Jiwanya tidak terima di saat semua orang yang dia sayangi dan dia percaya secara bersama-sama mengkhianatinya. Di malam pertama salju turun, Helena harus mati di tangan anak asuhnya sendiri.
Julian, pemuda tampan yang berpendidikan dibesarkan Helena dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tega menghunuskan belati ke jantungnya.
Namun, Tuhan mendengar jeritan hatinya, ia diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana kisah perjalanan Helena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan
"Nyonya! Nyonya! Tolong, aku tidak mau membeku di luar sana. Aku berjanji hanya sampai cuaca membaik, aku akan segera pergi dari sini. Tolong, Nyonya!" Lusiana datang berlari dan langsung memohon kepada Helena agar diizinkan tetap tinggal. Dia menangis berakting menyedihkan.
Ferdinan yang hendak mendatanginya urung dan berdiri di tempatnya. Julian bereaksi, tapi ditahan oleh ibu mertua. Sementara Helena sedang asik bersama Keano tanpa mempedulikan sekitar.
"Helena, sudah seperti ini kenapa kau masih saja egois?" bentak Ferdinan jengah dengan sikap angkuh dan tak acuh yang ditunjukkan Helena.
Keano menggeram, tangannya tanpa sadar mengepal dan disentuh Helena. Ia kembali tenang setelah bertatapan dengan manik teduh ibunya itu.
"Ingin menetap di sini boleh saja, tapi dia tidak bisa tinggal di sini. Tidak ada kamar untuknya di rumah ini," ucap Helena sambil tersenyum.
Deg!
Lusiana dan Ferdinan saling menatap satu sama lain, tak mengerti maksud dari ucapan Helena.
"Bukankah ada banyak kamar tamu di rumah ini? Jika bukan di sini, di mana dia akan tinggal?" tanya ibu mertua melirik Lusiana yang sudah dalam keadaan menyedihkan.
Helena tertawa mendengar itu, dia tetap tidak akan mengizinkan Lusiana tinggal di rumah tersebut meski banyak kamar kosong.
"Ibu salah paham. Dia tidak akan tinggal di sini, hanya meneduh sampai cuaca membaik. Setelah itu dia akan pergi," larat Helena membuat sang ibu mertua tak mampu berkata-kata.
Mata tuanya melirik Ferdinan, memberi isyarat agar laki-laki itu membelanya.
"Ibu tidak perlu repot dengan urusan ini. Bukankah seharusnya Ibu membawa Julian bersama Ibu? Biar aku yang mengurus hal ini," tegas Helena semakin membuat mulut ibu mertua rapat.
Ia mendengus, menghentakkan kaki kesal. "Ayo, Julian, sebaiknya kita pergi beristirahat," ajaknya merangkul bahu Julian untuk pergi.
"Tapi, Nek, Ibu ...."
Kalimat Julian yang menggantung itu membuat kedua mata Lusiana terbelalak lebar. Ia menggeleng pelan, meminta Julian untuk ikut pergi bersama wanita tua.
"Ayo!" Mereka pergi, tapi Julian tetap menoleh ke belakang sampai berbelok ke sebuah lorong.
Helena tersenyum sinis melihat ikatan emosional di dalam diri anak itu.
"Helena, aku ingat betul kau adalah orang yang baik. Selalu menolong sesama, tak akan pernah tega membiarkan mereka menderita. Pikirkan lagi tentang Lusiana," rayu Ferdinan seraya mendekati Helena dan duduk di sampingnya.
Dia bahkan meraih tangan Helena dan menggenggamnya dengan lembut.
Kau mengubah caramu untuk merayuku. Itu sama sekali tidak akan berhasil. Jika dia tinggal di rumah ini, akan ada banyak masalah yang terjadi dan semuanya bertumpu kepadaku.
Helena menarik tangannya, tersenyum sinis tanpa menoleh kepada Ferdinan. Rahangnya mengeras, urat-urat di wajahnya menegang. Jelas Ferdinan sadar bahwa Helena sedang menahan emosi.
"Aku pernah melakukan yang terbaik untuk orang lain, memberikan seluruh kepercayaanku, bahkan cinta dan kasih sayangku. Akan tetapi, mereka semua justru mengkhianati aku dan menghancurkanku dengan kejam. Kau pikir aku akan melakukan kesalahan itu lagi? Jangan memaksaku, Ferdinan. Sabarku memiliki batas dan kau tidak akan sanggup menanggungnya," ujar Helena yang menoleh pada Ferdinan di akhir kalimat.
Tatapan tajam wanita itu menyentak tubuh Ferdinan. Helena tampak berbeda dari biasanya. Dulu, dia bahkan tidak pernah berani untuk menatap balik Ferdinan. Selalu menundukkan kepala di hadapannya.
"Tapi, Helena, Lusiana tidak akan berani melakukan itu. Dia orang yang baik, aku yakin kau akan sangat terbantu jika dia di sini," balas Ferdinan setelah berpikir beberapa saat.
