Novel romantis yang bercerita tentang seorang mahasiswi bernama Fly. Suatu hari ia diminta oleh dosennya untuk membawakan beberapa lembar kertas berisi data perkuliahan. Fly membawa lembaran itu dari lantai atas. Namun, tiba-tiba angin kencang menerpa dan membuat kerudung Fly tersingkap sehingga membuatnya reflek melepaskan kertas-kertas itu untuk menghalangi angin yang mengganggu kerudungnya. Alhasil, beberapa kertas terbang dan terjatuh ke tanah.
Fly segera turun dan dengan panik mencari lembaran kertas. Tiba-tiba seorang mahasiswa yang termasuk terkenal di kampus lantaran wibawa ditambah kakaknya yang seorang artis muncul dan menyodorkan lembaran kertas pada Fly. Namanya Gentala.
Dari sanalah kisah ini bermulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29
Kegiatan di rumah tahfiz itu adalah setiap tiga kali seminggu. Selebihnya, Fly menjalani sift kerja sebagai seorang karyawan di salah satu perusahaan di kotanya. Sudah lima kali pertemuan sejak pertama kali mengajar. Setiap hari Gen selalu mengantar sepupunya. Walaupun setelah itu ia akan pulang karena ada kesibukan lain. Hanya pada hari pertama mereka sempat berbincang-bincang. Selebihnya, Gen hanya menampakkan diri sebagai ojek gratis bagi sepupunya. Sebab sebagian besar wali murid lainnya juga melakukan hal yang sama, yakni hanya sekadar mengantar anak-anak mereka.
Biasanya, seorang pria yang mengendarai mobil kala itu yang biasanya menjemput sepupu Gen ketika pulang. Kali ini, sepertinya gen sendiri yang akan menjemput.
“Loh?” Akan tetapi, ternyata Fly salah.
“Assalamu’alaikum. Lama tidak berjumpa.”
“Wa’alaikumussalam. Kukira kamu sudah pindah ke Mars.”
Aza tertawa. Lagi-lagi ada orang yang terkecoh dengan penampakan Aza ataupun Gen dari jarak jauh.
Thalhah, sepupu Gen yang saat ini dirangkul Fly akhirnya kembali ke halaman belakang. Tempat teman-temannya yang belum dijemput bermain.
“Sudah capek-capek aku memanggil bocah itu, ternyata bukan kakak sepupunya,” keluh Fly.
“Kamu kira aku Gen?”
“Kamu yang nyaranin Thalhah masuk sini?”
“Benar.”
“Untuk apa?”
“Tentu saja untuk belajar.”
“Tapi kamu tahu kalau Gen adalah seseorang yang akan senantiasa mengantarnya, ‘kan?”
“Mungkin.”
Fly menampakkan ekspresi penuh interogasi.
“Ayolah, aku nggak berniat apapun.
Hanya ,menyarankan tempat menghafal untuk adik sepupunya. Lagipula, dia sudah tahu kalau kamu yang ada di sini. Tapi dia masih tetap mengantar Thalhah. Artinya, dia nggak masalah denganmu. Juga tidak berniat mempermainkanmu.”
Obrolan itu terjeda sejenak, karena Alsa tiba-tiba keluar dengan ekspresi ceria sambil menyapa Aza. Suara itu terdengar sampai dalam, tempat ibu Fly berada. Bersamaan dengan keluarnya ibu Fly, Gen muncul di luar gerbang. Alhasil jadilah, pertama kalinya Fly melihat Azad an Gen bertemu. Biasanya, mereka hanya seperti tamu bergilir. Jika ada Gen, maka tidak ada Aza. Begitupun sebaliknya.
Sekilas, Gen tampak heran dengan kehadiran Aza. Namun, mereka langsung saling menyalami satu sama lain. walaupun sekarang mereka tinggal di tempat yang berdekatan, akan tetapi mereka tidak pernah bertemu secara langsung di kota itu. inilah kali pertama mereka bertemu, di rumah Fly. Ketika menginformasikan rumah tahfiz ini pun, Aza memberi tahu Gen melalui pesan online.
Lihatlah, sekarang Fly benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Ternyata ia tak mampu menampakkan dua cara menyapa dalam satu waktu. Sebab, Fly seperti orang yang berbeda saat berhadapan dengan Gen, juga berbeda ketika dengan Aza.
“Wah, bisa-bisanya kalian berdua ada di situ. Ayo, masuk,” ujar ibu Fly.
“Terima kasih, tante. Tapi, maaf. saya ke sini cuma mau jemput Thalhah,” jawab Gen.
“Saya juga, tante. Ke sini numpang lewat aja. Di rumah ada urusan mendesak,” sambut Aza.
Pada akhirnya, mereka hanya berada di sana sebentar saja. setelahnya, keduanya melesat ke arah yang berlawanan. Sebelum itu, Fly melihat Aza dan Gen seperti berbisik satu sama lain.
Padahal, Fly masih punya banyak pertanyaan kepada Aza. Tentang mengapa ia menghilang. Mengapa kontaknya tidak dapat dihubungi. Juga tentang mengapa ia seperti menghindar dari Fly.
Alsa telah kembali ke halaman belakang. Menyisakan Fly dengan ibunya.
“Jadi, kamu pilih yang mana?”
Seketika wajah Fly merah karena malu, “Apaan sih, Bu.”
“Bercanda. Tapi entah kenapa, sebagai seorang Ibu. Ibu melihat keduanya sama-sama orang baik dan penyayang. Penyabar juga. Apalagi sekilas, mereka itu mirip. Kalaupun kamu mau salah satunya, ibu tidak keberatan. Ayahmu juga sepertinya demikian. Juga adik-adikmu. Mereka akrab sama dua-duanya. Termasuk Gentala yang belum lama ini ia temui.”
