NovelToon NovelToon
Cinta Sang Jurnalis

Cinta Sang Jurnalis

Status: tamat
Genre:Romantis / Teen / Contest / Romansa Modern / Pernikahan Kilat / Tamat
Popularitas:1.3M
Nilai: 4.6
Nama Author: NL choi

Gadis cantik bernama Kirei Fitriya Tsabita berprofesi sebagai jurnalis di sebuah media televisi swasta.

Cita-citanya lahir lewat tangan ayahnya yang juga seorang wartawan senior. Ayah baginya idola, cinta pertama dan kiblatnya. Hingga peristiwa yang menyebabkan ayahnya meninggal ia membulatkan tekad melanjutkan cita-citanya. Sebuah cita-cita sederhana berkat kekaguman seorang anak terhadap ayahnya.

Ternyata cita-cita sederhana itu membuatnya kalang kabut saat ia ditunjuk menjadi jurnalis lapangan divisi news program menggantikan rekannya yang resign. Meliput kejadian di luar dugaan program 'Telusur Peristiwa' dan harus menghadapi atasan yang ia juluki makhluk aneh dan sok menyebalkan.

Belum lagi harus berhubungan dengan Wadir Reskrimsus terkait beberapa kasus liputannya. Yang mana mengantarkannya pada 'pernikahan' yang tak disangka-sangka.

Apakah 'pernikahan' itu mampu menghadirkan cinta?
Setelah kenyataan di depan mata, orang-orang terkasihnya ternyata terkait dengan kejadian kematian ayahnya.

Follow ig : enel_choi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NL choi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27. Bubur Lagi Bubur Lagi

...27. Bubur Lagi Bubur Lagi...

Danang

Beruntung ia masih menyimpan nomor Budi. Sehingga memudahkannya mencari tahu keberadaan istrinya.

Hari ini ia benar-benar sibuk. Setelah semua bukti jelas dan mengarah pada satu orang. Ia harus cepat berkoordinasi. Mengumpulkan semua anggota penyidik. Melaporkan hasilnya pada atasan.

Jumpa pers yang seharusnya dimulai jam 9 pagi harus diundur sebab Kapolda mendadak ada pertemuan yang tidak bisa diwakilkan.

Dan terpaksa konferensi pers diakhiri pukul 13.30 WIB sebab saking banyaknya pertanyaan para wartawan yang diajukan. Kalau waktunya tidak dibatasi mungkin bisa lebih molor lagi.

Rasa khawatir menyelimutinya, memikirkan gadis itu yang tak sempat sarapan tadi pagi. Dan sekarang makan siang pasti juga terlambat.

Sore harinya ia menelepon Budi. Kameramen itu memberitahu jika sedang meeting.

“Tapi nampaknya dia lagi sakit. Wajahnya pucat. Tadi aku sudah suruh izin aja. Tapi dia gak mau ....” ucap Budi di telepon.

Ingin sekali ia ke kantornya menjemputnya sekarang. Dan memaksanya pulang. Tapi kelanjutan kasus yang baru terungkap tidak mungkin ia tinggalkan begitu saja. Lagi pula gadis itu pasti akan marah kalau sampai ia terlihat di kantornya apa lagi mengaku sebagai suaminya.

Budi : Kirei tadi pingsan, Bro. Sudah ditangani dokter klinik kantor. Barusan sudah diantar Aldi pulang.

Tubuhnya seketika membeku membaca pesan Budi. Ia sudah tidak bisa konsentrasi lagi. Pikirannya sudah melalang buana mencemaskan keadaannya. Sayang, raganya masih terjebak rapat bersama seluruh Direktur di kantor Mapolda.

Setelah rapat usai tepat pukul 8 malam. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Tak peduli orang-orang akan mengumpatinya sebab ia menyerobot jalur kendaraan lain. Tujuannya hanya satu yaitu cepat sampai di apartemen.

 

***

Kirei

Matanya perlahan membuka saat sebuah tangan menyentuh keningnya.

“Kamu sakit?” Ucap Danang padanya.

Ia hanya tersenyum kecil sebagai jawaban.

Jelas laki-laki itu sekarang ada di hadapannya. Mengkhawatirkannya. “Kamu makan dulu ....” ucapnya sambil bangkit dari duduk. Tapi dengan cepat tangannya menahannya.

“Aku gak pa-pa ... mungkin kecapean aja,” kilahnya.

“Tapi kamu harus makan. Wajahmu pucat. Pasti tadi siang telat makan, kan? Malam ini juga pasti belum!” Terka Danang. Dan tebakannya tepat.

