Vio, seorang penulis novel amatiran yang terlena dalam dunianya, melupakan kehidupan nyata dan asmara setelah beberapa kali merasakan sakitnya patah hati. Saat menyadari usianya akan memasuki kepala tiga, ia, atas desakan kedua orangtuanya di paksa untuk segera menemukan pasangan hidup. Keanehan muncul ketika ia bertemu Ayusa, pria yang tampak sempurna, tanpa menyadari bahwa Ayusa bukan manusia. Ajaibnya lagi, setelah mengenal sosok Ayusa, Vio menjadi peka dan bisa merasakan kehadiran mahkluk dari alam lain, membuatnya percaya bahwa di dunia dan alam semesta beserta isinya ini tidak hanya di diami oleh manusia ataupun mahkluk hidup yang ada di bumi secara kasat mata. Ia percaya kehidupan itu menyebar secara luas dengan tingkat dan dimensi yang mereka huni masing-masing.
...
Kisah ini menggabungkan unsur Fantasi, Horor, dan slice of life.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marthin Liem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perselingkuhan
Setelah permainan panas mereka, tubuh Ayusa, sang iblis, berubah merah dan memancarkan panas seperti kobaran api yang melibas ruangan. Vio, yang biasanya terlelap setelah sesi tersebut, merasa kerinduan kepada kedua orangtuanya. Firasat tak baik menghantui pikiran dan hatinya.
Dalam langkah tergesa-gesa, Vio beranjak dari tempat tidur dan menuju dinding dimensi ruang waktu. Dengan hanya niat, ia berhasil mencapai dunia manusia. Saat tiba di rumahnya, suasana kelam dan porak-poranda menyambut, bersama suara teriakan kedua orangtuanya di sudut lain.
"Sandy, jangan sakiti kami! Sadarlah!" teriak Pak Burhan, sementara Bu Alina tampak hancur dan terpukul dengan keadaan anak mereka.
"Sandy, ini Mama, Nak. Kenapa kamu tega menyakiti kami? Sadar, Nak, sadar!" rintih Bu Alina. Sandy tertawa menggelegar dengan suara yang tidak mungkin berasal darinya.
"Hahaha... Kalian berdua akan mati di tanganku!" ancam suara yang sepertinya bukan milik Sandy.
Vio terperanjat mendengar semua itu dan segera mencari sumber masalah. Ternyata, ia melihat tubuh Kakaknya dikuasai oleh siluman harimau. "Hentikan!" teriak Vio, tapi Sandy, yang tak dapat melihatnya, hanya terus terjerat dalam pengaruh siluman itu.
Siluman itu melempar seringai ke arah Vio seolah tak terpengaruh. "Keluarlah dari tubuh Kakakku!" usir Vio, tetapi siluman tampak enggan.
"Kamu tak bisa! Dia adalah milikku, incaranku, hahahaha.... " tawa siluman tersebut menggema. Vio tak bisa menerima.
"Keluar dan hadapi aku!" tantang Vio, tetapi siluman terus mendiami tubuh Sandy.
"Kamu itu bandel ya!" Vio menarik ekor sang harimau, dan akhirnya, siluman itu terseret keluar dari tubuh Sandy yang kemudian pingsan setelah kepergiannya.
Dalam auman siluman harimau, Vio terus menyeret tubuh siluman dan melemparnya jauh seakan terasa ringan.
"Arrg... Aku akan kembali lagi!" ancaman siluman itu bergema sebelum pergi.
Pak Burhan dan Bu Alina mendekati tubuh Sandy yang terkapar, lalu Pak Burhan membuka pintu rumah yang kini seakan mudah.
Beberapa tetangga datang, bertanya-tanya tentang apa yang terjadi pada Sandy.
Tubuh pria itu diangkat menuju kamarnya, dibantu oleh warga. "Sepertinya Sandy mengalami guna-guna," ucap Pak Darman berspekulasi.
"Ya, bisa jadi." Pak Mathius mengangguk. "Kenapa tak mendatangkan Pastor kemari?" usul Pak Matius.
"Kami sebenarnya sudah berniat, tetapi Sandy mengamuk dan menghancurkan ponsel saya, Pak," ujar Bu Alina. Pak Mathius, yang taat beribadah, mengenal seorang Pastor bernama Luther yang ahli menangani masalah semacam ini. Ia pun menghubungi Pastor Luther untuk menangani situasi tersebut.
