TAMAT 29 Desember.
Jangan tuntut aku untuk sempurna, karena tak ada satupun di dunia ini manusia yang bisa sempurna! Termasuk aku!
Mungkin aku gila, aku wanita tergila yang pernah ada. Di masa lalu, aku menyewa lelaki yang kucintai hanya untuk kesenangan sekerjap mata.
Dan jika kemarin aku bodoh, hari ini aku lebih bodoh lagi... Entah, kapan aku pintar dalam hal memilih pasangan hidup...
Aku, Flory Alexa Miller yang tengah dalam dilema besar. Sebuah hubungan yang aku paksakan utuh, rupanya tidak baik-baik saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUA SEMBILAN
Billy menodongkan pisau pada mantan tunangannya, dia pikir dia ingin bertaubat, ingin menjadi baik walau harus berpura-pura lumpuh selamanya.
Namun, Liam membangunkan jiwa lain yang ada dalam dirinya. Billy berkali-kali mencoba bundir kembali, tapi Liam tak pernah datang lagi untuk memperhatikannya.
Cara ini cukup efektif rupanya, lihat saja, Liam dan King segera datang setelah Flory dan Maurin dia tangkap dengan susah payah.
Perjuangannya tak mudah, Billy harus mempelajari kegiatan Flory. Memiliki waktu yang cukup untuk berpura-pura lemah.
Juga, bisa keluar dari rumah yang dijaga ketat oleh orang-orang ayahnya. "Aku begini karena kamu juga yang mengkhianati aku!" teriaknya.
Liam meredup ekspresi, dia cukup menyesal kenapa sedari dulu harus menghindari Flory hanya untuk terjebak pada hubungan toxic ini.
Sebentar bundir, sebentar pura-pura sakit, dan ancaman ancaman yang tidak masuk di nalar manusia normal selalu dia dapati dari Billy.
Akan tetapi, dia juga berpikir kembali, King benar saat mengatakan, dulu Billy gadis yang manis dan baik-baik. Berbeda dengan Flory yang bar-bar dan suka sekali mengejarnya.
"Kamu cantik, Billy. Kamu bisa berjalan dengan baik, kamu bukan wanita miskin, lebih baik hapus masa lalu, kembali ke arah yang lurus! Kamu pasti bisa dapatkan lelaki yang lebih dari aku!" kata Liam beri saran.
"Aku cuma mau kamu!" Billy berteriak. Jika dia tidak bisa dapatkan Liam, maka Flory pun tidak akan pernah bisa.
"Ah!"
"Billy!" Liam berteriak dengan mata yang terbuka lebar.
Billy memutuskan untuk menusuk bagian pinggang kanannya sendiri. Di mana tusukan itu yang akan dia jadikan bukti bahwa Liam yang telah melakukannya.
Billy meringis, dia terjatuh di lantai yang dipenuhi dengan sampah. Matanya memohon pada Liam yang sudah iba padanya.
"Sa- kit, Em, sa- kit!" keluh gadis itu menghiba begitu miris.
"Billy!" Liam ingin menolong, tapi jika dia ambil pisau itu dari pinggang Billy, lalu kemudian gadis itu menghembuskan napas terakhir, dia yang akan menjadi tersangka.
Liam tak ingin lagi gegabah, dia akan bawa Billy ke rumah sakit dengan segera. Liam memutuskan untuk menggendong gadis itu untuk turun ke bawah.
"Ka- mu ha- rus di- pen- jara, su- paya nggak bisa nikah lagi sama Flory!" Billy merasa gagal karena Liam tak mau menyentuh pisau di pinggangnya. "Aku mau mati dan kamu dipenjara!" teriaknya meronta.
"Sentuh pisaunya!"
Billy berusaha memukuli dada Liam yang melangkah dingin tanpa menghiraukan dirinya. Pria itu cemas karena jauh di lubuk hatinya, Billy sudah seperti saudara.
"Papap mau ke mana?" Maurin dari atas melihat ayahnya melangkah tegak sambil membawa Billy menuruni anak tangga.
King berhasil menemukan sandi gembok katrol nya, kemudian segera menurunkan Flory dan Maurin dari atas.
"My princess!" Alex membuka ikatan di tubuh Flory kemudian memeluknya, sedang Maurin segera digendong oleh Roland. Lalu, King yang berlari lebih dulu menuruni anak tangga.
Di bawah, Liam sudah memasukkan tubuh Billy ke mobil, dan King yang akan menyetir sedang Liam menjaga Billy di jok belakang.
Seperti dulu saat masih menjadi anak badung bersama. Liam dan King selalu saling tahu tanpa perlu bicara terlebih dahulu.
"Lepas, biar aku mati!" Billy meronta-ronta, sementara mobil sudah mulai King jalankan.
"Matilah, tapi tunggu sampai Rumah Sakit, kau mengerti!" Meski istrinya gadis shalihah, King Miller tetap King Miller yang berhati dingin bahkan ingin Billy lenyap saja.
Berbeda dengan Liam yang masih berharap Billy bertaubat. Melanjutkan hidup normal seperti biasanya. "Di kiri, ada Rumah Sakit!"
"Harusnya Rumah Sakit Jiwa!" King mengumpat, komisaris di tempat kerja Flory memang sedikit tidak sabaran. Apa lagi, dulu dia pernah berada di posisi Liam saat ini.
"Aku mau mati, cepat bunuh aku Liam! Aku mau mati sekarang juga!" Billy menceracau dengan tubuh yang mulai lemas karena terlalu banyak kehabisan darah.
King mengebut, matanya hanya fokus ke jalanan, dia selip kanan selip kiri hanya untuk bisa segera sampai Rumah Sakit. King tahu, jika sampai Billy kenapa-kenapa di jalan, ini akan berbuntut panjang.