Meski dugaan laki-laki itu benar. Ia tidak mungkin berterus terang.

Laki-laki itu berlalu begitu saja. Keluar kamarnya.

Sempat mengikuti meeting sore hari hingga menjelang malam. Meski perutnya sakit ia berusaha menahannya.

Rapat sore tadi memang menentukan keberlanjutan program news terutama ‘Telusur Peristiwa’. Sebagian pimpinan TVS terus mendukung program ini berlanjut. Tapi sebagian lain menginginkan temporary cessation (penghentian sementara).

Dunia jurnalis yang dilindungi undang-undang tentang kebebasan pers sepertinya hanya lip service saja. Masih bisa dikendalikan oleh orang-orang yang lebih berkuasa.

Jangankan sekelas TVS. Sekelas TV nasional saja banyak yang mengalami hal seperti itu. Dengan dalih menjaga kestabilan politik.

Berkali-kali ia memegangi perutnya. Mencoba menekan rasa perih dan melilit yang mendera.

Tapi kekuatan tubuhnya tak sekuat semangatnya. Ia tumbang ketika meeting berakhir.

Ia dilarikan ke klinik kesehatan yang berada di lantai dasar kantornya. Menurut dokter jaga ia terkena gejala radang lambung.

Penyebabnya pola makan yang salah. Sering telat makan. Beban kerja yang berlebihan akibat stres.

Dokter tadi juga memberinya obat pereda nyeri dan mual.

Terpaksa pulang diantar Aldi. Meski ia berusaha menolak. Tapi Aldi justru semakin memaksa dan mengancamnya.

“Kalo kamu gak mau aku antar. Lebih baik gak usah pulang sekalian. Tidur aja di klinik sampai besok!” ketus Aldi dengan sikap menyebalkan seperti biasa.

“Lagian ini udah mau malam. Kamu sakit lagi!”

Pasrah. Kata terakhir yang tak terucap. Hanya gestur tubuh yang mengisyaratkan bahwa ia menyetujuinya dengan paksa. Berharap tiba di apartemen Danang belum pulang.

Dan harapannya ternyata dikabulkan. Apartemen masih gelap. Pertanda laki-laki itu belum datang. Bersikeras Aldi mengantarkannya ke unit. Merasa bertanggung jawab sebagai atasannya.

Tapi bersikukuh juga ia menolak. Cukup sampai lobi. Ia berjanji jika sudah sampai unitnya akan mengabari atasannya itu.

Beruntung Aldi mengerti.

Perutnya benar-benar tidak bisa diajak kompromi lagi. Ia merebahkan tubuhnya meringkuk sambil memegangi perutnya.

Danang kembali masuk dalam kamarnya. Membawa semangkok bubur yang masih mengeluarkan asap tipis dan segelas air putih. Menyimpannya di atas nakas.

“Aku pesan bubur, makanya agak lama” terang Danang.

“Harus makan!” sebuah pernyataan yang sepertinya mutlak harus dilaksanakan.

Ia berusaha bangkit untuk duduk bersandar. Namun dengan cepat laki-laki itu membantunya. Menumpuk bantal dan membantunya bersandar ke belakang.

“Gini, nyaman?” tanya laki-laki itu.

Ia hanya mengangguk.

“Mana, Mas ....” tangannya terulur meminta mangkok di atas nakas, “biar aku makan sendiri.”

Tapi ia teringat pesan dokter tadi bahwa ada obat anti mual yang harus diminum sebelum makan.

Mau tak mau ia tak punya cara lain untuk berkilah lagi. Mungkin memang Danang harus tahu pikirnya.

“Mas,“ ia menggigit bibirnya, "boleh minta tolong ambilkan tas ranselku?” pintanya ragu.

Danang mengangsurkan tas ransel miliknya yang ia simpan di dekat lemari pakaian.

Ia merogoh bungkusan plastik berwarna putih. Gerak geriknya tak luput dari tatapan mata laki-laki itu tanpa kedip.

“Kenapa kamu gak jujur?” suara berat dan maskulinnya terdengar nada kecewa.

“Kita teman, kan?!” ucap Danang penuh penekanan.

“Kalo kamu gak mau anggap aku suami kamu. Paling tidak kita pernah membuat kesepakatan untuk berteman ... kan?”

“Apa kamu lupa itu?” tandas laki-laki itu penuh nada menginterogasi. Sepertinya ia sedang menjadi tersangka sekarang.

Jeda sesaat.

Ia meremas kantong plastik obat dengan kuat. Sehingga menimbulkan suara.

“Sayangi tubuh kamu seperti kamu juga sayang dengan profesimu!”