***
Sementara di tempat berbeda...
Dua jam telah berlalu, dan permainan terlarang antara Hans dan Sintia telah usai. Kini, hanya tinggal rasa lelah dan sisa-sisa cinta yang tercecer di aset berharga Sintia. Wanita itu merasakan hangat lava penuh gairah Hans mengalir di area miliknya.
Hans masih memeluk erat tubuh Sintia, seolah enggan beranjak, meskipun panggilan dari anak buahnya terus bergetar lewat ponsel. "Aku ingin berlama-lama di sini bersamamu, Sintia," ucap Hans, mengisi kesunyian setelah momen intens mereka. Ia mengecup singkat kening Sintia yang dipenuhi keringat, dan Sintia tersenyum, membangkitkan kembali hasrat dalam diri Hans.
Singkat cerita, Hans melirik jam di ponselnya, dan kedua matanya membelalak. Jordan, sang bos, bertanya tentang kepergiannya yang telah berlangsung hampir setengah hari karena terlalu asyik bersama Sintia. "Duh, mampus aku kena marah Pak Jordan!" batin Hans, wajahnya tegang. Ia segera bergegas membersihkan tubuhnya dan mengenakan kembali pakaiannya.
"Sintia, aku harus kembali ke pabrik," pamitnya sambil tersenyum. Hans meraih tubuh wanita itu yang belum mengenakan pakaian, dan merengkuh dengan mesra. Ia meraba benda kenyal milik Sintia, kemudian menghisapnya dengan gemas dan penuh nafsu.
"Ah, jadi berdiri lagi, kan," goda Hans, memperlihatkan kebangkitan miliknya di balik celana. Sintia mengelusnya dengan lembut, lalu mendaratkan ciuman di bibir Hans sebelum berpisah.
"Kalau Bapak ingin, Bapak bisa temui aku kapanpun," rayu Sintia, dan Hans terasa tertantang mendengar hal itu, sampai-sampai ia tak ingat dan memikirkan istrinya di rumah.
***
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Malam itu, Hans pulang ke rumah setelah menyelesaikan pekerjaan di pabrik, membereskan laporan, dan menganalisis data pekerjaan karyawan shift pagi. Ia menyusun laporan tersebut dan membawanya ke kantor.
Seperti biasa, Reina dan anak mereka selalu menyambut kepulangan Hans dengan antusias.
"Intan, lihat nih, Papa membawa makanan kesukaanmu," ucap Hans sambil menaruh bingkisan makanan di atas meja.
"Hore... " intan bersorak kegirangan.
Reina membuka jas kerja suaminya dan mengendus aroma parfum wanita yang tercium di pakaiannya.
"Kok wanginya lain?" tanya Reina penuh curiga. Hans terdiam sejenak, berusaha menyusun kata.
"Ehm... Tadi karyawanku ada yang jual parfum. Dia menawariku, lalu aku mencobanya di pakaianku. Ternyata malah parfum perempuan, kan sial!" kilahnya merangkai cerita palsu agar Reina percaya.
"Oh, aku kira kamu habis selingkuh!" sindir Reina. Hans langsung mendekapnya erat. "Kok kamu menduga begitu, Ma?" tanya Hans pura-pura, tak menunjukan ketegangan, ia bersikap rileks dan santai.
"Ya, habisnya aku punya firasat tak enak tadi siang," jawab Reina seraya melonggarkan pelukannya, tetapi Hans menunjukan reaksi berlebihan.
"Loh, suami sedang sibuk bekerja kok dicurigai. Kamu ini mulai aneh deh! Itulah gara-gara kebanyakan nonton drama, jadi kebawa sampai dunia nyata! Kamu mulai tak percaya padaku? Aku tidak suka dituduh macam-macam sepertu itu. Aku ini capek habis pulang kerja!" cerocos Hans, menunjukkan wajah yang kelelahan sambil merebahkan tubuhnya di atas sofa. Reina yang merasa bersalah, duduk di sebelah suaminya.
"Maafkan aku, Pah, aku tidak bermaksud begitu." Reina hendak menyentuh pundak Hans, tetapi lelaki itu meloloskan diri, tidak ingin disentuh oleh istrinya.
"Alah!" Hans beranjak dan segera membersihkan diri. Reina meraih pakaian suaminya yang kotor, lalu mengendusnya berkali-kali.
