NovelToon NovelToon
Dunia Yang Indah

Dunia Yang Indah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Spiritual / Persahabatan / Budidaya dan Peningkatan / Mengubah Takdir
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di balik gunung-gunung yang menjulang,ada dunia lain yang penuh impian. Dunia Kultivator yang mampu mengendalikan elemen dan memanjangkan usia. Shanmu, seorang pemuda desa miskin yang hidup sebatang kara, baru mengetahuinya dari sang Kepala Desa. Sebelum ia sempat menggali lebih dalam, bencana menerjang. Dusun Sunyi dihabisi oleh kekuatan mengerikan yang bukan berasal dari manusia biasa, menjadikan Shanmu satu-satunya yang selamat. Untuk mencari jawaban mengapa orang tuanya menghilang, mengapa desanya dimusnahkan, dan siapa pelaku di balik semua ini, ia harus memasuki dunia Kultivator yang sama sekali asing dan penuh bahaya. Seorang anak desa dengan hati yang hancur, melawan takdir di panggung yang jauh lebih besar dari dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kamar, Konflik, dan Awan Gelap di Langit Biru

Setelah mandi dengan air hangat yang membersihkan sisa-sisa latihan dan debu perjalanan, Shanmu menemani Paman Gong makan malam di ruangannya. Hidangan kali ini lebih beragam, semangkuk sup ayam dengan jamur harum, sepinggan sayuran tumis renyah, ikan kukus dengan saus jahe, dan nasi putih pulen. Bagi Shanmu, ini adalah pesta. Ia menyantapnya dengan penuh syukur, namun tetap menjaga sopan santun, menunggu Paman Gong memulai.

Setelah mereka selesai dan suasana menjadi nyaman oleh secangkir teh hangat, Paman Gong menatap Shanmu dengan mata penuh kasih. "Shanmu, dengar baik-baik. Untuk satu minggu ke depan, kau tidak perlu membayar apa pun di penginapan ini. Dan aku akan memindahkanmu ke kamar yang lebih baik, yang sudah ada kamar mandinya sendiri."

Shanmu terkesiap, sendok di tangannya berhenti di udara. "Paman, aku tidak bisa..."

"Biarkan aku selesaikan," ucap Paman Gong lembut. "Setelah satu minggu itu, setiap harinya kau akan membayar empat koin emas. Itu sudah termasuk untuk kamar yang lebih baik dan jatah makan tiga kali sehari. Sarapan, makan siang, dan makan malam. Jadi kau tidak perlu lagi pusing memikirkan biaya makan."

Shanmu terdiam sejenak, otaknya yang praktis segera berhitung. Senang tentu saja, kamar dengan kamar mandi sendiri adalah kemewahan yang tak terbayangkan. Tapi ia juga memikirkan masa depan. Untuk sebulan ke depan, gajiku sepuluh koin emas sehari. Empat koin untuk hidup, berarti sisanya enam koin bisa ditabung. Tapi setelah sebulan, gajiku akan turun menjadi lima koin emas sehari... hatinya sedikit sesak. Berarti hanya akan tersisa satu koin emas per hari untuk ditabung. Itu sangat sedikit jika ia ingin mengumpulkan modal untuk sesuatu yang lebih, atau membeli pakaian bagus, atau... siapa tahu, mencoba sup spiritual suatu hari nanti.

Kebiasaannya untuk selalu berpikir ke depan dan pantang bergantung membuatnya merenung lebih dalam. Aku harus mencari pekerjaan tambahan, tekadnya mengeras. Aku masih punya banyak tenaga. Mungkin setelah menyapu di sekte, aku bisa mencari pekerjaan lain di kota.

Wajahnya yang sempat berkerut perlahan-lahan kembali cerah. Ia mengangkat kepala, menghadapkan senyum tulusnya pada Paman Gong. "Terima kasih banyak, Paman. Aku menerima tawaran Paman dengan senang hati. Aku akan bekerja lebih keras lagi."

Tuan Gong tersenyum puas, melihat keteguhan di balik penerimaan itu. "Bagus. Sekarang, mari kita lihat kamarmu yang baru."

Mereka tidak naik ke lantai dua seperti sebelumnya, melainkan berjalan menyusuri sebuah lorong yang lebih lebar di sisi bangunan utama, menuju area yang lebih privat. Di ujung lorong, Paman Gong membuka sebuah pintu kayu solid yang diukir sederhana.

