NovelToon NovelToon
Two Bad

Two Bad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Murid Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bad Boy
Popularitas:594
Nilai: 5
Nama Author: Aalgy Sabila

"Yang kalian lakukan salah."

Baik Meyra maupun Fero tidak mempedulikan apa yang mereka lakukan itu salah atau benar. Yang mereka tau ialah mereka senang dan puas karena melakukan hal yang mereka inginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aalgy Sabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Call with Him

Boleh gak gue rindu sama lo?

◻️◻️◻️

"Akhirnya, selamat juga. Terima kasih Varidza Irani." Mayra menengadah memandang langit pagi yang masih indah dengan mentari yang bersinar cerah—seolah di sana ia bisa menemukan wajah Varidza.

"Tumben lo gak kena razia," ucap Annisa datar.

Mayra berkacak pinggang. "Emang gue pernah kena razia?"

Annisa mengedikkan bahu.

"Gue punya mata-mata di Osis, jadi gue gak pernah tuh kena razia."

"Seragam yang lo pake?" tanya Annisa sambil menaikan satu alisnya.

Mayra menghela napas, "Punya Idza."

"Gak ada akhlak lo nyuri seragam Idza."

"Terserah gue lah, yang penting gue selamat dari razia Bu Lia."

Annisa tak membalas lagi.

Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka menuju kelas masing-masing diiringi Mayra yang mengoceh tentang Bu Lia yang kesal karena tak bisa merazia dirinya, alias mempermalukan dirinya di depan murid-murid lain. Karena memang seperti itu, sesudah upacara hari Senin kadang ada razia dadakan yang diadakan para guru bahkan mungkin para anggota osis juga bisa terkena razia. Para guru akan menanyai satu persatu anak-anak yang terkena razia—yang sudah diperintahkan untuk berdiri di hadapan seluruh penghuni sekolah.

Mayra bergidik ngeri membayangkan jika dirinya mengalami hal itu. Walaupun sebenarnya ia juga tak yakin ia punya malu, tapi tetap saja bila diperlakukan seperti itu jiwa fly to earth-nya akan berubah menjadi down to earth.

"Gue duluan," pamit Annisa sambil berlalu menuju kelasnya yang sudah ada di depan mata tanpa menunggu balasan dari Mayra.

"Sana-sana! Gue gak butuh temen yang bisanya cuman diem doang," ucap Mayra sambil mengibaskan tangannya.

Mayra berjalan dengan senyum merekah di wajanya. For your information, Mayra di sekolah ini memang tak punya teman selain Annisa dan Varidza. Walaupun Varidza hari ini sudah pindah sekolah, tapi dulunya saat sekolah di sini ia merupakan temannya—tak banyak orang yang tahu soal itu.

Sejak kejadian di masa lalu Mayra jadi tak mau lagi membuka diri pada orang lain. Mungkin di depan saja ia terlihat easy going, namun itu hanya cover. Saat kamu mencoba menggali lebih dalam, ada tameng yang cukup kuat untuk menghalanginya. Seandainya saja Mayra bisa membuka diri kepada orang baru, maka orang baru itu beruntung. Mayra membuka diri pada orang yang menurut intuisinya—orang itu orang yang tepat. Sejauh ini intuisinya selalu benar.

Banyak ciwi-ciwi di kelasnya yang tak suka padanya. Karena saat mereka mencoba mendekati Mayra, Mayra seolah memasang spanduk agar tak mendekat padanya. Ia selalu duduk sendiri sejak ia masuk Sma. Lebih baik seperti itu daripada punya teman sebangku, tapi hanya ingin memanfaatkannya saja. Sehingga yang lumayan akrab dengannya di kelas hanyalah para kaum adam.

"Gak kena razia lo May?" tanya Zidan.

Tuh kan.

"Nggak lah. Gue kan pinter, punya firasat."

"Anjing, omdo lo!"

Mayra cengengesan tak jelas dan duduk di bangkunya sambil menoleh ke belakang. "Gue tadi pagi dikasih tau sama Rezvan."

"Kok bisa sih?" tanya si gendut Babon.

Mayra melambaikan tangan menyuruh semuanya mendekat, agar tak ada orang yang mendengar selain mereka.

"Rezvan kan emang biasa dateng pagi, terus tadi gak sengaja denger waktu pas lewat ruang guru kalau mereka bakalan ngadain razia setelah upacara."

Babon mengelus dada. "Untung tadi lo ngasih tau gue waktu upacara. Kalau enggak gue bakalan kena."

"Untung gue lagi sholeh, gak pake yang aneh-aneh," kata Zidan.

Mayra kembali berbalik menghadap ke depan dan mendapati para ciwi-ciwi yang tadi terkena razia mendelik padanya. Mungkin tadi mereka mendengar obrolannya bersama Babon dan Zidan. Mungkin juga mereka merasa kesal karena tak diberitahu soal razia dadakan ini oleh Mayra.

Mayra mengedikkan bahu tak peduli. Lagipula siapa mereka berhak marah padanya?

Babon dan Zidan juga tak begitu dekat dengannya. Mayra hanya berinteraksi ala kadarnya dengan mereka.

Guru sudah masuk, Mayra mengambil alat tulis di dalam tas dan merapihkan duduknya. Kali ini ia tak berniat untuk bolos, karena jujur saja pelajaran kali ini ia sulit mengerti. Sehingga setiap hari Senin ia tak pernah bolos, karena pelajaran ini cukup sulit untuk dimengerti sendirian.

