Pengantin Raja Iblis

Pengantin Raja Iblis

Terdampar di alam lain.

Vio, seorang penulis amatiran berbakat, telah menciptakan beberapa judul novel sukses di berbagai platform online.

Jari lentiknya selalu menari di atas keyboard laptop atau kadang-kadang bergerak gesit di layar ponsel.

Dalam tiga tahun lebih, dunianya terperangkap dalam kata-kata, melupakan realita kehidupan sehari-hari, sampai-sampai orang menjulukinya sebagai 'Jomblo Akut dan Perawan Tua.'

Karena sebetulnya, ia begitu bukan tanpa alasan, ia juga sebenarnya ingin seperti orang lain, akan tetapi keberuntungan dalam urusan asmara tak berpihak padanya.

****

"Mengapa terus begini, Vio? Saatnya kamu mencari pendamping hidup. Lihatlah teman-teman seusiamu, mereka sudah memiliki keluarga!" protes Bu Alina, mencoba menyadarkan putrinya yang hampir kepala tiga.

Sampai saat ini fisiknya hampir tak berubah, Vio tetap terlihat muda dan menggemaskan.

"Ah, berisik!" keluhnya, kesal mendengar ocehan sang ibu soal kehidupan asmara.

Vio pernah beberapa kali menjalin asmara. Namun, ia selalu gagal dan gagal, kerap di selingkuhi, dan sering kali menjadi korban ghosting dari mahkluk yang dinamakan 'Pria,' sampai-sampai ia muak dengan yang namanya "CINTA."

Dalam usahanya melepaskan kekecewaan, Vio mencurahkan segala luka lewat karya tulisnya, kendati belum menghasilkan banyak uang, tetapi dilakukannya dengan tulus karena cinta pada hobi dan kesenangan.

Vio, ingin menghindari ocehan sang ibu, masuk ke dalam kamar dan membuka laptopnya kembali, benda yang selalu menjadi sahabat setia dalam kesendirian dan kesepian.

Senyumnya merekah ketika membaca komentar-komentar pembaca yang memantik semangatnya untuk terus menulis.

Namun, tiba-tiba lelah menyerang. Matanya berat, tubuh menggeliat, mengajaknya ke tempat tidur untuk segera berbaring.

Sebelum melemparkan jiwanya ke alam mimpi, kesadaran masih menyusup. Ia merenungi nasib kehidupannya saat ini.

"Mungkin lebih baik aku mati saja, supaya bebas dari beban kewajiban mencari pendamping hidup. Aku muak terus menerus di singgung soal itu!" pikirnya dengan kalimat penuh emosi, lalu membalik tubuhnya dan kini dalam posisi terlentang, pandangannya lurus menatap ke arah langit-langit kamar dengan penerangan temaram.

"Aku sudah mati rasa untuk urusan asmara, tetapi Mama... mengapa terus mendesak aku untuk segera menikah? Pacar saja tidak punya, apa lagi calon!" Kerisauan merefleksikan wajah Vio, mewakili kebingungan yang ia rasakan.

Hingga terhempas ke alam mimpi, Vio mendapati dirinya berada di tempat asing, diantara deretan rumah mewah yang terletak di kanan dan kiri. Matanya mengerling ke sekeliling dengan ekspresi takjub luar biasa.

"Dimana aku?" gumamnya penuh kebingungan di luar batas, melangkah ke sudut lainnya.

Tiba-tiba, ia berpapasan dengan se sosok pria bertubuh tinggi, berbadan tegap, berparas rupawan dengan rahang tegas, bentuk wajah v shape, dan sorot mata kecil memicing tajam yang begitu menawan.

"Hei, halo..." Vio merasa jika ia benar-benar sedang berada di alam mimpi, dengan berani menyapanya penuh harapan.

Namun, sosok tampan berjubah hitam itu hanya menoleh dengan wajah geram seakan tak menyetujui kehadiran Vio, lalu sosok tampan itu melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan gangguan asing di sekitarnya.

Vio mencoba mengejar, hingga tubuh mungilnya menabrak punggung tegap sang pria.

Dengan tinggi badan sekitar 189 cm, tubuh atletis, dan kulit putih cenderung pucat.

