Wira, pria pemalas yang sering membuat orang tuanya marah. Selain pemalas, Wira juga seorang pengangguran dan hobby menyaksikan film dewasa.
Suatu hari, Wira mengalami peristiwa yang membuatnya tiba-tiba berada di dunia lain dan terjebak dalam masalah tujuh wanita cantik yang menganggap mereka adalah bidadari.
Untuk memecahkan misteri keberadaannya di dunia itu, mau tidak mau Wira harus menjadi pelindung tujuh bidadari tersebut.
Berbagai masalah pun menghampiri Wira, termasuk masalah asmara terlarang antara manusia dan para bidadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waduh!!
"Kang Wira!" Seru bidadari nampak sangat terkejut. "Kenapa kang Wira kencing dimulutku sih?"
Bidadari itu langsung melayangkan protes kala tiba-tiba dia merasakan cairan kental berwarna putih di mulutnya. Bidadari itu langsung menjauhkan milik Wira, meski masih menyemburkan sisa-sisa benih.
"Itu bukan air kencing. Sayang," sahut Wira yang terpaksa melanjutkan, mengeluarkan sisa benih dengan tangannya sendiri.
Untuk beberapa saat dia terdiam karena harus menuntaskan tetesan benih degan nafas menderu. Setelah selesai dia terduduk dan kembali memberi penjelasan, "Itu namanya benih. Cairan itu yang nantinya masuk ke dalam rahim wanita agar para wanita bisa hamil. Masa kamu tidak tahu?"
Wanita yang masih nampak kesal itu sontak tertegun. Dia juga saat ini sudah duduk sambil membersihkan mulutnya dengan sembarang kain yang ada di ranjang. "Yakin, Kang? Kang Wira lagi tidak bohong kan?"
Wira lantas tersenyum. "Ngapain pake bohong segala? Kalau itu kan kental. Berbeda dengan air kencing. Tadi ada rasa asinnya tidak? Pasti tidak kan?" Bidadari langsung menggeleng. "Nah itu bedanya. Warnanya juga putih dan kental. Berbeda dengan air kencing yang sering. Dia warnanya agak kuning dan sangat cair seperti air."
Bidadari itu terdiam dengan pikiran mencerna ucapan Wira. Setelah paham, dia menggerakan tubuhnya hendak turun dari ranjang. Namun tangan Wira langsung bergerak untuk menahannya. "Mau kemana?"
"Ya turun, kita keluar kamar. Memang Kang wira tidak lapar?" tanya Bidadari terlihat heran dengan sikap Wira.
"Tapi aku masih imgin bermain itu kamu, Dek," rengeknya. "Kita tiduran lagi ya? Mumpung rumah masih sepi."
"Astaga! Emang Kang Wira tidak lelah?" Bidadari itu terkejut. Apa lagi saat Wira menggeleng sambil tersenyum, Bidadari tersebut semakin merasa heran. "Nanti malam kan bisa, Kang. Lagian nanti malam jatahnya aku tidur dengan Kang Wira."
"Beneran?" Wira nampak terkejut mendengar hal itu. Ketika Bidadari mengiyakan, senyum Wira seketika semakin melebar. "Baiklah. Ya udah yuk, kita keluar kamar."
Wira mengalah. Dia lantas segera memakai celananya. Sedangkan bidadari memakai kain yang tadi untuk mengerinhkan tubuhnya karena dia belum sempat mengenakan pakaiannya selepas mandi.
Tak lama kemudian, ketika mereka sedang menikmati sarapan, Wira dan bidadari yang diberi nama panggilan Dewi jingga, sayup sayup mendengar suara keributan yang perlahan mendekat ke arah halaman rumah. Keduanya paham betul siapa pemilik suara tersebut, jadi Wira dan Dewi Jingga sama sekali tidak terganggu dengan kedatangan orang orang itu.
"Kalian baru pulang?" tanya Dewi Jingga saat matanya menangkap beberapa Bidadari yang masuk ke dalam rumahnya. "Kenapa siang sekali pulangnya? Apa nyari kayu bakarnya jauh?"
Beberapa dari Bidadari ada yang langsung duduk, tapi ada juga yang menaruh hasil pencarian mereka di dapur. Sedangkan Nenek dan kakek memilih melalui halaman samping menuju ke area belakang rumah untuk menaruh kayu bakar.
"Ya nggak jauh sih," jawab Dewi hijau. "Cuma tadi kita lebih banyak istirahat di sana. Apa lagi kita menemukan air terjun, ya udah kita main sebentar. Oh iya, ada yang harus kita bahas. Tapi maaf, kita tidak bisa menyampaikannya di depan Kang Wira."
Wira yang sedang asyik menyuapi makanan ke dalam mulutnya, sempat tertegun mendengarnya. Namun setelah menatap wajah serius Dewi hijau dan Bidadari yang lainnya, Wira pun kembali bersikap biasa saja. "Ya tidak apa apa. Tidak sepenuhnya aku harus tahu tentang kalian."
