Ditinggal Sang kekasih begitu saja, membuat Fajar Rahardian Lee Wijaya pergi ke sebuah kota kecil untuk menenangkan diri dari rasa kecewa,terluka dan tentunya malu pada keluarga besar yang sudah melakukan segala persiapan pernikahannya.
Tapi tak di sangka, disana ia malah bertemu dengan seorang wanita yang membuat ia lupa niatnya untuk datang. Alih alih ingin tenang, Fajar justru kembali pulang membawa seorang Janda perawan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part #28*2
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
"Nanti, kalau udah halal, gantian kamu yang capit Kartu ajaib Aa ya," titah Bubun sambil tertawa.
Ajaran sesat mulai ia layangkan pada calon menantunya, sedangkan Enin hanya tertawa mendengar hal tersebut. Sama-sama wanita tapi beda gaya hidup.
"Kartu ajaib?" Shena yang baru mendengar itu nampak bingung dengan yang di katakan Bubun.
Bubun mengangguk berharap Shena langsung paham meski itu rasanya sangat mustahil karna yang Shena tahu Fajar justru menggunakan KTP untuk membayar semua barang belanjaanya tempo hari, sejak itu jugalah Fajar selalu mengeluarkan uang cash saat pergi bersama Shena.
"Iya, yang dulu kamu sebut KTP, sebenarnya itu kartu ajaib karna bisa beli apapun," jawab Bubun.
"Enggak ah, enak pakai uang biar ada kembaliannya." Yang Shena tahu tentu hanya seputaran belanja di warung atau pasar dan yang paling elit baginya cukup ke mini market pinggir jalan itupun bisa di hitung pakai jari berapa kali ia masuk ke bangunan berAC tersebut.
"Hem, belum aja kamu ngerasain nikmatnya liat kartu di gesek," kekeh Bubun lagi.
Kedua wanita itu terus saja mengobrol sedangakan Enin hanya menjadi pendengar yang baik dengan sesekali ikut tertawa kecil.
Karna hari beranjak siang, Bubun mengajak Shena ke depan gerbang komplek perumahan mertuanya itu untuk membeli makanan, tawaran itu tentu langsung di iyakan oleh Shena, kemanapun ia tak pernah menolak karna hati kecilnya seolah yakin jika keluarga yang sedang menampungnya ini semua orang baik.
"Shena ambil sweeter dulu ya," pamit gadis itu, Fajar akan murka padanya jika tahu keluar hanya menggunakan baju lengan pendek, jadi Shena wajib memakai luaran lagi agar tangan dan lekuk Pinggangnya yang ramping tak di nikmati mata laki-laki di luaran sana.
"Iya, Bubun tunggu disini ya."
Shena mengangguk, ia lalu bergegas ke kamar tamu yang masih ia tempati sampai sekarang. Kamar di rumah it sudah punya masing-masing pemiliknya jadi gadis itu tak ada pilihan lain kecuali tetap disana.
Ia yang baru saja beranjak tanpa sadar meninggalkan ponselnya di sofa tempatnya duduk tadi. Benda pipih itu berdering hingga beberapa kali. Bubun dan Enin tentu tak berani mengangkat sebab itu adalah barang pribadi milik Shena.
"Umma, Si Aa nih yang telepon," kata Bubun setelah ia melihat nama di layar ponsel yang masih berdering beberapa kali tersebut.
"Angkat saja dulu, mungkin penting," Enin yang malah khwatir pada cucunya langsung memberi perintah.
"Tapi, sesuai pengalamanku kalau penting itu cukup telepon biasa, Umma. Ini video call loh," kekeh Bubun.
"Ya sudah angkat saja dulu." Umma yang mengulang perintah langsung di iyakan oleh Bubun, aneh juga rasanya karna Shena belum kembali padahal hanya ke kemarnya saja.
Senyum tersungging di wajah cantik ibu tiga anak itu, ia langsung menggeser icon hijau di layar ponsel dan munculah wajah tampan putra keduanya tersebut.