Sosok itu terlihat sangat mengesankan, benar-benar idaman, melebihi ketampanan manusia yang ada di muka bumi ini, tak bisa di jelaskan dengan kata-kata dan ilustrasi.

Vio memberanikan diri menggenggam tangannya.

"Lepas!" Sang pria menghempaskan tangannya secara kasar, seakan tubuhnya merupakan sebuah benda mahal yang tak bisa di sentuh oleh siapapun.

"Kamu ini mengganggu sekali!" bentaknya tanpa ramah sedikitpun.

"Dasar, laki-laki sombong!" cibir Vio, melontarkan umpatannya, mencerminkan keberaniannya yang tak tergoyahkan.

...

Sinar matahari menyusup ke dalam jendela kamar Vio saat eksistensi pagi mulai terasa. Hangatnya menyapa, menyilaukan indra dengan kehadirannya yang membangunkan. Vio menggeliat malas, mulutnya menguap lebar, dan matanya bergerak perlahan membuka pandangan samar.

"Ah, ternyata hanya mimpi," gumamnya sambil bangkit dari tempat tidur. Duduk dengan memeluk bantal, ia memikirkan sosok pria tampan dalam mimpinya. "Dia begitu sempurna," bisiknya, tersenyum sambil memikirkan kilas balik indah dari pertemuan imajiner mereka.

Vio meraih ponselnya, membuka aplikasi novel untuk melihat perkembangan karyanya.

Dalam sinar pagi yang memeluknya, dia tersenyum, membayangkan bahwa meskipun mimpi, pengalaman itu memberinya inspirasi baru.

Dengan tekad membuat karya baru, Vio mulai merancang sinopsis, merangkai kata-kata untuk pembuka, dan membentuk blurb yang memikat. "Judulnya apa ya?" batin Vio, jemari lentik itu tak lepas dari ponsel yang erat digenggamnya.

Sambil menatap awan-awan yang beriringan di langit biru melalui kaca jendela kamar, Vio tiba-tiba merasa terilhami. "Ah, bagaimana kalau judulnya 'Dia Bersamaku'? Judul yang singkat dan menarik," pikirnya, senyum muncul di sudut bibirnya yang merenggang.

Tanpa ragu, ia mulai mengetik judul itu, setiap huruf terasa menjadi langkah pertama menuju karya baru yang mungkin bisa menarik hati para pembacanya.

Suara ketukan pintu bergema, namun Vio tetap enggan membukanya, terfokus pada setiap kata yang tercipta di pikiran. Panggilan itu ia abaikan begitu saja.

"Vio, sudah jam 10 pagi, matahari semakin tinggi, tapi kamu masih di dalam kamar! Dasar pemalas!" Ocehan yang selalu mengusik keasyikan hobinya menjadi mantra yang tak terelakkan.

Setelah 3 tahun yang lalu keluar dari pekerjaan karena masalah internal, Vio tidak lagi bekerja dan masih mencari pekerjaan yang sesuai dengan passion-nya, menggeluti hobi seorang diri.

Sang Ibu, jengah dengan ketidakpatuhan Vio, terus menggedor pintu dengan kasar, membangkitkan emosi dalam darah Vio yang tengah asyik dalam dunianya sendiri.

Gadis itu memekik kesal, menghentikan aktivitasnya. Mata dan jarinya terasa pegal setelah setengah jam mengetik naskah yang pada akhirnya, terasa sia-sia tanpa hasil yang berarti.

Dengan geram, ia membanting ponselnya, menghela napas, dan beranjak. Vio membuka pintu dengan rasa ingin tahu tentang ketukan yang mengganggu.

Tapi, tiba-tiba, terasa tamparan keras mendarat di pipinya.

"Vio, usiamu hampir 30 tahun, tapi kelakuanmu masih kekanak-kanakan dan tak jelas!"

Wajah Vio terhempas ke kiri, mengusap permukaan pipinya yang perih akibat sentakan keras sang Ibu.

"Aah, sakit!" Vio bergumam, rasa putus asa terasa tak terlukiskan.

Sang Ibu memberikan ancaman yang menusuk hati, berencana mengirimnya kepada Paman dan Bibi, tempat yang Vio tak ingin kunjungi. Keduanya adalah orang religius dan pekerja kasar, kontras dengan karakter dan passion Vio.

