Bagaimana jadinya jika seorang wanita yang dulunya selalu diabaikan suaminya bereinkarnasi kembali kemasalalu untuk mengubah nasibnya agar tidak berakhir tragis. jika ingin tau kelanjutannya ikuti cerita nya,,!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon clara_yang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Ketukan kecil di pintu kamar mandi berubah menjadi tekanan yang lebih kuat.
Tok… tok… tok…
Namun tidak terburu-buru.
Tidak memaksa.
Seolah pria itu sedang menunggu Keyla membuka pintu sendiri.
Keyla menempelkan punggungnya pada dinding, tubuhnya gemetar. Ponselnya masih dalam genggaman, Reno masih terdengar samar.
“Keyla… bicara sama aku… tolong,” suara Reno nyaris panik.
Tapi Keyla tidak bisa mengeluarkan satu kata pun.
Napas di balik pintu semakin jelas. Dalam, perlahan, seperti seseorang yang sedang mencium ketakutan yang merembes dari balik kayu tipis itu.
Lalu…
Gagang pintu berputar.
Perlahan.
Tidak kuat, tapi cukup membuat jantung Keyla seakan berhenti berdetak.
“Kamu masih suka sembunyi…” suara itu berbisik, lembut. “Sama seperti dulu.”
Keyla menggigit bibir keras agar tidak menjerit. Air mata menetes tanpa ia sadari.
“Dira…” suara itu kembali memanggil. “Keluar.”
BRAK!
Bunyi keras tiba-tiba terdengar dari lantai bawah.
Langkah pria itu berhenti.
Hening.
Kemudian suara lain muncul—suara yang jauh lebih tegas.
“KELUAR DARI RUMAHKU!”
Keyla langsung mengenali suara itu.
Kenny.
Pria di luar kamar mandi berdiri diam beberapa detik, seolah mendengarkan. Kemudian… tanpa sepatah kata pun, langkah kakinya berbalik.
Tap… tap… tap…
Menjauh dari pintu kamar mandi.
Turun ke lantai bawah.
Keyla memejamkan mata, menahan napas sekuat mungkin. Di bawah sana, dua pria kini hanya dipisahkan oleh lantai dan ambisi yang saling bertabrakan.
Lantai Bawah
Kenny berdiri di dekat pintu masuk, nafasnya berat. Jaketnya masih basah oleh hujan, dan wajahnya gelap penuh kemarahan.
Ia melempar tasnya ke lantai. “Aku tahu kamu di sini!”
Suara langkah berhenti di tengah tangga.
Kenny mendongak.
Di sana, berdiri seorang pria tinggi dengan mantel hitam.
Wajahnya terlindungi bayangan.
Tapi bukan itu yang membuat darah Kenny mendidih.
Itu cara pria itu memandangnya.
Tenang.
Hampir bosan.
Seolah kehadiran Kenny bukan ancaman sama sekali.
Pria itu turun satu anak tangga.
“Suami,” katanya, datar. “Akhirnya kita bertemu.”
Kenny mengepalkan tangan. “Kalau kamu menyentuh istriku—sekali saja—aku bunuh kamu di tempat.”
Pria itu tertawa pelan. “Istrimu…? Tidak. Kamu salah paham.”
Ia menuruni tangga perlahan, suara sepatunya menggema di ruang tamu.
“Dia milikku.”
Kenny langsung menerjang.
Pria itu bergerak cepat, hampir tidak terlihat. Ia menghindar ke samping, menuruni tangga terakhir dengan satu lompatan.
Kenny berbalik dan memukul, tapi pria itu menahan pukulan itu dengan satu tangan.
Satu tangan saja.
Kenny merasakan sesuatu yang dingin merayap ke tulang belakangnya.
Pria itu terlalu kuat.
Terlalu terlatih.
Terlalu… berbahaya.
Pria itu menatap Kenny, seolah menilai seberapa besar perlawanan yang bisa diberikan.
“Kau melindungi sesuatu yang bukan milikmu,” katanya.
Kenny mendorongnya keras, berhasil membuat pria itu mundur beberapa langkah. “Dia ISTRIKU!”
Pria itu tersenyum tipis. “Dan sebelum itu, dia DIRAku.”
Kenny menerjang lagi—kali ini lebih cepat. Pukulan kanan, diarahkan ke rahang. Pria itu menahan. Pukulan kiri, diarahkan ke perut. Ditangkis.
Kemudian pria itu bergerak.
Hanya satu pukulan.
Tapi cukup membuat Kenny terhuyung ke belakang.
Walau tidak jatuh, tubuhnya terasa seolah ditabrak baja.
