Istri Pilihan Mama

"Laras, kau dengar mama tidak? Mama tanya, mengapa kau duduk di lantai? Haruskah mama mengulang pertanyaan berulang kali agar kau menjawabnya?," tanya Mayang lagi makin penasaran dan penuh selidik mengamati menantu kesayangannya.

"Ituu maa.., Ituu...", Laras kebingungan tidak bisa melanjutkan perkataannya. Matanya melirik ke arah Arga memohon bantuan tetapi pria itu pun tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan sang mama.

Otak Laras berfikir keras, berusaha mencari alasan yang tepat dan masuk akal, agar mertuanya tidak curiga.

"Ituuu.., tadi Laras.., Laras tidak sengaja menumpahkan sarapan Laras ma. Nasi uduk nyaa.., emm, tumpah di lantai, terus Laras coba mengambil nasinya satu persatu, karena.., emm, lelah berjongkok makanya Laras jadi duduk di lantai ma," ujar Laras terpatah-patah.

Walaupun sulit, beruntung dia masih bisa mencari alasan. Entah, Mayang akan mempercayai kata-katanya atau tidak, setidaknya dia telah berusaha menyembunyikan fakta yang ada. Memang terdengar buruk karena membohongi mertuanya tetapi itu demi menjaga hati sang mertua jangan sampai kecewa jika mengetahui prilaku anak kesayangannya yang seperti manusia tidak terdidik. Berprilaku layaknya hewan. Tidak memiliki hati nurani.

Jemari Laras sangat kuat memegang piring, berusaha menghilangkan rasa gugupnya.

Mayang mengerutkan alis seraya matanya sedikit berputar ke atas, mencerna kata-kata Laras.

"Kau ini ya, mengapa juga dipungut satu persatu nasinya? Mengapa tidak ambil sapu dan serok sampah biar cepat selesai membersihkan lantainya?," ucap Mayang mengajari.

"Iya ma, Laras tadi tidak kefikiran. Mau buru-buru soalnya," sahut wanita cantik itu singkat.

"Kau juga Ga, sudah tahu istrinya sedang kerepotan membersihkan lantai, bukannya membantu malah dibiarkan saja. Bagaimana kau ini jadi suami!," Mayang ketus menoleh ke arah Arga.

Arga tidak menyahut, diam mematung. Dia tidak mempedulikan kemarahan mamanya, yang penting sekarang hatinya merasa lebih tenang dan lega karena Laras berhasil menemukan alasan yang tepat untuk menjelaskan kepada mamanya.

Dia lekat menatap Laras tanpa berkedip, merasa heran, mengapa wanita itu tidak mengadu pada sang mama justru sebaliknya berbaik hati menutupi kesalahannya.

"Wanita ini, mengapa dia menutupi perbuatanku yang sudah menyakitinya? Dia sama sekali tidak mengadu pada mama. Apa sebenarnya yang ada di hati dan fikiran wanita ini? Apa sebenarnya yang dia cari? Apa dia sengaja mencari muka di hadapanku?", batin Arga terus lekat memandangi Laras.

"Eh, Arga! Kau ini malah bengong! Kau dengar tidak yang mama katakan tadi?!," sentak Mayang membuyarkan lamunan Arga.

"A, Apa ma?," Arga langsung tersadar dari lamunannya yang sempat memikirkan Laras.

Pandangannya yang sedari tadi lekat menatap Laras, seketika teralih ke mamanya.

"Kau ini, ditanya malah balik bertanya! Kebiasaan!," tukas Mayang kesal menatap Arga tajam.

Arga hanya nyengir melihat kekesalan di wajah mamanya.

Laras berjalan cepat menuju dapur, meletakkan piring di wastafel, kemudian bergegas menemui Mayang kembali.

"Pak Wito, tolong bawa barang saya masuk?," panggil Mayang kepada sopirnya, seorang pria yang berumur 50 tahunan yang tengah menunggu di teras.

"Baik, nyonya," jawab laki-laki yang rambutnya sudah mulai memutih itu.

Satu bungkus paper bag dibawa masuk oleh Pak Wito, lalu diberikan kepada Mayang.

Mayang menggandeng tangan Laras, mengajaknya duduk di ruang tengah.

Arga seolah-olah dianggap seperti security oleh Mayang, tidak diperhatikan sama sekali oleh mamanya, dengan muka malas, pria itu berjalan mengekor mereka dari belakang.

Ketiga orang itu mendudukkan tubuh di sofa ruang tengah. Mayang dan Laras duduk berdampingan di sofa panjang, sedangkan Arga duduk di sofa satunya lagi, tepat di depan Mayang dan Laras.

"Bukalah!," perintah Mayang menyodorkan paper bag itu kepada Laras.

"Apa ini ma?," tanya Laras menyambut paper bag itu dengan perasaan ragu.

"Aduuuh, kau banyak tanya, sudah seperti nenek-nenek saja, cerewet. Mama kan sudah menyuruhmu membukanya. Bukalah sekarang," perintah Mayang lagi tersenyum hangat menatap menantunya.

Laras tersipu malu. Kemudian tersenyum manis saat Mayang menggodanya dengan mengatakannya nenek-nenek.

Arga yang sedari tadi manjadi penonton, melihat interaksi kedua wanita di hadapannya itu, tiba-tiba sedikit membesarkan bola matanya saat Laras tersenyum. Pria itu memperhatikan dengan saksama senyuman sang istri.

Ternyata kalau dilihat-lihat dari dekat dan dengan saksama, senyuman Laras itu sangatlah manis dan menenangkan jiwa.

Deretan giginya yang putih dan bersih, serta bentuk bibir yang indah berwarna kemerah-merahan pink tanpa lipstik, terpancar natural tanpa tipuan maxe up seperti gadis-gadis lain, yang memaksakan bibir mereka terlihat merah dengan lipstik yang tebal.

Namun bibir Laras berbeda dengan kebanyakan wanita di luaran. Bibirnya terlihat lembab dan indah walau tanpa lipstik sekali pun.

"Huh! Ternyata senyumnya tidak jelek-jelek amat kalau dilihat dari dekat, lumayanlah dibanding cengiran kuda," bisik hati Arga berusaha meyakinkan diri kalau senyuman istrinya tidak menarik dan tidak pantas dipuji.

...*******...