"Aku tidak mau, Ma!" tolaknya dengan tegas. Namun, tatapan mata sang Ibu menusuk bagai belati yang hendak menjatuhkannya ke dalam jurang nestapa.

"Kamu bikin malu keluarga, hidupmu tak jelas, nggak bisa membanggakan orangtua! Lihat sepupumu, semuanya udah berkeluarga. Kapan giliran kamu? Usiamu udah semakin tua!" papar sang Ibu, merendahkan semangat Vio yang tadinya tegar. Vio hanya bisa menelan liurnya kasar mendengar pemaparan yang tak memahami perasaannya.

"Mama pikir cari pasangan itu gampang?" kedua mata Vio memicing tajam, dadanya terasa sesak dan mencekik.

"Kemarin Mama sudah kenalkan kamu pada Titus, kamu malah nolak. Dia pria baik, religius, dan kayaknya tanggung jawab, kurang apa lagi?" cerocos Bu Alina, berusaha mengingatkan Vio tentang sosok Titus yang gemuk, berkulit sawo matang, berambut tipis, dan senyumnya memperlihatkan deretan gigi-gigi yang kekuningan.

Jika berdekatan dengan Titus, bau ketiaknya begitu menusuk dan memabukkan.

Membayangkan hal itu, membuat Vio langsung memutar matanya jengah.

"Ma, apakah tak ada pilihan lain untukku?" tanya Vio penuh penolakan terhadap tawaran tersebut, karena membayangkan hidup bersama Titus, mungkin akan terasa seperti neraka daripada kebahagiaan yang didapat.

"Masih mending ada yang mau sama kamu, Vio! Perempuan itu takdirnya dipilih, bukan memilih!" ucap sang Ibu, seolah tak ingin dibantah.

Namun, Vio tetap menolak pinangan Titus, menentang arus yang tidak sesuai dengan keinginannya.

"Pokoknya malam ini Titus akan datang, dan dia akan melamarmu. Kamu jangan menolak!" ucap tegas Bu Alina, suaranya seperti kilat yang menyambar. Mata gadis itu membelalak tajam.

Langsung, Vio melarikan diri ke dalam kamarnya, berdiri di balik pintu dengan tubuh gemetar. Ia tak ingin pertemuan dengan Titus terulang.

"Tuhan... aku harus pergi dari sini!" gumam Vio, lalu segera membersihkan tubuhnya di bawah aliran air yang turun dari atas, mencuci setiap ketegangan dan kekhawatirannya.

Usai mandi, Vio mengenakan bathrobe, mengaplikasikan skin care di wajah, dan menata rambut pendeknya. Ia menatap wajah di depan cermin, tersenyum dengan kedua mata yang bersinar.

"Meski usiaku bertambah, Tuhan memberikan fisik yang awet muda. Aku amat bersyukur, meski tidak secantik mereka," gumamnya. Setelah itu, ia mengenakan pakaian sesuai dengan gaya tomboynya, menyambar tas selempang, dan turun dari lantai atas.

"Mau pergi ke mana, Vio?" tanya Pak Burhan kepada putrinya.

"Aku mau jalan-jalan, Pah, suntuk!" jawab Vio, seakan buru-buru, dan bergegas keluar sebelum sang Ibu bisa menghalanginya.

Rona kegigihan terpancar dari matanya yang berkilau, menunjukkan keinginan kuat untuk menjauh sejenak dari segala tekanan di rumah.

Vio meraih sepedanya, melaju dengan langkah yang tanpa tujuan pasti. Setiap jalan yang ditempuhnya terasa hambar dan hampa, dunia seakan enggan memberinya sapaan hangat.

Seperti kodrat manusia pada umumnya, Vio merasa seperti tak dianugerahi takdir yang sempurna oleh Tuhan. Pertemuan yang tak kunjung terjadi, cinta yang tak pernah melabuhkan sayapnya, semua itu membuatnya merasa seperti hidupnya terperangkap dalam kehampaan. Meski kebahagiaan tampak menggoda dalam bayangan pikirannya, sulit untuk diwujudkan dalam realitas yang keras.

Bertemu seseorang, menjalin kasih, dan merajut asmara—semuanya seperti impian yang tak akan pernah ia rasakan. Mungkin seumur hidupnya akan diisi oleh kehampaan, dan kilasan bayangan kebahagiaan hanya menari-nari di benaknya, sulit untuk dihidupkan dalam realitas yang terasa begitu jauh.