Saat pintu terbuka, Shanmu benar-benar tercengang. Mulutnya sedikit terbuka.

Kamar itu bukan hanya "lebih baik". Itu adalah dunia yang sama sekali berbeda. Ukurannya hampir dua kali lipat kamarnya sebelumnya. Lantainya dilapisi kayu yang dipoles halus, bukan tanah atau batu. Di tengah ruangan, berdiri sebuah ranjang kayu lebar dengan tiang-tiang kokoh dan kelambu sutra berwarna krem yang menggantung anggun. Ada sebuah meja tulis dengan kursi yang nyaman di dekat jendela, sebuah lemari pakaian tinggi dari kayu jati, dan bahkan sebuah rak kecil berisi beberapa buku dan vas keramik sederhana. Sinar lampu minyak temaram menerangi ruangan dengan hangat, memantulkan kilau dari permukaan kayu yang halus.

Yang paling membuat jantung Shanmu berdebar adalah sebuah pintu kecil di sudut ruangan. Paman Gong membukanya, memperlihatkan sebuah kamar mandi pribadi yang dilengkapi dengan bak mandi batu berukuran sedang yang sudah diisi air bersih, sebuah ember, dan gayung. Ini adalah kemewahan yang bahkan belum pernah ia bayangkan dalam mimpi terliarnya.

Tuan Gong terkekeh melihat ekspresi takjub Shanmu yang polos. Ia dengan sabar menjelaskan satu per satu fungsi barang di dalam ruangan, hingga cara menggunakan bak mandi dan di mana mendapatkan air panas jika diperlukan. Kenyataannya, kamar seperti ini biasanya disewakan dengan harga sepuluh koin emas per malam untuk tamu yang berkecukupan. Namun, di mata Tuan Gong, Shanmu bukan lagi sekadar tamu. Ia telah melihat sesuatu yang istimewa dan murni dalam diri pemuda ini, sebuah ketulusan yang mengingatkannya pada anaknya sendiri yang telah lama pergi 'MATI'. Memberikan kamar ini padanya bukanlah kerugian, melainkan sebuah investasi pada kebaikan hati dan masa depan seorang anak yang ia sayangi seperti anak sendiri.

Setelah penjelasan selesai, Shanmu berdiri di tengah ruangan, lalu membungkuk sangat dalam, hampir menyentuh lantai. Suaranya bergetar penuh emosi. "Paman Gong... terima kasih. Terima kasih atas segala kebaikan Paman. Saya... saya tidak tahu harus membalasnya dengan apa."

Tuan Gong berjalan mendekat, menepuk bahu Shanmu yang kokoh dengan lembut. "Tidak perlu membalas apa pun, nak. Mulai sekarang, jangan terlalu khawatir. Selama kau rajin bekerja dan menjaga hatimu yang baik ini, di masa depan, segala keinginan dan impianmu pasti akan tercapai. Percayalah pada paman."

Kata-kata itu seperti pelipur lara bagi jiwa Shanmu yang terluka. Ia mengangguk kuat-kuat, menahan air mata yang hendak menetes. "Saya percaya, Paman."

Tuan Gong kemudian menyuruhnya beristirahat karena besok harus bekerja lagi. Setelah pintu kamar tertutup dan terkunci dari dalam, Shanmu berjalan pelan, menyentuh kelambu ranjang yang halus, permukaan meja yang dingin, dan tepi bak mandi yang kokoh. Ia berbaring di atas ranjang besar yang empuk, memandang langit-langit yang diterangi cahaya lampu minyak.

"Paman sangat baik sekali padaku," bisiknya pada keheningan kamar. "Aku harus menjadi orang yang berguna. Aku tidak boleh mengecewakan Paman." Dalam dekapan kehangatan dan rasa aman yang baru ini, ia pun tertidur lelap.

Keesokan harinya, naluri bangun pagi Shanmu kembali bekerja bahkan sebelum ayam berkokok. Mentari belum menampakkan sinarnya. Ia segera mencuci muka di kamar mandi pribadinya, sebuah kemewahan yang membuatnya tersenyum, setelah itu Shanmu keluar kamar. Ia menunggu di depan konter, seperti biasa.

