Perjalanan seorang pemuda bernama Cassius dalam mencari kekuatan untuk mengungkap misteri keruntuhan kerajaan yang dulu merupakan tempat tinggalnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mooney moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekuatan misterius yang mempengaruhi
Cassius mengintai mereka dan coba masuk lebih dalam , ia mulai merasakan aura yang aneh dan mengerikan dari dalam gua. Udara di sini jauh lebih dingin dibandingkan bagian luar gua, bukan karena suhu, tetapi seolah ada sesuatu yang menghisap kehidupan dari sekitarnya.
Dinding gua tidak seperti batu biasa—ia penuh dengan bentuk-bentuk yang menyerupai makhluk-makhluk hidup dalam berbagai posisi. Ada yang tampak mencoba melarikan diri, ada yang berlutut dalam keputusasaan, dan ada pula yang terjebak dalam ekspresi teror abadi. Mereka berasal dari berbagai spesies—manusia, beastman, elf, bahkan monster buas seperti beruang raksasa dan reptil berkaki banyak yang sudah lama mati tetapi tetap berdiri kaku seperti patung.
Di lantai gua pada beberapa bagian tampak terdapat sesuatu seperti pecahan tubuh yang sudah lama runtuh menjadi puing-puing bebatuan. Di sudut tertentu, ada yang terlihat lebih mengerikan—makhluk yang hanya setengah membatu, seolah prosesnya terhenti sebelum bisa sepenuhnya berubah menjadi batu. Beberapa di antaranya memiliki kulit yang masih terlihat hidup tetapi tidak bisa bergerak sama sekali.
Bagian dalam gua sangatlah gelap, namun untungnya masih terdapat retakan-retakan kecil yang bercahaya karena mengeluarkan sedikit lava serta beberapa mineral yang menempel di langit-langit gua sebagai sumber penerangan.
“Apa ini benar-benar sarang gorgon?? Tapi setahuku mereka tidak akan menghuni gua yang berukuran sebesar ini juga..” Cassius sungguh dibuat bingun dengan hal yang dilihatnya ini.
Tak lama kemudian mereka tiba-tiba berhenti. Cassius menahan napasnya sambil mengamati sosok Fire Spirit itu di kejauhan. Kilatan api samar-samar yang menari di tubuhnya, menciptakan bayangan yang bergerak-gerak di dinding gua yang juga dipenuhi sosok makhluk membatu. Ia harus tetap diam, menunggu celah untuk bergerak tanpa menarik perhatian.
Namun sayangnya, keheningan itu pecah dalam sekejap. Saat Cassius hendak mundur untuk berlindung di balik salah satu patung, kakinya menginjak sesuatu yang rapuh—sebuah tangan batu yang telah terlepas dari tubuhnya.
“KRAKK!!..”
Suara retakan tajam itu bergema di sepanjang lorong gua, memantul dari dinding ke dinding, seakan berbisik kepada setiap sudut kegelapan bahwa ada penyusup di tempat ini. Cassius hanya bisa membeku.
Dalam sekejap, Fire Spirit yang sebelumnya hanya diam menatap ke depan berhenti bergerak. Kepala makhluk api itu perlahan menoleh, dengan sorot mata berwarna bara yang menyala seperti kobaran api. Udara di dalam gua yang dingin tiba-tiba berubah menjadi lebih panas. Cassius bisa merasakan hawa terik yang menyelimuti punggungnya meski ia belum disentuh oleh api.
“Sial…” Wajahnya menegang saat menyadari kecerobohan yang ia lakukan. Dengan cepat, Cassius merunduk dan bersembunyi di balik reruntuhan patung, berusaha menahan napas. Namun, dia tahu betul bahwa itu tidak ada gunanya. Fire Spirit pasti sudah menemukannya.
“Kenapa aku tidak melihat tangan sialan itu tadi!? Kenapa aku bisa seceroboh ini!?" gumamnya dalam hati. Detak jantungnya terasa semakin cepat, dan keringat dingin mulai terbentuk di pelipisnya terlebih lagi udara di sini sudah cukup panas untuk memanggang kulitnya. Pikirannya berpacu berusaha menemukan cara untuk bisa lolos.
“Apa yang harus kulakukan!? Tidak mungkin aku bisa menang jika harus menghadapinya. Aku hanya akan jadi obor hidup!!”
