dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
029. Jebakan Jodoh
Semalam setelah membawa Sisilia ke rumah sakit, Randu langsung bergegas ke Polsek terdekat untuk memberi laporan terkait penangkapan Bimo. Hingga pagi ini wajah Randu sendiri belum terlihat sama sekali di rumah sakit. Sementara Sisilia, wanita itu juga belum siuman sejak semalam. Dokter mengatakan bahwa lukanya tidak ada yang parah, hanya saja mungkin Sisilia masih mengalami syok akibat penganiayaan yang dilakukan oleh Bimo.
Sebenarnya ini bukan kali pertama Bimo berlaku kasar padanya, namun kali ini adalah yang paling parah. Biasanya Sisilia hanya mendapat luka lebam saja.
"Masih belum bangun?" Githa menggeliat dalam dekapan Jerry.
"Ngigo lu?" Diandra berkata sembari menata makanan diatas meja, dirinya sempat melirik Githa yang matanya masih terpejam.
"Enggak."
Githa perlahan membuka matanya, wangi makanan yang sedang ditata oleh Diandra membuatnya terbangun. Perutnya terasa lapar, energinya banyak terkuras semalam, menghentikan Diandra yang mengamuk bukan main capeknya. Diandra sendiri masih duduk di lantai, tangannya sibuk mengeluarkan makanan satu persatu dari dalam kantong plastik, Fandi membeli banyak makanan untuk mereka bertiga yang berada disini semalaman. Terlebih Randu yang juga sepertinya tidak tidur hingga pagi ini karena bolak balik mengurus berkas, sedangkan Fandi dirinya sampai ke apartemen Randu pukul 3 dini hari setelah menemani lelaki itu kesana kemari. Fandi tak sanggup lagi pulang ke asrama, tidak juga kerumah sakit karena pasti akan diusir oleh satpam.
"Bubur?" Diandra mendongak pada Fandi, tangannya mengangkat mangkok bening yang tertutup.
"Iya, jaga-jaga siapa tau Sisil nolak makan makanan rumah sakit." Ujar Fandi pada Diandra, tangannya perlahan terangkat untuk mengelus kepala Diandra yang mengangguk-angguk.
"Masih belum bangun juga?" Githa kembali bertanya lalu melepaskan tangan Jerry yang melingkari perutnya.
Githa berjalan mendekati ranjang Sisilia, memeriksa kening wanita itu. Terasa sedikit panas, Sisilia demam. Lalu Githa memeriksa cairan infus Sisilia, kepalanya mengangguk seakan mengerti padahal wanita itu sama sekali tidak mengerti medis. Hanya melihat cairan yang tinggal sedikit membuatnya sedikit lega, setidaknya tubuh Sisilia tidak menolak cairan infus pikirannya.
"Udah kabarin orang tuanya?" Jerry bertanya pada Diandra yang masih setia duduk dilantai.
"Ibu? Udah." Diandra menghela napas panjang, lalu meletakkan tangannya diatas meja untuk menyangga dagu. Tatapannya lurus menatap Sisilia yang masih terbaring dengan sendu, "Ibu panik, Ibu nangis. Untung ada Adam disana."
"Wajar Ibu panik, Ibu cuma punya Sisil sekarang." Githa menangapi ucapan Diandra, tatapannya juga sangat sendu melihat sahabatnya yang masih belum mau membuka mata.
"Udah udah, makan dulu. Kita perlu tenaga buat urus kasus ini." Fandi menepuk tangannya sekali lalu turun duduk kelantai seperti Diandra.
Fandi ada benarnya, saat ini cukup dulu bersedihnya. Mereka harus mengisi tenaga untuk membawa kasus ini keranah hukum agar si brengsek Bimo segera masuk kedalam sel. Ini semua juga untuk melindungi sahabat mereka, jika Bimo masih berkeliaran dengan bebas, Sisilia tidak akan bisa lepas selamanya. Bahkan mungkin wanita itu akan memilih jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya sendiri. Jangan sampai hal itu terjadi.
