Nayara Kirana seorang wanita muda berusia 28 tahun. Bekerja sebagai asisten pribadi dari seorang pria matang, dan masih bujang, berusia 35 tahun, bernama Elvano Natha Prawira.
Selama 3 tahun Nayara menjadi asisten pria itu, ia pun sudah dikenal baik oleh keluarga sang atasan.
Suatu malam di sebuah pesta, Nayara tanpa sengaja menghilangkan cincin berlian senilai 500 juta rupiah, milik dari Madam Giselle -- Ibu Elvano yang dititipkan pada gadis itu.
Madam Gi meminta Nayara untuk bertanggung jawab, mengembalikan dalam bentuk uang tunai senilai 500 Juta rupiah.
Namun Nayara tidak memiliki uang sebanyak itu. Sehingga Madam Gi memberikan sebuah penawaran.
"Buat Elvano jatuh cinta sama kamu. Atau saya laporkan kamu ke polisi, dengan tuduhan pencurian?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Bapak Suka Wanita Yang Menutup Aurat?
Seorang wanita berpakaian muslimah menyambut kedatangan Elvano dan Nayara saat masuk ke dalam sebuah kedai bubur ayam.
Ia bernama Hannah Hannifa. Nayara tentu mengenalnya. Bukan karena sudah sering makan ditempat itu. Tidak! Tetapi karena wanita itu adalah pemilik kedai, sekaligus teman masa kuliah Elvano dulu.
“Kamu cari tempat duduk. Biar saya yang pesankan.” Ucap Elvano kepada sang asisten pribadi.
Nayara mengangguk patuh. Ia mencari tempat di sudut ruangan. Pagi itu, kedai bubur ayam Bu Hannah lumayan ramai.
Lima menit berlalu, dari tempat duduknya Nayara melihat Elvano dan Hannah mengobrol sesekali tertawa.
“Pesan berapa porsi sih? Lama sekali.” Gerutu Nayara.
“Ingin makan bubur ayam cuma akal - akalan saja, biar bisa bertemu dengan pemilik kedai.” Imbuh gadis itu.
Nayara kemudian mengeluarkan ponselnya. Ia mengambil gambar Elvano dan Hannah yang sedang berbincang . Lalu mengirim kepada Madam Giselle.
“Sepertinya pak El suka yang menutup aurat seperti ini, Madam.”
Sebaris kalimat Nayara sematkan pada gambar yang ia kirim.
Pantas saja selama ini Elvano mual melihat wanita berpakaian ketat. Rupanya pria itu suka tipe seperti Aisha dalam film Ayat - Ayat Cinta.
Ting!
Sebuah pesan balasan dari Madam Giselle.
‘Tembok mereka terlalu tinggi. Tembus ke langit.’
Nayara mendengus pelan setelah membaca kalimat itu.
Keluarga Prawira tidak mungkin membiarkan Elvano ikut dengan Hannah ‘kan? Ia keturunan laki - laki terakhir yang tersisa.
“Kamu kenapa?” Tanya Elvano yang baru saja tiba dan duduk di hadapan Nayara.
“Bapak sukanya wanita yang menutup aurat seperti Bu Hannah?” Tanya Nayara tanpa basa - basi.
“Maksud kamu?” Elvano tak mengerti. Pria itupun mengerutkan dahinya.
Nayara hendak kembali bicara. Namun seorang pemuda datang membawa pesanan mereka.
Dua porsi bubur ayam, dan dua teh hangat.
“Bapak selama ini mual kalau di dekati wanita berpakaian minim. Tetapi, dengan Bu Hannah, sepertinya sangat nyaman. Ngobrol santai sambil tertawa.” Ucap Nayara sembari mengaduk bubur di dalam mangkok.
“Sama kamu saya juga nyaman, Ra.” Ucap Elvano. Pria itu juga ikut mencampur isi di dalam mangkok miliknya.
Dan Nayara baru menyadari itu. Selama ini, ia berpakaian longgar dan tertutup. Mirip dengan Hannah. Bedanya ia tidak menggunakan penutup kepala.
“Ya ‘kan beda konteks, pak. Bapak jomblo selama ini pasti karena Bu Hannah, ‘kan?” Terka gadis itu.
“Kamu ini. Sudah berani ya sekarang?” Elvano berdecak sembari menggeleng pelan.
“Ingat pak. Walau kalian se - Amin, tetap saja tidak se - Iman. Tembok yang membatasi tinggi menjulang. Tembus ke langit.” Ucap Nayara kemudian. Ia mengcopy kalimat Madam Giselle.
Elvano terbatuk pelan. Dengan sigap Nayara menyodorkan gelas teh hangat milik pria itu.
“Kamu terlalu sering bertemu dengan mami, Ra. Lama - lama kamu jadi ketularan tingkah mami.” Ucap Elvano.
“Madam Gi tidak setuju ya, kalau bapak sama Bu Hannah? Padahal dari segi visual kalian cocok.“ Gadis itu masih saja memancing.
“Kamu jangan bicara sembarangan, Nara. Siapa yang suka sama Hannah? Dia itu anak pak Haji dan sudah bersuami.” Elvano berbicara dengan nada sangat pelan.