Tiba-tiba, sejuknya embun menyelubungi tubuh Vio, meskipun hari sudah menunjukkan pukul 11 siang. Sensasi tak terduga itu membingungkannya, terutama karena kehadiran embun pada waktunya yang tidak lazim.

Padangannya terusik, sepedanya menerobos masuk ke dalam gumpalan embun. Ia mencoba memejamkan matanya untuk menghindari rasa perih yang mungkin timbul. Saat matanya kembali terbuka, Vio mendapati dirinya berada di tempat yang asing, tak pernah dilihat sebelumnya.

Bangunan megah dan mewah menjulang seperti istana dalam film dan dongeng. Vio menghentikan laju sepedanya, mengerlingkan mata, dan mengucek kedua matanya untuk memastikan kejelasan pandangannya.

"Ya Tuhan, aku ada dimana? Tempat apa ini? Indah sekali," gumamnya, kebingungan merajalela.

Ia melihat pesawat melintas begitu dekat di atas kepalanya hingga membuatnya menunduk sedikit. Angin berbisik lembut dan melibas rambutnya.

Pemandangan yang terbentang di depannya penuh dengan aktivitas padat dan sibuk.

Orang-orang berpakaian modern dengan gaya yang lebih maju daripada yang pernah dilihatnya. Kendaraan super mewah melintas, berbeda dari yang biasa ia temui, dengan sayap yang dapat terbuka dan tertutup secara otomatis.

Vio terdiam sejenak, mencoba meresapi keajaiban tempat ini yang seolah membawanya ke dunia lain yang begitu futuristik dan menakjubkan.

"Apakah aku sedang bermimpi? Atau aku ada di planet lain, barangkali?" Vio menampar pipinya, dan rasa sakit membuktikan bahwa ini bukanlah mimpi.

"Ah, ternyata ini nyata," ujarnya, masih bingung, saat ia tertegun melihat seorang pria yang tak asing.

"Dia, dia seperti yang aku temui dalam mimpi," bisik Vio, lalu ia memanggil. "Hei..." teriaknya, pria misterius itu, seperti dalam mimpinya semalam, tidak menjawab. Ia terus berjalan tanpa henti, langkahnya begitu cepat.

Vio bersusah payah mengejar sosok itu. Namun, entah mengapa langkahnya terasa begitu berat dan melelahkan, berkali-kali lipat dari biasanya.

"Hei, tunggu aku!" teriak Vio lagi berharap sosok itu akan menoleh saat mendengar seruannya. Tetapi, pria itu tetap melangkah tanpa memedulikan, seakan menjadi bayangan yang semakin sulit dikejar.

Akhirnya, setelah beberapa sentimeter jarak antara Vio dan pria itu, ia terjatuh dan meraih pergelangan kakinya yang kekar.

"Aaww..." Vio memekik, dan pria itu menoleh, mendongak ke bawah. Kedua mata mereka saling bertatapan. Vio terpesona oleh ketampanan pria asing itu; wajahnya bersinar, dengan sorot mata tajam yang menyipit, memberikan kesan seolah mengenakan riasan untuk mempertegas bingkai matanya, tetapi semuanya itu alami.

Alisnya sedikit tebal, dengan sedikit sebit di ujungnya, hidung mancung yang mempesona, kulit putih yang berkilau, dan bibir tipis nan merah muda tanpa keramahan. Wajahnya membawa pesona yang sulit diabaikan, membuat Vio terpaku pada ketampanan yang terpancar dari sosok pria tersebut.

Aroma tubuhnya begitu maskulin, tetapi pria itu mengenakan pakaian serba hitam dengan rambut yang sedikit memanjang, tanpa meredakan kegagahan yang dimilikinya.

"Si... Siapa kamu?" tanya Vio terbata, seolah menghadapi mimpi indah yang sedang terjadi.

"Aku Ayusa," jawabnya dengan nada dingin dan datar, tanpa senyum atau keramahan. Vio bangkit sendiri dengan susah payah.

"Sombong sekali dia!" pekik Vio, tetapi kedua matanya seakan tak bisa lepas memandang pesona Ayusa. Rasa kagum dan keheranan terpatri dalam tatapan Vio yang terpesona dengan misteri yang diusung oleh pria bernama Ayusa tersebut.