Helena mendengus, melirik tajam pada Lusiana yang berdiri dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut.
"Aku tidak tahu apakah dia datang dengan niat lain di hatinya atau tidak. Aku tidak ingin mengambil resiko apapun. Bagaimanapun dia adalah orang asing di sini," ucap Helena tegas dan tak dapat digoyahkan.
Sial! Helena benar-benar sudah berubah. Akan sulit untukku menjalankan rencana jika seperti ini terus.
Ferdinan tak lagi berkata-kata, ia melengos sembari mengepalkan tangan kuat-kuat. Menekannya di atas paha, menahan amarah yang terus membuncah.
"Lina!" Helena memanggil pelayan di rumahnya.
"Ya, Nyonya!" Seorang wanita paruh baya datang tergesa.
"Ada kamar kosong di belakang?" tanya Helena tanpa menatap pada Lina, kepala pelayan di rumah itu.
Deg!
Lusiana membelalak, napasnya tercekat di tenggorokan mendengar pertanyaan itu.
"Hanya sisa satu, Nyonya. Itu pun telah berfungsi sebagai gudang makanan," jawab Lina semakin membuat napas Lusiana terhenti.
Tidak! Jadi, aku akan tinggal di gudang?
Dia menangis di dalam hati, merutuk Ferdinan yang tak dapat berbuat apa-apa. Lusiana meremas jemarinya kesal, ingin menolak tapi sudah terlanjur memohon.
"Pindahkan ke gudang penyimpanan di dapur. Dia akan tinggal di sana bersama kalian. Jangan lupa untuk mengajarkannya aturan di rumah belakang!" titah Helena sembari melirik Lusiana yang sudah berubah pucat pasi.
Ia tersenyum puas melihat reaksi wajah itu. Terlebih saat melirik Ferdinan yang berkali-kali menekan tinjunya pada paha sendiri.
"Baik, Nyonya! Saya akan meminta bantuan pak Darma untuk memindahkan semuanya," jawab Lina diangguki oleh Helena.
"Ikutlah dengannya. Kau akan tinggal di rumah belakang karena hanya di sana tempat yang ada untukmu," titah Helena pada Lusiana.
Ia beranjak membawa Keano ke kamarnya tanpa mempedulikan mereka berdua yang melayangkan protes lewat tatapan.
"Ferdinan, aku tidak ingin tinggal di sana!" rengek Lusiana dengan suara yang pelan ditahan.
"Bersabarlah, untuk saat ini kau harus patuh kepadanya. Aku tidak dapat melakukan apapun," sahut Ferdinan dengan nada suara yang sama.
"Mari, Nona. Saya antar ke kamar Anda," ucap Lina sembari menyodorkan tangan kanannya ke depan meminta Lusiana untuk ikut bersamanya.
Dengan kesal dan langkah yang dihentak, Lusiana mengikuti pelayan itu ke bagian belakang rumah megah Helena. Ia menyeret kopernya dengan terpaksa, menyusuri lorong panjang yang menghubungkan rumah utama dan rumah para pelayan. Di sepanjang lorong itu, Lina menjelaskan aturan-aturan tinggal di rumah belakang.
Di balkon, Helena berdiri memperhatikan. Mendekap tubuhnya sendiri, menghalau rasa dingin yang datang.
Ini baru permulaan, Lusiana. Selanjutnya aku akan membuatmu lebih menderita. Juga anakmu itu, jangan harap mendapat pendidikan seperti Keano. Mereka harus berusaha sendiri tanpa campur tangan dariku!
Hati Helena bergumam, terlihat puas saat melihat reaksi Lusiana di depan kamar yang akan dia tinggali.
"Ibu, apa yang Ibu lihat?" tegur Keano yang keluar dari kamar mandi dan melihat Helena berdiri di balkon.
Wanita itu menoleh dan tersenyum. Memindai penampilan anak kecil itu yang memakai pakaian apa adanya.
"Besok, jika cuaca membaik, Ibu akan membawamu berbelanja membeli semua kebutuhanmu," ucap Helena seraya mengusap pipi Keano dengan lembut.
Bocah kecil itu mengangguk patuh, tak memungkiri hatinya teramat senang saat itu.
"Ibu, kenapa sepertinya orang-orang di rumah ini semuanya jahat terhadap Ibu? Jika aku sudah dewasa nanti aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Ibuku!" ujar Keano dengan tangan terkepal penuh emosi.
Helena tersenyum, menggenggam kepalan tangan kecil itu. Ia menatapnya lembut, penuh cinta dan kasih sayang.
Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. Tidak akan!
"Terima kasih, sayang." Helena memeluk Keano, merasa bersyukur dengan kehadirannya di kehidupan kedua ini.
dan kekuatan sekali jika itu adalah ayah kandungnya si Keano 👍😁
Tapi kamu juga harus lrbih berhati” ya takutnya mereka akan melakukan sesuatu sama kamu dan Keano 🫢🫢🫢