Telak.

Ia tertunduk. Matanya berkaca-kaca.

Entah mengapa ia memang merasa bersalah.

Merasa terintimidasi.

Merasa terpojok.

Merasa ... cengeng.

“Maaf ....” Cicitnya. Bulir matanya tak dapat ia tahan lagi.

Laki-laki itu justru semakin khawatir. Gusar dan merasa tak berguna.

“Kamu tanggung jawabku sekarang ... KIREI FITRIYA TSABITA....” Ucap Danang pelan namun penuh ketegasan.

“Apa yang terjadi sama kamu semua harus aku ketahui. Terserah kamu menganggap aku apa? Aku tak peduli.”

Bahunya naik turun. Meredam isak tangis yang sekuat tenaga ia tahan.

Tak tahan melihat istrinya menangis, Danang merengkuhnya. Membawa ke dalam dekapannya. Mengusap punggungnya dengan lembut.

Tak ada yang berbicara. Mereka larut dalam kerterdiaman. Atau larut dalam kenyamanan? Entahlah....

Hingga dirasa isak tangisnya mulai mereda, laki-laki itu berucap, “minum obat dulu, baru makan.” Tukasnya seraya mengurai pelukan.

Ia masih tertunduk.

Danang meraih dagunya, “Hei ....” Menatap penuh wajahnya yang pucat dan ... sembab.

Tangan laki-laki itu membingkai wajahnya, mengusap sisa-sisa air mata dengan kedua ibu jarinya.

Kemudian meraih bungkusan plastik dan mengeluarkan dua kantong obat berwarna biru. Membaca sekilas aturan pakai. Mengeluarkan satu tablet lalu mengangsurkan padanya.

Gadis itu menerima obatnya dan meminumnya. Meneguk air putih setelahnya. Dan mengangsurkan kembali gelas pada laki-laki itu.

“Makasih,” ucapnya lirih.

“Good ... sekarang makan”

“Buburnya sampai dingin. Gara-gara ditinggal nangis,” masih sempat-sempatnya laki-laki itu berkelakar.

“Aku bisa makan sendiri.”

“Tak ada penolakan. Kalo sudah sehat baru makan sendiri.”

Akhirnya terpaksa ia menurut.

Pagi harinya ia merasa lebih baik. Sehingga tak mengapa jika ia kembali bekerja. Meski tak harus ke kantor.

Setumpuk laporan peliputan harus segera diselesaikan.

Menyalakan laptop di atas meja lipat sambil duduk bersila di atas kasur. Baru saja layar laptop menyala suara ketukan pintu terdengar.

Kepala Danang menyembul dari baliknya.

Sepersekian detik mata mereka bertumbukan.

Ia menerbitkan senyuman tipis.

“Kamu kerja?” tanya Danang sembari mendekat dan duduk di tepi ranjang. Percis seperti yang dilakukannya tadi malam.

“Ada laporan yang deadline,” sahutnya. Tangannya bergerak menggulirkan jari telunjuknya pada touchpad.

“Kata dokter apa?”

Ia mendongak. Lalu kembali menatap layar laptop.

“Aku udah enakan, Mas ... no worries." Sergahnya. Meski ia diberi ijin untuk beristirahat. Tapi justru ia bingung jika tidak berkegiatan.

“Ngeyel!” tandas Danang tegas.

Laki-laki itu merebut laptopnya. Kemudian meng-click ‘shutdown’.

Ia menghembuskan napasnya perlahan. Menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang.

“Laporanku banyak ....”

“Apa lagi soal mutilasi itu ... belum sempat dibuat laporan.” Ucapnya seperti gumaman.

“Laporan yang seperti apa?”

Tatap laki-laki itu padanya.

Tiba-tiba ia merasa grogi ditatap seperti itu.

“Emang, Mas Danang bisa bikinin aku laporan?” cibirnya mengejek demi mengalihkan suasana.

Meski ia tahu, laki-laki yang duduk di dekatnya nara sumber penting dalam laporannya.

“Dari pada nanti—“

“Aku buatkan laporan. Tapi janji kamu harus istirahat!” salak Danang. “Narasumber laporan sama aku, kan!” sambungnya.

Ia mengangguk pelan. Bagaimana bisa Danang membaca pikirannya?

Merasa bosan ia meminta pindah ke ruangan depan televisi. Ruangan yang dibilang tak luas juga tidak terlalu sempit.

Hanya berisi sofa panjang berbentuk L. Meja makan cukup empat orang. Mini bar yang bergabung dengan dapur minimalis.

Ia menyalakan televisi.