“Hm.” Pria itu memiringkan kepala. “Ada kemajuan. Lelaki yang dulu gagal melindungi Dira bahkan tidak sampai sejauh ini.”
“Dulu…?” Kenny mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”
Pria itu tidak menjawab.
Ia hanya memandang ke arah lantai atas.
Ke arah kamar.
Ke arah Keyla.
“Dira,” katanya dengan suara rendah. “Aku tahu kamu mendengar.”
Tubuh Kenny menegang. Ia ingin berlari mengikuti arah pandangan pria itu, tapi si pria misterius mendahului.
Ia hendak menaiki tangga lagi.
Kenny menangkap kakinya dan menariknya jatuh.
Keduanya berguling di lantai.
Pria itu bangkit duluan, menendang Kenny ke samping. “Jangan menghalangi.”
Kenny kembali berdiri, meski darah menetes dari bibirnya. “Aku tidak peduli siapa kamu,” desisnya. “Kamu tidak akan naik ke kamar itu.”
Untuk pertama kalinya, pria itu tampak sedikit tidak sabar.
“Kamu terlalu merepotkan,” gumamnya.
Ia mengayunkan tangan ke arah tengkuk Kenny.
Kenny mengangkat tangan untuk menepis.
Namun sebelum pukulan mendarat—
Terdengar suara tembakan.
BRAT!
Peluru mengenai dinding di belakang pria itu.
Pria itu berhenti.
Kenny menoleh.
Di ambang pintu belakang, berdiri Reno—wajah tegang, pistol teracung.
“Sekali lagi aku tembak kaki kamu,” ancam Reno, nafasnya memburu. “Lepaskan dia.”
Pria itu memandang Reno tanpa keterkejutan. “Oh. Kamu.”
“Jangan pura-pura tidak mengenali aku.”
Tawa kecil keluar dari bibir pria itu. “Kenapa aku harus mengenali figuran? Dira tidak pernah memilihmu.”
Kenny menatap Reno cepat. “Apa maksudnya—”
“TUTUP MULUTMU DAN AMBIL ISTRIMU!” teriak Reno.
Pria itu bergerak.
Sangat cepat.
Kenny dan Reno bahkan tidak sempat melihat dengan jelas. Hanya bayangan hitam yang menukik.
Reno menembak lagi—dua kali.
DOR!
DOR!
Tapi pria itu sudah menghindar dan menendang pistol Reno, membuat senjata itu melayang ke bawah sofa.
Ia meraih Reno dan menghantamkan bahunya ke dinding. Reno meringis, tapi tetap berdiri.
“Kenapa kamu kembali…?” gumam pria itu. “Kamu tidak dibutuhkan.”
Reno meludahkan darah. “Aku tidak peduli. Aku tidak akan biarkan kamu menyentuh dia lagi.”
Pria itu tampak tidak sabar sekarang. “Aku tidak punya waktu bermain dengan kalian berdua.”
Tiba-tiba ia melihat sesuatu dari jendela samping.
Sebuah mobil hitam memasuki pekarangan.
Mobil Kenny.
Bodyguard.
Dan beberapa orang tambahan.
Pria itu menghela napas. “Mengganggu.”
Ia mundur, melompat melalui jendela yang setengah terbuka, pecahan kaca berjatuhan.
Kenny berlari ke jendela.
Tapi pria itu sudah tidak terlihat.
Seolah menghilang ke dalam kegelapan.
Setelah Kepergiannya
Kenny menutup jendela yang pecah, napasnya berat, darah menetes dari pelipisnya.
Reno menahan lengannya yang terluka. “Dia… semakin kuat. Jauh lebih kuat dari dulu.”
Kenny berbalik dengan marah. “KAMU TAHU SIAPA DIA?!”
Reno menatap Kenny lurus-lurus.
“Ya. Karena aku tahu siapa Dira sebenarnya.”
Kenny merasakan jantungnya berhenti sepersekian detik.
“Reno… siapa istriku… sebenarnya?”
Reno menatap ke tangga.
Ke arah kamar tempat Keyla bersembunyi.
“Dia bukan Keyla,” bisiknya. “Setidaknya… bukan sejak awal.”
Kenny terdiam.
Reno melanjutkan.
“Nama aslinya adalah Dira Maheswari. Dan pria itu—yang barusan masuk rumahmu—bukan sekadar penguntit. Dia… adalah orang yang memiliki Dira sejak usia 15 tahun.”
Kenny tertegun.
“Dia apa?!”
Reno memejamkan mata.
“Dia… pemiliknya.”
Kenny merasa seluruh tubuhnya panas.
Reno menatapnya dengan mata penuh luka.
“Dan dia akan melakukan apa pun… untuk mengambilnya kembali.”