"Seperti wangi parfum tercampur keringat," ujarnya, berupaya untuk terus berpikir positif.
Lantas, wanita itu mengajak Intan untuk segera tidur.
"Intan, ayo sayang." menuntun lengan Intan, dan membawa ke kamarnya.
Seusai bocah itu tidur, ia menemui Hans di kamar mereka.
"Sayang." Reina memanggil dengan suara lembut, melihat Hans sedang sibuk dengan ponselnya sembari tersenyum.
"Lagi chat siapa, sih?" Ia duduk di samping suaminya, dan dengan cepat, Hans menyembunyikan isi chat itu dari Reina.
"Ehm... Ini aku lagi chat sama Pak Jordan," kilahnya terlihat gugup. Reina memandang penuh curiga.
"Chat dengan Pak Jordan kok sambil senyam-senyum? Perasaan Pak Jordan itu orangnya gak bisa di ajak bercanda, loh."
Hans mulai risih atas interogasi istrinya. "Kamu tuh apaan sih? Masih curiga sama aku?" bentak Hans, menunjukkan gelagat yang berbeda dari biasa.
Sebelumnya, ia adalah sosok suami yang lemah lembut. Namun, entah mengapa sekarang seperti sosok lain di mata Reina.
"Kok, kamu marah-marah terus sama aku? Padahal kan, aku tanya baik-baik," ujar Reina berusaha berbicara lembut kali ini. "Kalau aku salah, aku minta maaf, sayang." Reina merayu Hans, tetapi tampaknya lelaki itu hanya bergeming seakan kehadiran Reina mengganggu keasyikan dirinya yang sedang bertukar chat bersama Sintia.
"Aku tak terima, karena kamu sudah tuduh aku macam-macam! Kalau kamu sudah tak percaya padaku, ngapain juga kamu bertahan!" bentak Hans, Reina menitikan air mata, tak menyangka jika Hans akan menunjukkan reaksi berlebihan seperti ini.
"Ya, aku sadar aku salah, aku minta maaf." Reina meraih tangan Hans dan mengecupnya, dengan cepat lelaki itu menarik tangannya dari genggaman Reina.
"Udah ah, aku ngantuk, cape!" Hans berpaling dari pandangan istrinya.
"Sayang, apa kamu tak mau menyentuhku?" tawar Reina, karena biasanya hampir tiap malam sebelum tidur mereka selalu melakukan kewajiban. Namun, Hans pura-pura terlelap. Reina menggerakan kakinya pelan dan berusaha terus menggodanya.
"Apaan sih?" Hans kembali bangkit dengan nada emosi.
"Aku cape! Lain kali saja!" tolaknya, Reina merasa ada yang disembunyikan dari suaminya kali ini.
Ia menunggu sampai Hans tertidur, kemudian merayap meraih ponselnya diam-diam.
Namun, ketika hendak menyalakan benda tersebut, ponsel itu dikunci, dan password nya tidak ia ketahui. Biasanya Hans tak pernah menggunakan password di ponselnya.
"Ya Tuhan, apa yang disembunyikan oleh suamiku?" batin Reina dengan kecurigaan yang semakin besar.
Malam itu, Reina yang tak bisa tidur memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut apa yang disembunyikan oleh Hans.
...
Reina berbaring di tempat tidur, memejamkan matanya dan berpura-pura tertidur.
Di sisi lain, Hans yang menyadari istrinya sudah terlelap, perlahan meraih ponselnya yang diletakkan di atas nakas. Dengan hati-hati, ia duduk tegak, menyandarkan punggungnya di headboard tempat tidur, sementara tangannya tak bisa lepas dari ponsel yang memancarkan cahaya redup.
Reina membuka sedikit celah matanya, memperhatikan dengan diam kegiatan Hans.
Di kegelapan kamar, cahaya ponsel menerangi wajahnya yang tampak serius, seperti sedang terlibat dalam sesuatu yang lebih dari sekadar rutinitas harian. Suasana itu membuat Reina merasa waspada dan penasaran terhadap apa yang sedang terjadi.
"Dia seperti seseorang yang sedang jatuh cinta," batin Reina, tak terasa air matanya lolos membasahi bantal.
...
Bersambung...
gak terasa makasih thor suka ceritanya 😘
kamu hancur hans Reina otw bahagia banget bakal dapet suami soleh mapan ganteng apalagi coba ...