Anatasya menyembunyikan identitasnya sebagai putri bungsu keluarga konglomerat dari suaminya. Ia membantu Adrian membuka perusahaan. Tapi siapa sangka ternyata Adrian tidak pernah mencintai Anatasya, dia bahkan jijik dengan bau amis yang melekat pada tubuh istrinya.
Suatu hari, Adrian menceraikan Anatasya dan mengungkapkan bahwa dia memiliki pacar, yaitu Clara, seorang wanita kaya dan cantik yang merupakan adik sepupu dari keluarga Santoso.
Anatasya merasa hancur dan terhina. Tasya akan membuat orang yang menyakiti nya membayar mahal dibantu oleh ketiga abangnya. Damian, Julian dan Rafael.
Ketiga Abangnya tidak akan membiarkan adik bungsu mereka terluka.
Bagaimana reaksi Adrian dan keluarga nya setelah mengetahui jika wanita yang selama ini mereka hina adalah putri konglomerat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Tiket Konser
"Aaahh..."
Di tempat lain, teriakan yang sama menyayat telinga Adrian. Adrian, yang saat itu berada di klinik, sedang mengobati tangannya yang hampir dipatahkan oleh Julian dan Rafael. Rasa sakit dan amarah bercampur aduk di dalam dirinya.
"Adrian, kamu nggak papa?" tanya Jamilah dengan nada cemas, matanya berkaca-kaca melihat kondisi putranya.
"Ibu, semua ini karena Tasya sialan itu. Kalau bukan karena dia, aku nggak bakal ditindas kayak gini. Setelah sembuh, bakal kubalas dia," ucap Adrian dengan suara bergetar penuh dendam, matanya memancarkan kebencian.
"Ya, jangan biarkan dia lolos," timpal Jamilah, matanya menyipit penuh amarah.
Clara, yang berdiri di samping mereka, menundukkan kepala. "Mas Adrian, aku minta maaf. Aku sudah minta maaf pada kakak sepupuku. Tapi mereka masih sakit hati lihat aku ditindas. Jadi, mungkin mereka masih marah," ucap Clara dengan nada penuh rasa bersalah, berusaha meredakan amarah Adrian.
Adrian, yang melihat ekspresi sedih Clara, meraih tangannya. "Nggak papa, kamu sudah berusaha. Kudengar Rabu depan ada konser Rafael. Begini, kamu cari tiketnya, biar aku nanti ketemu dia dan minta maaf, buat jelaskan langsung," ucap Adrian, mencari solusi yang bisa menenangkan mereka semua.
Namun, Clara melepaskan genggaman tangan Adrian, ekspresinya berubah ragu. "Sepertinya kurang bagus," ucapnya, suaranya pelan.
"Kak Rafael sepertinya masih marah. Kalau kamu ketemu dia, makin diamuk dong!" tambah Clara, tidak setuju dengan ide Adrian.
"Kak Rafael marah karena mengira aku tindas kamu? Kalau aku bilang yang sebenarnya, yang menindas kamu itu Tasya, dia nggak bakal marah," jelas Adrian, berusaha meyakinkan Clara.
Winda, yang sedari tadi diam, akhirnya bersuara.
"Kak Clara, kenapa kamu terlihat ragu?" tanyanya, matanya menyelidik. "Cepat turutin Kak Adrian! Bukankah kamu adik sepupu keluarga Santoso? Dapatkan tiket konser nggak bakal susah kan?"
"Lagi pula, Kak Adrian jadi begini karena balas dendammu," tambah Winda, berusaha memojokkan Clara.
Jamilah, yang curiga dengan keraguan Clara, ikut bersuara. "Benar, Clara. Kudengar kamu juga diusir dari pesta semalam. Jangan-jangan kamu nggak kenal sama putra-putra keluarga Santoso?" tanyanya, matanya menatap tajam ke arah Clara.
"Kamu bohong sama kami kan?"
Semua mata tertuju pada Clara, menuntut penjelasan.
"Mana mungkin!" teriak Clara, tidak terima dengan tuduhan Jamilah. "Aku putri keluarga Santoso. Semalam, semalam aku diusir karena bantu Mas Adrian minta maaf. Lalu, kakak sepupuku marah dan mengusir aku," ucap Clara, membela diri.
"Toh, cuma tiket konser, itu masalah gampang. Bakal kuminta buat kalian," tambahnya, kemudian melenggang pergi dengan langkah cepat, berusaha menyembunyikan kebingungannya.
**
Keesokan harinya, Clara, dengan senyum penuh harapan, menghadap ayahnya, Jerry Santoso. Dia tahu, tiket konser Rafael adalah kunci untuk memulihkan citranya di mata Adrian dan keluarganya.
"Pah, mintakan tiket konser beberapa untuk temanku, dong!" pinta Clara dengan nada manja, berusaha meluluhkan hati ayahnya.
Ibu Clara, yang duduk di samping Jerry, ikut menimpali. "Jerry, Clara putri kita. Karena kita, dia disebut sebagai putri haram, tapi dia nggak memperlihatkan rasa sakitnya. Kamu minta saja tiketnya. Biar dia punya muka di depan teman-temannya," ucapnya, matanya memancarkan rasa kasihan dan harapan.
Jerry, yang melihat ekspresi memohon putrinya, akhirnya luluh. "Oke, cuma tiket konser, ayah mintakan," ucapnya dengan nada lembut, berusaha memenuhi permintaan Clara.