"Kamu itu sebenarnya aktif di pelajaran Bapa, tapi kenapa guru-guru lain selalu mengeluh kalau kamu suka bolos dan segala macamnya," ujar Pa Heri.

Mayra memegang erat-erat buku di kedua tangannya. Kebetulan ia disuruh Pa Heri untuk membantunya membawakan buku ke ruang guru. "Memang benar Pa, kalau pelajaran Bapa Mayra selalu hadir. Kalau pelajaran lain jarang-jarang. Mayra ngerasa bosen aja kalau selalu di kelas, walaupun Mayra di sekolah suka bolos bukan berarti Mayra gak belajar di rumah. Jujur aja Pa, Mayra lebih suka belajar sendiri atau berdua, kalau rame-rame di kelas kadang konsentrasi Mayra pecah."

Pa Heri mengangguk. "Jadi seperti itu, pantas saja nilai kamu selalu bagus."

"Mungkin orang lain berpikir hidup Mayra cuman buat main-main. Tapi kalau di luar sekolah Mayra jarang main. Prioritas Mayra adalah mengerti dahulu materi yang akan dipelajari besok, baru Mayra bisa main. Kalau semua prioritas sudah selesai, baru Mayra kerjakan yang minoritas. Lebih kayak, bagaimana kamu mengatur waktu dengan baik sih Pa," ucap Mayra.

"Bapa dengar kamu sering ke diskotik?"

Mayra tertawa, "Jarang sih Pa, balik lagi ke prinsip saya 'kalau semua prioritas sudah selesai, baru Mayra kerjakan yang minoritas', saya juga di sana malah kayak orang alim Pa. Gak pernah minum-minum sampai mabuk gitu. Ya cuman liatin orang-orang aja."

Bullshit sekali ucapanmu Mayra. Bukankah kamu pernah mabuk sampai nekat mencium Fero?

"Pesan Bapa cuma satu, jaga diri kamu baik-baik."

Mayra mengangguk. "Siap Pa."

Nasehat Pa Heri sudah terlambat. Mulai dari sini Mayra tak akan bisa menjaga dirinya dengan baik, dan ia tak sadar dengan itu—karena sekarang hidupnya akan memasuki masa-masa sulit yang tak yakin bisa dihadapinya.

◻️◻️◻️

"Sayang ...."

"Hah?"

"Eh, salah nyebut."

"Gak papa. Cocok juga."

"Bisa aja lo, btw entah kenapa gue pengen nelpon lo. Gue gak ganggu kan?"

"Gak. Kebetulan gue lagi istirahat."

"Sama dong, kalau enggak gue juga gak bakalan bisa nelpon lo."

"Lo gak bolos?"

Mayra berdecak tak suka, "Kebetulan setiap hari Senin gue gak boleh bolos."

"Bukannya setiap hari gak boleh?"

"Lo sendiri?" tanya Mayra sambil tertawa pelan.

"Terserah gue."

"Gue juga terserah gue berarti."

"Ok."

"Babang Fero marah nih," ucap Mayra sambil tersenyum kecil—yang diyakininya Fero tak bisa melihat senyumnya.

Ya, Mayra sedang bertelponan dengan Fero. Dengan siapa lagi? Kan ini cerita mereka, pasti akan menceritakan mereka.

Ini jam istirahat kedua dan Mayra hanya berdiam diri di kelas, karena saat jam istirahat pertama tadi ia sudah membeli beberapa cemilan untuk jam istirahat kedua.

Kriuk kriuk

"Suara apa itu?" tanya Fero dari sebrang sana.

Mayra menyilangkan kakinya di atas meja. "Gue lagi nyemil sukro."

"Sendirian?"

Mayra mengangguk.

"Mayra?"

"Eh, iya gue sendirian. Lupa gue kalau lagi telponan—malah ngangguk padahal lo gak bisa liat."

Mayra bisa membayangkan Fero di sana sedang tersenyum ganteng, karena kekonyolannya.

"Gue yakin lo di sana lagi senyum, terus senyumnya ganteng. Gue jadi pengen liat," kata Mayra sambil menopangkan dagu. Bayangan Fero tersenyum manis memenuhi pikirannya.

Hening menyerbu sambungan telpon mereka.

Mayra meraih roti sobek rasa pisang miliknya dan merobek bungkus plastiknya hingga menimbulkan suara yang lumayan keras. Ponsel miliknya ia taruh di meja, ia memakai airpods sehingga tak akan ada yang mendengar obrolannya bersama Fero.

Sambil mengunyah rotinya Mayra bertanya. "Kalau gue rindu sama lo, boleh gak?"

Lama tak terdengar jawaban dari ujung sana.

"Kenapa enggak? Rindu itu hak semua orang."

Mayra tersenyum pelan. "Kalau lo sendiri?"

"Kalau boleh jujur gue juga."

Tanpa sadar senyum Mayra semakin lebar.

"Apanya yang lo juga?" tanya Mayra pura-pura tak tahu.

Padahal Mayra selalu tahu dan mengerti apa maksud Fero tanpa perlu dijelaskan dengan jelas.

"Gue rindu lo, Mayra."

◻️◻️◻️

1
Curtis
Terharu...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!