Setengah jam kemudian, Paman Gong muncul dengan membawa nampan sarapan. Mereka makan bersama dengan sederhana namun mengenyangkan, bubur dan telur rebus. Selama makan, Paman Gong menyampaikan pesan. "Tadi malam Tuan Yao sempat mampir. Dia bilang, mulai hari ini, dia tidak akan menjemputmu lagi. Kau bisa pergi sendiri ke Sekte Langit Biru. Dia akan menunggumu di gerbang sekte."

Shanmu mengangguk, menelan suapan terakhir buburnya. "Mengerti, Paman."

Setelah sarapan, Zhao si koki muncul dari dapur dengan bungkusan bekal yang sudah dikenal Shanmu. "Ini untukmu, nak. Jaga diri baik-baik di sana."

Shanmu menerimanya dengan kedua tangan, membungkuk berterima kasih. "Terima kasih, Paman Zhao." Ia lalu berpamitan kepada Paman Gong dan Lao Zhao sebelum melangkah keluar penginapan, menuju ke sekte dengan langkah mantap.

Perjalanan sepuluh menit terasa singkat. Saat tiba di gerbang megah Sekte Langit Biru, Tuan Yao belum terlihat. Shanmu memutuskan untuk menunggu dengan sabar di samping pos penjaga, memegang erat bungkusan bekalnya.

Namun, ketenangan pagi itu segera pecah.

Dari dalam gerbang, muncul sekelompok orang. Wanita cantik berambut hitam panjang dan bergaun biru, Nona Lanxi berjalan dengan langkah anggun. Di sampingnya, seperti bayangan yang tidak diundang, berjalan Leng Zuan, pemuda tampan dengan aura dingin dan angkuh. Dua murid lain yang jelas-jelas adalah anak buah Leng Zuan mengikuti dari belakang dengan sikap patuh.

Shanmu, mengingat aturan Tuan Yao, segera menundukkan kepalanya sebelum mereka mendekat, berusaha menjadi tidak terlihat.

Mereka melangkah melewatinya. Namun, tiba-tiba, Langkah Lady Lanxi terhenti. Ia memutar tubuhnya yang ramping, matanya yang indah namun dingin menatap Shanmu yang membungkuk.

"Siapa namamu?"

Suaranya mengalir lembut seperti aliran sungai, tetapi ada hawa dingin yang tak terbantahkan di dalamnya.

Shanmu terkejut, jantungnya berdebar kencang. Ia tidak menyangka akan diajak bicara. "Saya... S-Shanmu, Nona," jawabnya, suaranya sedikit bergetar karena kaget dan hormat.

Melihat reaksi takut Shanmu, Lanxi justru mendekat. Ia melangkah hingga jarak antara mereka hanya tersisa sejengkal. Wangi bunga yang halus namun menusuk memenuhi indra Shanmu.

Shanmu, yang tidak terbiasa dengan kedekatan seperti ini dan teringat pengalaman buruk dengan kultivator lain, secara refleks buru-buru mundur beberapa langkah, wajahnya memerah karena panik dan ketakutan akan kesalahpahaman.

Gerakan mundurnya yang cepat itu, di mata Leng Zuan yang sudah penuh dengan kecemburuan dan rasa posesif, dianggap sebagai sebuah penghinaan. Bagaimana mungkin seorang sampah tukang sapu berani "menjauh" dari wanita yang ia idam-idamkan seolah-olah wanita itu adalah penyakit?

"Bajingan" raung Leng Zuan. Tanpa peringatan, ia mengayunkan tangannya. Sebuah gelombang energi Qi yang padat dan berwarna keputihan melesat dari telapak tangannya, menghantam dada Shanmu.

Bam!

Shanmu terlempar ke belakang sejauh lima meter, mendarat di tanah dengan suara gedebuk. Rasa sakit yang tajam menyebar di dadanya, seolah tulang-tulangnya berderak. Namun, naluri pertamanya bukanlah pada dirinya sendiri. Tangan kanannya masih mencengkeram erat bungkusan bekal makan siangnya. Ia melihatnya cepat-cepat. Untung tidak rusak, pikirnya lega, baru kemudian menghela napas menahan sakit. Dengan susah payah, ia berdiri, meski dadanya masih berdenyut nyeri.

Nona Lanxi, yang awalnya hanya penasaran, kini wajah cantiknya memerah karena kemarahan. "Kau sangat kurang ajar, Leng Zuan!" hardiknya, suaranya meninggi. "Kenapa kau memukulnya? Dia hanya ketakutan!"