“Mas Danang gak kerja?” tanyanya saat melihat laki-laki itu keluar kamar masih berpakaian rumahan menuju mini bar. Sementara jam sudah menunjukkan 8 pagi.

“Aku ijin hari ini.”

“Aku udah sembuh ... beneran.”

Danang menuang bubur ke dalam mangkok. Makanan yang ia pesan lewat aplikasi itu baru datang 5 menit yang lalu. Kemudian mengangsurkan mangkok berisi bubur padanya.

“Bubur lagi?” Ia menipiskan bibirnya. Jujur ia kurang suka bubur. Mau diaduk tidak diaduk, ia tidak termasuk tim itu.

“Mas Danang makan apa?” kepalanya melongok pada gelas yang digenggam Danang.

“Bubur kacang ijo ....” sahut laki-laki itu.

“Tema sarapan pagi ini bubur?” ucapnya.

Tapi jika boleh memilih, ia lebih suka bubur kacang hijau. Apa lagi ditambah ketan hitam dan potongan roti tawar. Ia menggigit bibir bawahnya membayangkan betapa nikmatnya.

“Boleh tukeran gak?”

Mereka mengobrol apa saja. Ditemani kue pemberian mama.

Sesuai janji laki-laki itu. Laporan liputan kemarin dibantu olehnya.

“Coba kalo semua nara sumber kayak Mas Danang. Kayaknya semua liputanku lancar jaya ....”

“Eh, lupa ... Jaya itu nama keluarga Mas Danang, kan?"

“Kayaknya besok-besok kalo ada liputan berkaitan sama Mas Danang ... wawancaranya di rumah aja deh. Biar semua jelas. Gamblang ... gak ada alasan untuk penyidikanlah, penyelidikanlah ....”

“Aku juga puas bertanya ... tanpa harus menunggu giliran.”

“Sudah ngundang pers buat konferensi. Tapi nyatanya masih banyak teka-teki. Kan bikin kita kesel.”

Ia berceloteh. Namun tak satu pun ditanggapi laki-laki itu.

Tangan Danang masih sibuk menekan tuts pada papan keyboard. Sesekali ia membalas pesan yang masuk pada ponselnya.

“Mas Danang dengerin aku ngomong gak, sih?!” gerutunya.

“Hah! Apa?” sahut laki-laki itu santai. Padahal ia yang duduk di sebelahnya sudah bersungut-sungut kesal.

“Tuhh ... kaaaannn!”

Laki-laki itu mengulum senyum, “Boleh ... tapi bayarannya mahal!” kemudian tersenyum miring.

-

-

Terima kasih yang sudah mampir, membaca dan memberikan dukungan...yaa! 🙏

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1
Naura Fazila AP
aq suukaa
Naura Fazila AP
ok
Naura Fazila AP
sabar yo pak...
Naura Fazila AP
hayo lho...
Vie ardila
Luar biasa
chika aprilia zubaidah
kata2 i don't care, jd inget mama nya raymond chin😁
Anjas Badat
baca yang ke 2 kalinya ..
Nafisa nur Aulia
Kecewa
Nafisa nur Aulia
Buruk
n🍅fa
bab 15 ini 😭😭😭😭
n🍅fa
pityan deh you🤣
n🍅fa
anaknya kayak gimana ya?🤣🤣🤣
Ida Ayu Utami
Luar biasa
Ei_AldeguerGhazali
Beneran sih baca novel ini bikin betah, banyak ilmu yg di dapat, banyak hikmah yg bisa dipelajari. Hidup memang harus legowo. Makasi kak author semoga bisa berkarya terus dan makin sukses. Salam dr warga semarang 🥰
Ei_AldeguerGhazali
Ada yg datang dan pasti ada yg pergi, Rip bappu dan nenne
Ei_AldeguerGhazali
Horee yg dinanti datang juga🥰
Ei_AldeguerGhazali
Baru kali ini tertarik bgt baca cerita tentang jurnalis, dan pas bgt ada berita kecelakan jurnalis, kameramen & kru tvone yg kecelakaan di tol pemalang hari ini, langsung tbtb keinget novel ini. Nyesek bgt ternyata jadi jurnalis dan kameramen ngga semudah yg dikira orang”. Berdoa semoga korban meninggal di terima disisiNYA 🙏🏻
Ei_AldeguerGhazali
Ampun dah pesona kirei, aldi aja belum selesai move on nya ini udah ada lg ganjar wkwk 🤣
Ei_AldeguerGhazali
Seru bgt punya kakak kyk ken 😍
Ei_AldeguerGhazali
Pengangguran borjuis beneran mah ini sih rei 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!