“Kelihatan dari sorot mata bapak. Kalau bicara sama Bu Hannah, seperti ada banyak bintang. Jangan - jangan, sebenarnya pak El mau bertemu dia ‘kan? Bukan lagi ingin makan bubur ayam?”
Nayara seketika mengatupkan bibirnya saat melihat Elvano.
Pria itu mendelik tajam ke arah sang asisten pribadi setelah mendengar kalimat panjang yang gadis itu ucapkan.
“Saya bercanda. Selamat sarapan, pak.” Ucap gadis itu sembari tersenyum lebar.
.
.
.
Hannah Hannifa memang bukan sosok asing dalam kehidupan Elvano. Wanita berusia dua tahun lebih muda darinya itu, merupakan adik tingkat Elvano semasa kuliah.
Hannah wanita yang ramah, sopan dan sangat nyambung saat di ajak bicara. Mereka pun sempat melakukan pendekatan.
Namun sayang, pak Haji melarang anaknya untuk menjalin hubungan dengan orang yang berbeda keyakinan dengan mereka.
Begitu pula dengan keluarga Prawira. Terutama Madam Gi. Memang tidak melarang secara langsung. Tetapi suka menyindir secara halus.
“Jika kamu mencintai dia, kamu tidak mungkin merebut wanita itu dari Tuhannya.”
Kalimat yang masih Elvano ingat sampai saat ini. Bahkan selalu terngiang saat bertemu dengan Hannah.
Dan tentang tafsiran Nayara mengenai wanita berpakaian ketat yang membuat Elvano mual, itu bukan karena dirinya menyukai Hannah sampai saat ini.
Namun karena memang pria itu belum bertemu dengan wanita yang cocok untuk hatinya.
“Apa jadwal saya hari ini?” Tanya Elvano saat tiba di depan meja sekretarisnya.
“Sebentar, pak. Saya forward ke Nara —
“Kamu yang bacakan langsung.” Potong Elvano sembari berjalan menuju ruang kerjanya.
Dewi, sang sekretaris menatap bingung. Sebab, biasanya urusan jadwal sang pimpinan ia hanya perlu mengirim pada Nayara.
“Bapak kenapa, Ra?” Tanya Dewi sembari bersiap ikut masuk ke dalam ruangan sang atasan.
“Aku salah bicara, mbak.” Bisik Nayara.
Sepertinya dirinya memang salah bicara. Atau mungkin Elvano yang sensitif tentang Hannah?
Entahlah. Gadis itu hanya ingin tau tipe wanita idaman Elvano, agar dirinya mudah merayu pria itu.
Tetapi nyatanya sangat susah sekali.
Suasana ruang kantor Elvano menjadi hening setelah kepergian Dewi.
Nayara tidak berbicara. Namun ia sudah tau apa saja jadwal Elvano hari ini. Dewi tetap mengirimkan jadwal pria itu padanya.
“Maaf pak. Sudah waktunya untuk bertemu dengan klien.” Nayara memberanikan diri untuk berbicara setelah hampir setengah hari bungkam.
“Saya kira kamu sariawan.” Ucap Elvano sembari melirik arloji mahal di pergelangan tangannya.
“Maksud pak El —
“Dari pagi kamu diam. Saya kira lidah kamu melepuh setelah makan bubur ayam.” Pria itu kemudian bangkit dari tempat duduknya.
“Bukannya bapak yang tidak mau berbicara dengan saya.” Cicit gadis itu.
Ia mengekori langkah Elvano. Kemudian membantu memakai jas, dan merapikan dasi pria itu.
“Makanya lain kali jangan sok tau. Hannah itu sudah memiliki suami. Untung tidak ada yang mendengar ucapan kamu.” Elvano menyentil kening gadis itu dengan lembut.
Nayara mengusap keningnya. Pria itu suka sekali menyentilnya.
“Tapi, yang saya katakan ada benarnya ‘kan? Bapak pernah ada perasaan sama Bu Hannah?”
“Jangan mulai lagi. Atau saya pergi dengan Dewi saja.” Delik Elvano.
Pria itu tidak suka membahas masalalu yang ia rasa tidak ada gunanya. Ia pun berjalan menuju pintu ruangannya.
“Ya sudah. Dengan mbak Dewi atau saya, sama saja ‘kan? Cuma mencatat poin pembicaraan kalian.” Gadis itu berdiri di tengah ruangan yang luas itu.
“Beda. Saya tidak leluasa dengan Dewi.” Tukas Elvano.
Nayara mengedikan bahunya. “Sudah tau tidak terbiasa. Lagunya mau mengajak mbak Dewi.” Gerutu gadis itu, ia pun melangkah mengikuti sang atasan.
“Kamu mengumpat saya?” Elvano membalik badan tegapnya.
“Tidak pak. Ini, selalu saja kelupaan.” Nayara menunjukkan tas kerjanya.
Mana berani Nayara mengumpat Elvano?
nungguin si el bucin sama si nay..
ayok kak hari ini upny double 🤭