Pintu terbuka saat mereka berempat sedang makan, Randu perlahan masuk dan langsung mendekati ranjang Sisilia. Raut wajah lelah, rambut acak-acakan, serta baju kaos yang lelaki itu pakai semalam membuat penampilannya jauh dari tampilan rapi yang selama ini. Biasanya Randu selalu terlihat modis dengan gaya berpakaiannya. Randu mengelus lembut kepala Sisilia, Randu lalu menghela napas panjang dan berat. Berkat perjuangannya kesana kemari Laporannya sudah di proses, itu juga dengan sedikit paksaan dan juga sedikit uang. Untuk Sisilia semua akan Randu lakukan bahkan jika harus menjual jiwanya, Randu akan tetap lakukan. Lelaki itu benar-benar bertobat kali ini.
"Makan dulu, jangan sampe sakit. Gue gebukin kali ku juga sakit. Bikin repot nanti." Jerry berkata dengan tegas, bukan bermaksud lain dirinya mengancam sang sahabat seperti itu. Randu tidak akan makan jika salah satu dari mereka tidak berbicara blak-blakan seperti ini.
Mau tak mau Randu berjalan mendekati meja sofa yang sudah tersedia makanan, perutnya sama sekali tidak terasa lapar namun perkataan Jerry membuat sedikit pikirannya terbuka. Jika dirinya sakit maka tidak ada yang bisa melindungi Sisilia, tidak ada yang bisa berjuang untuk kebebasan Sisilia dan keluarganya. Randu memasukan nasi goreng ke mulutnya dengan ogah-ogahan. Matanya masih tertuju pada ranjang Sisilia.
"Abis makan mandi, nanti Ibu kesini. Ibu nggak suka cowok urakan, katanya bisa jadi cowok nggak bener." Githa yang kali ini memberi titah, dirinya memberi bocoran sedikit terkait tipe pria yabg Ibunda Sisilia sukai.
Randu menganggukkan kepala, lagi dan lagi dirinya harus menuruti perkataan orang lain padahal semala ini Randu paling anti dinasehatinya. Masuk telinga kanan, keluar jalan-jalan, itulah moto hidup Randu. Fandi yang melihat respon Randu sedari tadi hanya bisa melongo saja, magis Sisilia benar-benar dahsyat. Seorang Randu bisa dibuatnya bertekuk lutut.
Bak titah ibu yang tidak bisa diganggu gugat, Randu mandi setelah makan. Peralatan mandi serta bajunya sudah Fandi bawakan, karena Fandi yakin Randu tidak akan meninggalkan Rumah sakit jika Sisilia tidak menyuruhnya. Lelaki itu pasti tidak akan pulang kerumah, dan semua itu terbukti benar. Ibunda Sisilia datang saat Randu memasuki kamar mandi, tangisnya luruh ketika melihat wajah anak kesayangannya penuh dengan luka, bahkan pipinya terlihat bengkak.
"Ini ibu nak, kenapa bisa begini?" Ibu Vio, Ibunda Sisilia membelai pelan sisi wajah anaknya, "Gimana ibu ngomong ke bapakmu nanti, bapak pasti marah liat anak kesayangan babak belur begini."
Tangisan Bu Vio masih belum mereda hingga Randu keluar dari dalam kamar mandi, kaos polo berwarna navy dengan celana jeans berwarna biru melengkapi penampilannya. Rambutnya masih basah, handuk kecil melingkari lehernya, Randu kembali menjadi Randu, tak seperti tadi yang terlihat kehilangan arah. Matanya menangkap seorang wanita paruh baya yang tengah menggenggam tangan Sisilia yang tidak di infus, airmata tak berhenti mengalir di pipinya, lewat tatapan Randu bertanya pada Fandi yang saat ini tengah menatapnya. Fandi pun dengan tatapan mata memberi isyarat bahwa wanita paruh baya itu adalah ibu dari Sisilia.
"Ayo bangun nak, ini Ibu udah disini."
Tadi Bu Vio sempat bertanya pada Diandra serta Githa apa yang sebenarnya terjadi pada sang anak. Kedua wanita itupun menceritakan kejadian sebenarnya kepada Bu Vio