Plang Rumah Sakit terlihat, pria itu segera menepi walaupun harus diteriaki pengendara motor dan mobil lainnya karena selalu ambil jalur dengan menyerobot.
Tiba di depan IGD, King memberhentikan mobilnya. Lalu, Liam keluar lebih dulu, dia memberi kode pada petugas yang berjaga di depan untuk meminta bantuan.
Mau tak mau Billy dilarikan masuk, gadis itu sudah mulai lunglai. Darah di kemeja putih dan celana hitam Liam sudah berserakan.
Dokter ambil tindakan, King dan Liam menunggu di depan dengan masing-masing wajah lelahnya. Sampai, mata mereka menyambut kedatangan Roland, Maurin, Alex dan Flory yang terbaring di atas brankar.
"Flo..." Flory dimasukkan ke dalam ruangan khusus, tentu saja karena Alex Miller yang datang dan meminta perawatan spesial.
Segera Flory ditangani, syukurlah Flory baik-baik saja, dia hanya disuntik anastesi yang membuatnya terbangun setelah dua sampai tiga jam setelah pemberian bius.
"Tenang saja, setelah anastesi hilang efek, maka Nona akan segera siuman." Dokter itu pergi setelah tersenyum pada keluarga Flory.
Alex menemui pengacara, Roland dan King membawa Maurin untuk makan siang. Dan Liam yang menunggu Flory di kamar pasien.
Kurir datang bawakan paper bag pesanannya, karena Liam harus mengganti pakaian penuh darahnya dengan yang baru. Dan ketika itu terjadi, mata biru Flory diam-diam menikmati indahnya punggung bidang pria itu.
Hanya di lap saja, nyatanya tak cukup. Liam masuk ke kamar mandi agar lebih mudah menghilangkan noda merah di tubuhnya.
Flory mencebik bibirnya, dia kecewa, dia kira akan mendapat jackpot bisa menyaksikan mantan terpanas-nya mengganti pakaian di depan matanya.
Setelah cukup berenergi, Flory duduk dengan pelan, dia mencoba mengingat kembali bagaimana cara dia berada di dalam sini bersama Liam.
Walau dalam batin, dia tidak merasa kecewa sama sekali bisa berada di satu kamar yang sama dengan mantannya.
"Sudah bangun?" Flory melempar tatapan ke arah pria itu. Liam keluar dari kamar mandi dalam keadaan rambut dan dada yang basah.
Flory terdiam, terpaku, lalu sebuah kecupan manis mendarat di keningnya. "Maurin aman, kamu tenang saja."
"Ya Tuhan, Maurin!" Flory melotot, dia baru sadar, seingatnya, sebelum ini dia sedang menunggu Liam bersama Maurin, dan dia sempat melihat seringai Billy.
"Kenapa aku baru ingat?!" Flory bangkit, tapi Liam mencegahnya pergi. "Maurin lagi makan sama King. Kamu tunggu saja dulu."
"Apa yang terjadi, Liam?!"
Cup...
Flory bergeming menatap pria itu. Barusan kecupan lembut yang mendarat di bibir cukup menenangkannya.
"Maaf aku telat datang. Billy menculik kalian sebelum aku tiba." Liam mengusap pelan pucuk kepala wanita itu. "Tapi mulai dari sekarang, aku perketat pengamanan kamu."
"Harusnya kamu nikahi dia. Aku akan lebih aman tanpa kamu." Flory bicara sesuai fakta.
Sebelumnya dia merasa aman meski tak bisa memiliki kepuasan batin bersama Elang. Yah, setidaknya, dia tak bersaing dengan Billy yang memiliki gangguan jiwa.
"Aku harus apa supaya kamu mau kasih aku kesempatan lagi?"
"Tidak akan pernah ada kesempatan. Aku dan Hyun Jay sudah atur pernikahan," tolak Flory.
"Jadi kamu mau aku menyerah?" tawar Liam, dan Flory terdiam memikirkan ucapan yang terdengar menyebalkan.
"Aku menikahi Billy supaya kamu dan Maurin aman bersama Hyun, begitu?" tanya Liam kembali.
Liam menghela. "Kalau Hyun bisa setia, aku rela melakukan itu, sebelumnya aku bahkan sudah pernah merelakan kamu dengan pria lain, Flo...," ujarnya kemudian.
"Andai kamu bisa bahagia bersamanya, andai Elang setia, aku mungkin tidak akan pernah mengusik kehidupan mu lagi. Selama ini aku masih bisa hidup walau hanya menatap mu dari media sosial."
Flory hening, dia seperti tak rela mendengar perkataan Liam. Dia masih ingin Liam usaha lebih keras lagi, bukan menyerah begini.
"Flo!" Hyun datang dengan langkah tergesa-gesa, dan Liam melihat betapa khawatir Hyun pada Flory.
Liam mundur untuk memberikan ruang pada kekasih mantannya. Flory sangat amat luar biasa sekali, belum ada putusan cerai dari pengadilan, sudah ada lagi calonnya.
"Are you okay?"
Flory memeluk Hyun mengiyakan pertanyaannya, sedang matanya lekas melirik ke arah Liam yang melangkah keluar dari ruangan.
cwo tu y klo da kmauan mampu mengalahkan dunia🤣
tp tp tp sekalinya pth hti mampu jggg meluntuhkan dunianya🤭😆🤣
HALALIN dulu baaaang
Wis bingung pala emak mau bela yg mana🤕😅🙏🏻
tp si Chintya siulat ubur2 yg emang KY wc umum mungkin
sorry kak Pasha aku teringat anak glory trus jadinya 😵😥