Fly mengembuskan napas berat. Kali ini wajah ibunya tidak tampak seperti bergurau atau mengejek.
“Kalaupun Fa mau juga, emangnya mereka mau?” tanya Fly, pasrah.
“Ya, kita lihat gimana nanti.”
“Fa mau ngasih tahu sesuatu.”
“Apa?”
Akhirnya, Fly memberi tahu ibunya, bahwa seseorang yang dulu pernah membuatnya patah hati kala itu adalah Gen. Termasuk memberi tahu bagaiamana Aza yang belakangan ini seperti menghindar darinya. Hingga pada hari ini ia tiba-tiba muncul tanpa menjawab tanya itu. Pada dasarnya, Fly merasa tidak layak untuk orang yang hebat seperti mereka karena perlakuan yang ia hadapi. Keduanya sama-sama seperti sedang menambatkan cinta tanpa kebenaran pasti. Hanya angin lalu yang terhirup relung hati.
___ ___ ___
Guru besar pendiri kegiatan dauroh tahfiz tempat Fly kala itu mengadakan kegiatan reuni untuk seluruh alumni. Sontak Fly langsung berjingkrak membacanya. Walaupun letaknya jauh, Fly benar-benar ingin sekali mengikutinya. Sebab ia sangat merindukan orang-orang yang membuatnya merasa begitu dekat dengan Tuhannya.
Ketika bertemu Rafiqa, mereka langsung saling memeluk dengan riang. Lama sekali durasi pelukan mereka, hingga tanpa sadar orang-orang sudah duduk rapi di aula. Tidak terlalu banyak yang datang. Mungkin kurang dari dua ratus orang. Sebab mereka banyak yang berasal dari tempat yang jauh.
Setelah semua rangkaian acara terlaksana, Rafiqa mengajak Fly ke rumahnya. Rumah itu benar-benar bersih dan rapi. Ada hiasan kaligrafi arab di mana-mana. Apalagi rumahnya besar dan luas. Fly membayangkan, seberapa lama mereka membersihkan rumah hingga sampai mengkilap seperti itu. Satu hal yang Fly tahu, ternyata Rafiqa adalah orang kaya. Padahal, ia selalu tampak sederhana. Tidak memakai perhiasan, kecuali anting emas kecil. Juga tidak membawa barang-barang branded.
Apalagi hidangan di rumah itu yang seperti berada pada level berbeda. Padahal, Fly sudah cukup kenyang dengan makanan di aula tadi. Namun, ia tidak tega jika tidak mencicipi hidangan menggiurkan yang ada di rumah Rafiqa.
“kamu yakin, nggak mau menginap saja?” ummi Rafiqa bertanya.
“Iya, Fly. Ayo menginap. Ini ‘kan udah mau malam,” timpal Rafiqa.
“Terima kasih, tante, Rafiqa. Tapi aku udah ada janji sama temen. Kasihan dia udah datang jauh-jauh. Jadi, kami akan bertemu di pertengahan sana.” Fly menjelaskan.
Keluarga Rafiqa benar-benar keluarga yang sangat tahu cara memuliakan tamu. Jika tidak janji dengan Yui, maka sudah dipastikan ia akan menginap dengan senang hati. Ia sempat merebahkan rasa di kasur empuk Rafiqa.
Benar-benar sensasi kenyamanan di kelas yang berbeda. Bahkan beberapa hotel yang pernah ia kunjungi pun tidak ada yang senyaman itu. entah bagaimana jika di hotel bintang 5. Sebab Fly belum pernah mencobanya.
Menjelang malam, Fly malah terjebak hujan di atas ojek online. Mereka menepi atas permintaan Fly yang tidak ingin basah.
Pengendara yang merupakan seorang ibu-ibu paruh baya itu melepas helmnya. Mereka berhenti di depan sebuah kios yang tutup.
“Mbak masih mau nunggu hujan reda?” tanya pengendara ojek itu.
“Iya, Bu. Soalnya aku udah nggak ada baju ganti lagi.”
“Aduh, gimana ya. sebenarnya saya mau buru-buru pulang, mbak. Waktunya anak saya diambil dari tetangga. Dia pasti sudah nangis-nangis sekarang. Mau pakai jas hujan saja?”
Fly berpikir sejenak. Wajah wanita itu tampak risau. Di luar sebagai ojek online, ia tetaplah seorang ibu rumah tangga yang tidak bisa berlama-lama di luar rumah. Fly merasa iba dengannya.
“Ibu pulang aja, nggak apa-apa. Aku bisa pakai yang lain. ini akan aku cancel, kok,” ujar Fly sambil menyerahkan beberapa lembar uang hasil gajiannya.”
“Banyak banget, Mbak. Saya nggak bisa terima sebanyak ini, setelah saya tidak bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik.”
“Siapa bilang ibu tidak menyelesaikannya dengan baik. Seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya dan sangat mementingkan kondisi anaknya. Memangnya ada yang lebih baik dari itu?” urai Fly sambil tersenyum tulus.
Wanita itu terdiam. Sembari menatap lekat pada Fly. Ia membiarkan suara guyuran hujan deras menghantarkan haru.
Akhirnya, setelah berbagai cara. Wanita itu menerima uang pemberian Fly dan berlalu setelah mengucapkan teramat banyak kalimat terima kasih.
“SIALAN KAMU!”
Tak lama setelah itu, tiba-tiba terdengar suara jeritan seseorang di tengah-tengah hujan. Fly yang tengah mengingat senyuman ibu-ibu tadi menjadi sirna sudah. Tergantikan rasa penasaran.