...

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Zila Aziz

Zila Aziz

baru mampir..harap lebih asyik jalan cerita nya

2024-01-14

0

lihat semua
Episodes
1 Terdampar di alam lain.
2 Dunia Elyrian
3 Tidak Percaya Tuhan
4 Pulanglah ke Duniamu
5 Sosok tak kasat mata
6 Kenapa Jomblo itu salah?
7 Sekte
8 LUCIFER
9 Iblis Tampan
10 Menikahi Raja Iblis?
11 Bertemu mantan durjana
12 Pengantin Lucifer
13 Malam pertama
14 Ritual Pemujaan
15 Jembatan anyaman tubuh manusia
16 Ratu Penguasa Samudra
17 Tumbal Pabrik
18 Rencana Jordan
19 Memasuki alam manusia
20 Para penghuni hotel
21 Incaran siluman Harimau
22 Tanduk Iblis
23 Penghuni Gudang Pabrik
24 Kerasukan
25 Sakit Hati
26 Susuk pengasihan
27 Jebakan Sintia
28 Godaan Sintia
29 Perselingkuhan
30 Amukan Raja Iblis
31 Hubungan gelap
32 Bucin?
33 Mayat hidup
34 Alien
35 Firasat
36 Kematian
37 Malam mencekam
38 Derita seorang pelakor
39 Obsesi
40 Wanita idaman lain
41 Siapa yang datang semalam?
42 Permainan kotor
43 Sift malam
44 Gangguan gaib
45 Melabrak
46 Tempramental
47 Tertangkap basah
48 Wajah mengerikan
49 Namanya SriKunti
50 Karma
51 Arwah
52 Kuntilanak
53 Setan
54 Terusir
55 ODGJ
56 OKB
57 Panas
58 Tumbal berikutnya
59 Meminjam uang
60 Amukan sosok misterius
61 Gentayangan
62 Obrolan Pagi
63 Wajah rusak
64 Kematian sang dukun
65 Bertemu sahabat lama
66 Pembvnuhan
67 67
68 68
69 69
70 70
71 71
72 72
73 73
74 74
75 75
76 76
77 Bau bangkai
78 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Terdampar di alam lain.
2
Dunia Elyrian
3
Tidak Percaya Tuhan
4
Pulanglah ke Duniamu
5
Sosok tak kasat mata
6
Kenapa Jomblo itu salah?
7
Sekte
8
LUCIFER
9
Iblis Tampan
10
Menikahi Raja Iblis?
11
Bertemu mantan durjana
12
Pengantin Lucifer
13
Malam pertama
14
Ritual Pemujaan
15
Jembatan anyaman tubuh manusia
16
Ratu Penguasa Samudra
17
Tumbal Pabrik
18
Rencana Jordan
19
Memasuki alam manusia
20
Para penghuni hotel
21
Incaran siluman Harimau
22
Tanduk Iblis
23
Penghuni Gudang Pabrik
24
Kerasukan
25
Sakit Hati
26
Susuk pengasihan
27
Jebakan Sintia
28
Godaan Sintia
29
Perselingkuhan
30
Amukan Raja Iblis
31
Hubungan gelap
32
Bucin?
33
Mayat hidup
34
Alien
35
Firasat
36
Kematian
37
Malam mencekam
38
Derita seorang pelakor
39
Obsesi
40
Wanita idaman lain
41
Siapa yang datang semalam?
42
Permainan kotor
43
Sift malam
44
Gangguan gaib
45
Melabrak
46
Tempramental
47
Tertangkap basah
48
Wajah mengerikan
49
Namanya SriKunti
50
Karma
51
Arwah
52
Kuntilanak
53
Setan
54
Terusir
55
ODGJ
56
OKB
57
Panas
58
Tumbal berikutnya
59
Meminjam uang
60
Amukan sosok misterius
61
Gentayangan
62
Obrolan Pagi
63
Wajah rusak
64
Kematian sang dukun
65
Bertemu sahabat lama
66
Pembvnuhan
67
67
68
68
69
69
70
70
71
71
72
72
73
73
74
74
75
75
76
76
77
Bau bangkai
78
78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!