Api yang menyelimuti tubuh Fire Spirit semakin berkobar saat makhluk itu mulai bergerak menuju sumber suara. Dia melayang pelan, tetapi pasti. Seakan-akan ia menikmati momen ini, membiarkan rasa takut Cassius tumbuh sebelum akhirnya mencaploknya dalam kobaran api.
"Arghh… Tidak ada pilihan!" Cassius mengepalkan tangan, berusaha menenangkan detak jantungnya. Matanya menyapu sekitar, mencari jalan keluar. Ia tidak punya waktu untuk berpikir panjang. Jika harus kabur, maka ia akan kabur—meskipun itu berarti ia harus terbakar lebih dulu. “Aku akan berusaha kabur meski harus jadi obor hidup lebih dulu!!”
Namun kali ini keberuntungan berada di pihak Cassius, Fire spirit itu entah mengapa berhenti. Hawa panas yang tadi menyelimuti udara mulai mereda sedikit demi sedikit. Cassius, yang sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk, hanya bisa diam dan menunggu dengan jantung yang berdegup kencang. Sesuatu yang tak terduga terjadi, dari dinding gua ia melihat cahaya membara yang berasal dari api fire spirit itu mulai meredup. Cassius menyipitkan mata dari balik perlindungannya, mengamati makhluk itu dengan penuh kewaspadaan.
“…Dia tidak mendekat?”
Tetapi apa yang terjadi berikutnya cukup mengejutkan. Fire Spirit berbalik kembali ke arah seseorang yang berjalan dibelakangnya tadi—sosok tua yang masih berada dalam pengaruh kekuatan misterius. Lalu dengan gerakan santai, Fire Spirit itu mengangkat satu tangannya, dan menunjuk tepat ke arah depan mereka. Dia menunjuk ke sebuah ruangan yang gelap gulita. Tidak ada nyala api ataupun cahaya dari mineral di sana, tidak ada pula cahaya yang memantul dari dinding berbatu yang dipenuhi tubuh membatu. Hanya kegelapan murni, pekat dan tak menampakkan dasarnya. Cassius yang sudah beberapa saat terdiam memberanikan diri mengintip untuk mengetahui situasi lebih jauh.
“sekarang apa yang akan dilakukanya..?? kenapa mereka hanya berdiri di situ..??” tanya Cassius dalam hati.
Sejenak, Fire Spirit tetap diam, seakan menunggu sesuatu. Kemudian, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tubuhnya mengecil—nyalanya meredup hingga hanya tersisa setitik api kecil yang mengambang di udara. Cassius mengerutkan keningnya. Lalu dalam sekejap, titik api itu melesat secepat anak panah yang dilepaskan ke udara, api kecil itu seakan menembus angin meninggalkan jejak samar berwarna jingga yang menghilang dalam sekejap. Ia melesat keluar dari gua, menghilang begitu saja dalam kegelapan meninggalkan Mulgur yang masih dalam keadaan terpengaruh suatu kekuatan misterius.
Cassius tetap diam di tempatnya untuk beberapa saat, memastikan bahwa Fire Spirit benar-benar sudah pergi. Barulah ia perlahan menghela napas—tapi bukan karena lega. Matanya kembali tertuju ke depan, ke dalam kegelapan mutlak yang tadi ditunjuk oleh Fire Spirit. Setelah dengan cermat memastikan kondisi sekitar, Dengan langkah hati-hati, ia bergegas menghampiri sosok pria tua yang tadi bersama Fire Spirit.
Pria tua itu duduk diam di lantai gua dengan ekspresi kosong. Tidak ada ikatan, tidak ada luka yang terlihat di tubuhnya, tetapi ada sesuatu yang aneh dengan dirinya. Cassius melangkah mendekat lalu berjongkok di sampingnya, menatap wajah pria tua itu dengan cermat. Matanya terbuka, tetapi terlihat kosong—tidak ada fokus, juga tidak ada kesadaran di sana.
"Hei..." Cassius mencoba memanggilnya. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau ada di sini?" Namun dia sama sekali tidak merespon.
Cassius mengerutkan kening. Pria tua ini masih hidup, dia bernapas, tetapi seolah-olah jiwanya tidak ada di tempatnya.