Cewek matre? Itu biasa! Lalu, bagaimana dengan cowok matre? Sangat luar biasa.
Itulah yang Delia rasakan, memiliki kekasih yang menjadikannya seperti ATM berjalan. Hingga pada akhirnya, putus cinta membawa Delia yang tanpa sengaja menghabiskan satu malam bersama dengan pria asing.
Bagaimana cerita Delia selanjutnya? Yuk simak!
So Stay Tune!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 29 ONS
Delia menjadi pemurung dan pendiam, dia merasa trauma berat ketika membayangkan kejadian satu bulan yang lalu. Kini Tante Reina sudah pindah ke luar kota, Delia memintanya untuk menjual rumah dan membeli yang baru di luar kota sana. Reina pun setuju, dia juga merasa takut kejadian yang hampir merenggut nyawanya itu terulang kembali.
Aryan masuk ke dalam kamar, sudah satu Minggu ini dia tidak masuk ke kantor karena mengurus Delia. Bahkan, hanya untuk makan saja dia tidak berselera. Delia yang biasanya cerewet dan tidak bisa diam di kamar, kini sifatnya berubah drastis. Aryan merasa bersalah dengan hal itu. Dia duduk di sebelah Delia, kemudian mengelus rambut wanita itu dan tersenyum tipis. Entahlah, hatinya merasa aneh jika berada di dekat Delia.
"Kau mau makan? Ini sudah jam sembilan." tanya Aryan, karena memang Delia belum memakan apa pun dari tadi siang. Sedangkan pagi, dia hanya sarapan roti dan segelas susu.
"Aku tidak lapar." Delia menunduk. "Kenapa ini terjadi padaku?" tanyanya bersedih.
"Apa kau punya musuh?"
"Tidak! Bahkan aku tidak pernah mengurusi hidup siapa pun." Delia menatap Aryan dengan lekat. "Atau jangan-jangan, kau yang punya musuh? Kau ini kan pebisnis, seorang pengusaha terkenal. Mungkin saja, ada orang yang iri denganmu dan berniat menyakiti orang-orang di sekelilingmu."
Aryan memperhatikan Delia dengan mata yang penuh perhatian. "Aku tidak tahu, Delia. Tapi aku akan mencari tahu siapa yang sudah melakukan ini padamu," kata Aryan dengan suara yang tegas.
Delia memperhatikan Aryan dengan mata yang sedikit berbinar. "Kau akan melindungiku?" tanya Delia dengan suara yang lembut.
Aryan mengangguk. "Aku akan selalu melindungi kalian berdua. Kau tidak perlu khawatir," kata Aryan dengan keseriusan. "Kau tunggulah disini sebentar, aku akan ambilkan makanan untukmu." Aryan keluar dari kamar.
Delia menghela napas panjang, dia merasa Aryan tulus menjaga dan merawatnya. Dia pun sangat sering memikirkan Aryan, jika pria itu jauh darinya, hati Delia merasa gelisah. Saat sedang melamun, tiba-tiba Delia mendengar suara sesuatu yang terjatuh di balkon. Dia penasaran, lalu pergi melihat apa yang terjadi di luar sana.
"Tidak ada apa-apa." ucapnya pelan. Delia hendak berbalik, tetapi kakinya memijak sebuah batu. Ada kertas yang terikat di batu itu.
"Siapa yang iseng melempar batu kesini?" Delia membuka ikatan itu, dia pun membaca isi kertas tersebut.
'Kau akan menderita jika masih hidup bersama dengan Aryan. Aku pastikan itu! Penderitaanmu sudah dimulai, dan bersiaplah untuk penderitaan selanjutnya.' isi surat tersebut.
Delia sontak melempar kertas itu, dia menggelengkan kepalanya. "Tidak! Ini tidak mungkin. Aryan!" teriak Delia.
Aryan yang kala itu masih dalam perjalanan menuju kamarnya, mendengar suara teriakan Delia. Dia berlari, kemudian meletakkan nampan atas meja.
"Delia!" teriak Aryan. Delia yang melihat Aryan langsung berlari menghambur ke dalam pelukan pria itu.
"Ada apa, hah? Kau kenapa?" Tanyanya merasa khawatir.
"A—ada seseorang yang mengancam ku, dia meminta agar aku pergi dari hidupmu. Itu, surat, disana."ucap Delia terbata-bata dengan air mata yang mengalir deras. Dia menunjuk ke arah balkon.
Aryan mengurai pelukan, dia menuntun Delia dan mereka bersama-sama ke balkon.
"Tidak ada apa pun disini, Delia." ujar Aryan setelah melihat kondisi di sekitar balkon itu.
"Tadi batu dan kertas itu ada disini, Ar! Tapi, kenapa sekarang tidak ada?" tanya Delia merasa heran.
Aryan mencoba menenangkan Delia, dia berpikir jika wanita itu sedang terkena serangan kecemasan karena kejadian bulan lalu.
"Ayo, makanlah dulu! Setelah itu istirahat." ajak Aryan kembali menuju ranjang. Dia membantu Delia untuk duduk disana, kemudian mengambil nampan berisi sup dan susu. Dirinya mulai menyuapkannya pada Delia.
"Aku sudah kenyang." ucap Delia setelah menghabiskan lima sendok nasi dengan lauk sup.
"Baiklah, sekarang istirahat. Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian." Aryan berbaring di sebelah Delia, dia menyelimuti tubuh wanita itu hingga batas leher.
Mereka berdua pun tertidur bersama.
Waktu terus berjalan, sekarang jam menunjukkan pukul dua dini hari. Delia merasa terganggu dari tidurnya, dia seperti mendengar suara bisikan yang terus memanggil namanya. Perlahan mata Delia terbuka, jantungnya berdegup kencang ketika melihat sosok berjubah hitam yang sudah berdiri di sebelahnya.
Sorot cahaya dari rembulan yang hanya menyinari kamar itu, membuat suasana seakan mencekam. Delia berteriak kala sosok berjubah hitam itu ingin menusuk perutnya.
"Aaaaaa!!!!!"
Sontak Aryan terbangun, dia menghidupkan lampu tidur. Dirinya melihat Delia yang menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangan.
"Ada apa, Delia?" Aryan memeluk wanita itu.
"Itu, ada yang ingin menghabisi ku, Aryan." tunjuk Delia ke sembarang arah. Napasnya tidak beraturan, bahkan dia menangis, dan keringat dingin sebesar biji jagung menetes di dahinya.
"Dimana? Siapa? Tidak ada orang disini. Bukalah matamu dan lihat baik-baik." ucap Aryan lembut. Delia pun memperhatikan ke sekeliling kamar, benar saja. Hanya ada mereka berdua di dalam sana.
"T—tapi tadi..." ucapan Delia tidak diteruskan karena Aryan meminta untuk kembali tidur.
"Sst. Ini sudah larut, lebih baik sekarang kau kembali tidur, aku akan menemanimu sampai kau tertidur pulas."
Delia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya pelan. Dia kembali memejamkan mata sambil memeluk lengan Aryan.
'Sepertinya aku harus membawa Delia ke psikiater. Tapi apa dia mau? Dia pasti menolaknya, dan berpikir aku ini menganggapnya tidak waras.' batin Aryan merasa bingung.
******
Bersambung
kaya kaca mbke /CoolGuy//CoolGuy/
biar della aja yg tunjukin bukti ke aryan biar dramatis dan usai