"Maaf, Kang. Soalnya ini ada sangkut pautnya dengan langit. Kalau bukan karena titah Mahadewi, pasti kita aka tetap ngomong di depan Kang Wira," sekarang Dewi kuning yang bersuara.
"Memang tadi Mahadewi turun ke bumi?" tanya Dewi Jingga nampak terkejut.
"Iya, makanya kita harus ngomong karena ini sangat penting," sahut Dewi hijau. Dewi Jingga pun mengerti. Begitu juga dengan Wira, meskipun dia sangat penasaran.
Setelah selesai sarapan, para bidadari langsung masuk ke kamar untuk membicarakan sesuatu yang dikabarkan oleh Mahadewi. Sedangkan Wira sendiri, memilih keluar dan duduk di bawah pohon dengan Singa.
Sebenarnya Wira bisa saja ngobrol dengan Kakek dan Nenek agar tidak terlalu jenuh, tapi pria itu sedang malas melakukannya. Jadi Wira lebih memilih menyendiri dan duduk bersams Singa.
Di saat itu juga, Wira kembali teringat akan keluarganya. Meski dia sering membuat kesal Emak dan bapaknya, tapi tidak dipungkiri kalau Wira saat ini merindukan mereka.
Bukan hanya keluarga saja, Wira juga rindu semua kehidupan lamanya. Wira sendiri masih bingung, kenapa dia sampai berpindah tempat hanya dalam waktu kurang dari satu menit.
Wira pun mengungkapkan rasa rindunya kepada Singa. Ada perasaaan haru saat Wira mengeluarkan setiap kata yang mewakili perasaannya. Dia tidak pernah menyangka, jauh dari dunianya, akan merasakan rindu yang cukup menyiksa.
Yang membuat Wira semakin merasa pilu dan sedih adalah, dia tidak tahu, apa dia bisa pulang kedunianya atau tidak. Wira tidak bisa menemukan jawaban untuk memastikannya. Wira malah semakin takut.
Wira takut kalau dia akan terjebak di dunia itu untuk selamanya. Wira takut dia tidak lagi memiliki kesempatan untuk berjumpa dengan orang orang yang dia sayangi. Bahkan ketakutannya terlihat jelas dari suaranya yang bergetar dan juga matanya yang menunjukan kalau pemuda itu ingin menangis.
Karena keberadaan Wira memang tidak terlalu jauh, saat matanya menangkap sosok yang dia kenal, mendekat kepadanya, Wira langsung menghilangkan rasa haru yang terlihat diwajahnya menjadi sikap seperti yang biasa dia tunjukan.
"Kang Wira, ngapain menyendriri di sini?" tanya Dewi Ungu, sosok wanita yang mendekat ke arahnyam
"Ya pengin aja. Kamu sendiri? Kenapa keluar? Emang sudah selesai, berbicara sama yang lain?" ucap Wria.
"Sudah," jawab Dewi Ungu. "Kang, kita lihat air terjun yuk?"
"Air terjun? Dimana?"
"Nggak jauh dari hutan ini," jawab Dewi ungu sambil menunjuk ke salah satu sisi hutan.
"Kita berdua saja? Yang lain kasih tahu coba. Kali aja ada yang mau ikut."
"Tidak, mereka pada mau istirahat katanya. Kita berdua aja, nggak apa apa kan?"
"Ya nggak apa apa sih. Oh iya, Singa udah makan belum?" ucap Wira sembari mengalihkan pandangannya ke arah Singa di sisi kanannya.
"Kayaknya sudah, Kang, tadi dia berburu kancil," Dewi Ungu yang menjawabnya.
Wira pun merasa lega. Lantas dia setuju untuk pergi melihat air terjun bersama Dewi ungu.
#####
Sementara itu di tempat lain, tepatnya di markas kelompok tengkorak iblis, sang ketua nampak terkejut saat mendengar informasi yang disampaikan oleh anak buah Juragan Suloyo.
"Apa kamu yakin, wanita incaran juragan kamu itu sangat cantik?" tanya ketua tengkorak ibils.
"Sangat yakin, Tuan, karena saya melihatnya sendiri," anak buah Juragan Suloyo menjawab dengan penuh keyakinan.
"Apa jangan jangan mereka pemilik bulu angsa emas ya?" gumam ketua tengkorak iblis nampak sangat penasaran.
berarti masih ada enam bidadari lagi yang mesti di cairkan...hahahhaa...
dengan keahlian jemarimu itu Thor, bisalah di selipkan nama nama pembaca cowok sebagai tokohnya, pastinya kan kami pasti mengagumi karyamu ini Thor..
Moso yoo cuma tokoh Wira saja toohh...hihihiiiiii ngarep banget sih saya yaaaa...🤭🤭🤭
..hemmm
wes, tambah lagi kopinya Thor, gulanya dikiiiiitt aja...
🤭