Leng Zuan menatap Shanmu dengan pandangan penuh kebencian dan merendahkan. "Dia menjauh darimu, Lanxi. Seorang wanita cantik dan mulia sepertimu. Tentu saja aku marah dengan reaksinya yang tidak tahu diri itu!"

Mendengar alasan yang egois dan kekanak-kanakan itu, kemarahan Lanxi semakin memuncak. Sementara itu, Tuan Yao yang baru tiba menyaksikan kejadian dari kejauhan. Dengan cepat, ia berbisik pada Shanmu yang masih berdiri goyah.

"Cepat, ikuti aku. Jangan terlibat."

Shanmu, yang lebih takut pada masalah daripada rasa sakit, segera mengangguk dan mengikuti Tuan Yao, meninggalkan tempat kejadian dengan langkah terburu-buru, masih memeluk bungkusan bekalnya.

Melihat Shanmu pergi begitu saja bahkan tanpa meliriknya lagi, Leng Zuan merasa kesalnya berubah menjadi amarah yang membara. "Bajingan rendahan itu... aku akan memberinya pelajaran jika bertemu lagi," gumamnya dengan suara rendah yang penuh ancaman.

Mendengar itu, Lanxi benar-benar muak. "Mulai sekarang, berhentilah mengikutiku!" suaranya dingin bagai es. "Semakin lama aku semakin jijik padamu. Kita tidak memiliki hubungan romantis apa pun, tapi kau selalu bertingkah seolah-olah kau adalah kekasihku! Jika bukan karena kau adalah teman masa kecilku, aku tidak akan pernah mau dekat dengan orang kasar dan egois sepertimu!"

Setelah mengucapkan kata-kata yang melukai itu, Lanxi berbalik tubuhnya dengan gerakan cepat, rambut hitamnya berkibar, dan ia berjalan kembali ke dalam gerbang sekte tanpa menoleh sekalipun.

Leng Zuan berdiri terpaku di tempat, wajah tampannya mendadak pucat lalu memerah karena malu dan marah yang meluap. Pandangan semua orang di sekitar seolah membakarnya. Rasa malunya berubah menjadi kebencian yang perlu dilampiaskan. Dan sasaran empuknya adalah tukang sapu tadi.

Dia menoleh pada kedua anak buahnya yang setia. "Dengar," bisiknya, suaranya berbahaya. "Carilah kesempatan. Berikan 'pelajaran' pada bocah sampah itu. Pastikan dia tidak bisa bekerja untuk beberapa hari."

Kedua murid itu saling pandang, lalu senyum menyeringai. Memberi pelajaran pada seorang tukang sapu yang tidak memiliki kultivasi? Itu adalah tugas yang sangat mudah. "Tenang saja, Tuan Muda Leng," jawab salah satunya dengan percaya diri. "Tunggu saja kabar baik dari kami. Dia akan mendapatkan pelajaran yang tak akan pernah dilupakannya."

Awan gelap pertikaian dan dendam mulai menggumpal di atas langit biru Sekte Langit Biru, mengancam akan menghujani kehidupan sederhana Shanmu yang baru saja mulai menemukan titik terang.

1
YAKARO
iya bro🙏
Futon Qiu
Mantap thor. Akhirnya Shanmu punya akar spritual
Futon Qiu
Karena ada komedi nya kukasi bintang 5🙏💦
YAKARO: terimakasih🙏
total 1 replies
Futon Qiu
Lah ya pasti lanxi kok nanya kamu nih🤣
Futon Qiu
Jangan jangan itu ortunya 🙄
HUOKIO
Baik bnget si lancip😍😍
HUOKIO
Mau kemana tuh
HUOKIO
Ini penjaga kocak 🤣🤣
HUOKIO
Angkat barbel alam 🗿
HUOKIO
Makin lama makin seru 💪💪💪
HUOKIO
Gass terus thor💪💪💪
HUOKIO
Mantap thor lanjut
YAKARO: terimakasih
total 1 replies
HUOKIO
Lanjutkan ceritanya thor
HUOKIO
Shanmu kuat banget untuk manusia 😄
HUOKIO
Ohhh i see💪
HUOKIO
Oalah kok gitu 😡
HUOKIO
Mantap thor
HUOKIO
Gas pacari lqci
HUOKIO
Makin lama makin seru
HUOKIO
Lanjutkan 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!