajak bicara. Meskipun responsnya masih terbatas dan terkadang diselingi delusi, itu sudah menjadi langkah besar. Reksa merasakan secercah harapan tumbuh di hatinya.

Kini, setelah beberapa bulan berlalu, Reksa kembali duduk di hadapan Dokter Bima. Kali ini, ekspresi dokter itu sangat berbeda. Senyum tipis mengembang di bibirnya.

"Pak Reksa, saya punya kabar yang sangat baik," kata Dokter Bima, nadanya penuh optimisme. "Kondisi mental Hendro menunjukkan pemulihan yang signifikan."

Reksa merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia menatap dokter dengan mata berbinar, menanti kelanjutan ucapan itu.

"Dia sudah bisa diajak berkomunikasi dengan sangat baik. Delusi-delusinya sudah jauh berkurang, bahkan hampir tidak ada lagi. Ia sudah bisa berpikir lebih jernih dan memahami realitas di sekitarnya," jelas Dokter Bima. "Perilakunya juga sudah sangat tenang. Tidak ada lagi agresivitas atau keinginan untuk menyerang petugas."

Air mata Reksa tak tertahankan lagi. Kali ini, air mata kebahagiaan dan rasa syukur yang mendalam. Beban berat yang selama ini ia pikul, setelah kepergian Nirmala dan kondisi Hendro yang mengkhawatirkan, seolah terangkat begitu saja. Ia tidak pernah menyangka hari ini akan tiba.

"Syukurlah, Dok. Syukurlah..." ucap Reksa lirih, suaranya tercekat oleh haru. "Saya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih pada Anda dan tim. Ini... ini adalah keajaiban."

Dokter Bima tersenyum hangat. "Ini adalah hasil kerja keras kita bersama, Pak Reksa. Dan juga semangat Hendro sendiri untuk pulih. Tentu saja, proses ini masih akan berlanjut dengan terapi dan pengawasan, namun fase kritisnya sudah terlewati. Kita sudah berada di jalur pemulihan yang tepat."

Reksa hanya bisa mengangguk, mengusap air mata yang terus mengalir. Melihat Hendro yang perlahan kembali seperti dulu, membuat hatinya dipenuhi kelegaan yang tak terhingga. Ini adalah awal baru bagi putranya, kesempatan kedua untuk memperbaiki diri dan hidupnya. Reksa berjanji untuk terus mendukung Hendro di setiap langkah pemulihannya, hingga putranya benar-benar bisa kembali berfungsi sepenuhnya di masyarakat.

****

Asap tebal masih mengepul dari sisa-sisa puing rumah kontrakan yang hangus. Naura dan keluarganya hanya bisa menatap nanar. Mereka tak punya apa-apa lagi. Marcella, yang masih dalam gendongan Naura, terus terisak. Trauma akibat kebakaran itu masih membekas kuat di benak balita tersebut.

Tak lama kemudian, Pak Harjo, pemilik kontrakan yang terbakar, datang dengan wajah muram. Ia menatap puing-puing rumahnya, lalu beralih menatap Naura dan keluarganya dengan ekspresi berat.

"Naura... saya turut prihatin atas kejadian ini," ucap Pak Harjo lirih. "Tapi, ini semua kerugian besar bagi saya. Kalian harus membayar denda atas kebakaran ini."

Naura terkejut mendengar ucapan Pak Harjo. "Denda, Pak? Tapi... kami ini korban. Bukan kami yang membakar rumah ini."

"Saya tahu. Saya percaya kalian tidak sengaja," jawab Pak Harjo. "Tapi, rumah saya hancur. Kerugiannya besar sekali. Kalian harus bertanggung jawab."

Naura mencoba menjelaskan, lagi dan lagi, bahwa semua ini adalah ulah Fathia. "Pak, saya sudah bilang, ini semua perbuatan Fathia! Dia yang sengaja membakar rumah ini! Kami melihatnya!"

Pak Harjo mengangguk, sorot matanya kini beralih ke Fathia. "Saya percaya, Naura. Saya juga sudah mengamati gerak-gerik Fathia selama ini. Dia memang sering membuat masalah." Pak Harjo menghela napas. "Tapi, kalian tidak punya bukti kuat. Saya tidak bisa menuduhnya tanpa bukti. Namun, jika memang Fathia yang melakukannya, dia harus bertanggung jawab penuh atas kerugian ini."

Sementara itu, Marcella dalam gendongan Naura masih terus menangis histeris. Kepulan asap, suara sirine pemadam kebakaran, dan suasana tegang di sekitarnya telah membuatnya sangat ketakutan. Tangisnya yang tak kunjung reda menambah pilu hati Naura.

Naura sendiri merasa sangat tertekan. Ia harus membayar denda atas sesuatu yang tidak ia lakukan, dan di sisi lain, ia juga harus menghadapi ancaman penjara untuk Fathia yang entah bagaimana akan memengaruhi mereka lagi. Beban hidup mereka terasa semakin berat dan tak berujung.

1
kalea rizuky
klo ortu agus gk bs nrima ywda
kalea rizuky
lanjut
Serena Muna: terima kasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!