"Makasih, ayah," seru Clara senang, hatinya berbunga-bunga. Dia membayangkan bagaimana Adrian dan keluarganya akan terkesan dengan tiket konser eksklusif yang akan dia berikan.
Namun, di balik senyum manisnya, Clara menyimpan keraguan. Dia tahu, hubungannya dengan keluarga Santoso tidak sekuat yang dia klaim. Dia khawatir, jika dia gagal mendapatkan tiket itu, kebohongannya akan terbongkar.
Jerry, yang melihat senyum bahagia putrinya, merasa lega. Dia tidak tahu, permintaan sederhana ini akan menjadi awal dari serangkaian peristiwa yang akan mengungkap kebenaran tentang identitas Clara.
***
Anatasya menutup teleponnya dengan ekspresi lelah. Setelah menerima panggilan dari pamannya, Jerry, dia tahu bahwa masalah baru akan segera datang. Jerry, dengan segala tuntutannya, selalu menjadi sumber kekhawatiran bagi keluarga Santoso.
Rafael, yang melihat ekspresi Anatasya, langsung kelimpungan. Dia tahu betul bagaimana pamannya, Jerry, bisa membuat masalah jika permintaannya tidak dipenuhi. "Aku juga nggak tahan dengan suara sumbangnya," ucap Rafael, memilih untuk melarikan diri, diikuti oleh Julian yang juga tidak ingin berurusan dengan Jerry.
Anatasya, yang melihat kedua kakaknya menghilang, menatap Damian dengan heran.
"Semenakutkan apa sih?" tanyanya, penasaran dengan reaksi kedua kakaknya. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya pada Damian, yang masih berdiri tegak di sampingnya. "Kak Damian nggak sembunyi?"
Damian, dengan tatapan lembut, menjawab, "Kalau aku sembunyi, kamu gimana?" Dia tidak ingin meninggalkan adiknya sendirian menghadapi kemungkinan masalah yang akan datang.
Anatasya terdiam, terharu dengan perhatian Damian. Dia tahu, di balik sikap dingin kakaknya, ada rasa sayang yang besar untuknya. "Terima kasih, Kak," ucapnya pelan, matanya berkaca-kaca.
Damian mengangguk, lalu menatap ke arah pintu masuk, seolah-olah sedang menunggu sesuatu.
"Kita lihat saja apa yang diinginkan pamanmu kali ini," ucapnya dengan nada tenang, namun penuh kewaspadaan.
Dalam hati, Anatasya merasa lega memiliki kakak-kakak yang selalu melindunginya.
Benar saja, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Jerry, dengan amarah yang membuncah, datang dan langsung menghadap Anatasya, tanpa basa-basi.
"Tasya, Tasya!" teriak Jerry dari arah gerbang, suaranya menggelegar, memecah ketenangan rumah keluarga Santoso. "Kamu masih menganggap aku pamanmu nggak sih?"
"Paman, sudah aku bilang, tiket konser ini nggak ada yang gratis. Lagi pula, teriak-teriak di rumah orang itu kurang sopan," ucap Anatasya dengan nada tenang, namun sorot matanya tajam, menunjukkan ketidaksukaannya.
"Hei, bocah, beraninya kamu ngomong gitu sama paman?" teriak Jerry, emosinya semakin memuncak, dan dia hendak memukul Anatasya. Namun, Damian dengan sigap menahan tangannya.
"Paman, ini rumah keluarga Santoso. Tolong Paman jaga sikap," tegas Damian, suaranya dingin dan mengintimidasi.
Jerry, yang tidak terima dihalangi, dengan kasar memukul Damian hingga tersungkur. "Anak angkat macam kamu berani ngomong gitu sama aku? Waktu orang tuanya meninggal, kalau bukan karena kakakku membawamu, entah jadi apa kamu sekarang. Hhmmm, jujur saja, kamu itu cuma anjing yang dipelihara keluarga Santoso!" hina Jerry, menunjuk Damian dengan jari telunjuknya.
Anatasya, yang mendengar hinaan Jerry, tidak bisa menahan amarahnya. Dia merasa terluka dan marah melihat kakaknya diperlakukan seperti itu.
"Keluar! Paman nggak berhak menghina Kak Damian. Walaupun dia bukan anak kandung, tapi Kak Damian yang dipilih ayahku. Sedangkan Paman, sama sekali tidak pernah menghasilkan uang dan cuma bergantung pada Robert. Harusnya Paman Jerry sanjung Kak Damian!" tegas Anatasya, suaranya bergetar karena emosi.
"Anak sialan, mau lawan keluarga?" bentak Jerry, menatap tajam ke arah Anatasya. "Oke, aku nggak mau ribut-ribut." Jerry kemudian mengambil paksa tiket konser yang ada di lengan Anatasya.
"Tiketnya kuambil, huh!" ucap Jerry dengan nada kemenangan, lalu pergi dengan langkah lebar.
"Kenapa ayah punya adik seperti dia sih? Dasar perampok!" gerutu Anatasya, matanya menatap kepergian Jerry dengan rasa jijik.
Kemudian, dia menoleh ke arah Damian dan melihat luka di sudut bibir kakaknya. Rasa khawatir langsung menyelimutinya. "Kak... Kakak terluka," ucap Anatasya dengan nada cemas, matanya berkaca-kaca.
...----------------...