"Kerja A'... Nafkahin Istri gak cukup pake CINTA," sindir Bubun tanpa basa basi dan sebelum Fajar mengucapkan salam.
Deg..
Hati anak mana yang tak kaget dan panik saat yang ia lihat pertama kali bukan wajah Sang gadis pujaan melainkan wajah cantik dengan senyuman ejekan Bubun nya sendiri.
"Bubun-- ," sahut lirih Fajar dengan wajah yang sudah merah menahan malu.
"Mau apa? bukannya ada rapat penting pagi ini, hem?" tanya Bubun.
"Udah selesai."
"Iyakah? sudah selesai atau kamu keluar ruangan itu lebih dulu?" pertanyaan Bubun sungguh menghujam sampai ke jantung Fajar. wanita itu bukan sembarang menebak atau menuduh karna semua pria keturunan Rahardian bisa melakukan apapun jika sudah tak tahan menahan rindu termasuk kabur dari ruang rapat.
"Iya, Buuuuuun," jawabnya pasrah.
Bak bocah remaja, kedua pipi Fajar sampai merah merona karna tercyduk. Ia yang tak punya alasan hanya bisa mengusap tengkuknya sendiri.
Tawa Bubun dan Enin pun pecah sedangkan yang di goda rasanya ingin tenggelam ke dasar laut. Tak hanya itu, Bubun juga mengatakan jika dan Shena akan pergi sebentar dan betapa kagetnya Bubun saat Fajar berpesan juga panjang lebar dan detail.
"Hey, Shena itu 17 tahun, bukan umur 1tahun," balas Bubun yang tak habis pikir.
"Maaf, Bun. Aku hanya khawatir," jawab Fajar.
Bubun cukup paham jika Fajar se posesif itu sebab hanya dia yang tahu bagaimana kondisi Shena yang sebenarnya. Ia akan jadi orang yang paling bahagia jika Shena bisa bebas dari rasa traumanya dan ia juga akan jadi orang pertama yang paling terluka jika terjadi yang sebaliknya pada Shena.
.
.
Cek lek
"Huft, kenapa jadi mules terus ya?" gumam Shena saat ia keluar dari kamar mandi, dengan tangan masih mengusap perut gadis cantik itu terus melanjutkan langkahnya menuju ruang tamu dimana Bubun dan Enin kini berada.
"Maaf, lama," ucap Shena tak enak hati, tapi ia juga tak bisa menolak panggilan alam yang mendadak tersebut.
"Gak apa-apa, gak buru buru juga kan? oh ya, tadi ponselmu berdering dan ternyata itu panggilan dari Fajar, maaf ya Bubun angkat teleponnya."
"Aa Fajar telepon? ada apa?" tanya Shena, harusnya ia tak heran karna selama ini hanya pria itu yang meneleponnya.
"Cuma mau tahu kamu aja mungkin. Bubun udah bilang sama Aa kalau kamu mau pergi sama Bubun ke depan," jelas Bubu lagi.
"Lalu di izinin?"
Bunbun mengangguk seolah semua kini sudah beres, padahal jika di telisik keduanya tak punya hubungan apa-apa , tapi apa lah arti sebuah Status jika hati yang lebih penting untuk bicara.
"Memang kenapa kalau Aa gak tahu? gak mungkin kan kamu di omelin?" tanya Bubun, ia tahu betul siapa Fajar.
"Enggak, Aa gak marahin, cuma nanti Aa--," jawab Shena yang langsung menutup mulutnya dengan tangan.
"Nanti apa? Aa ngapain, hah?"
"Engga, enggak ngapa ngapain, kok." Shena yang panik seperti orang keceplosan mulai menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Shena, jujur sama Bubun, Aa ngapain?" bukan hanya jiwa kepo yann meronta tapi juga rasa khawatir karna Fajar yang bujang dewasa sedangkan Shena janda polos.
.
.
.
Aa... Aa suka gigit, Bun....