Bagi Aditya, Reina bukan sekadar kekasihnya tapi ia adalah rumahnya.
Namun dunia tak mengizinkan mereka bersama.
Tekanan keluarga, perjodohan yang sudah ditentukan, dan kehormatan keluarga besar membuat Aditya terjebak di antara tanggung jawab dan juga cinta.
Dalam keputusasaan, Aditya mengambil keputusan yang mengubah segalanya. Ia nekat menodai Reina berkali kali demi bisa membuatnya hamil serta mendapatkan restu dari orang tuanya.
Cinta yang seharusnya suci, kini ternodai oleh ketakutan dan ambisi. Mampukah Aditya dan Reina mengatasi masalah yang menghalang cinta mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Reina memejamkan kedua matanya dengan erat, mengatur napasnya, dan mencoba menguatkan diri bahwa apa pun yang akan terjadi malam ini, ia siap menjalaninya. Begitu yang ia katakan pada dirinya sendiri, meski jauh di dasar hati, ia tahu ia belum sepenuhnya siap. Reina memeluk kedua lututnya dan menundukkan kepalanya lebih dalam.
Sementara hatinya terus berdoa agar malam ini tidak menjadi malam yang lebih menyakitkan dari hari ini.
Tak berselang lama kemudian suara ketukan lembut terdengar di pintu dan membuat Reina tersentak. Tangannya yang memegang ujung gaun tidurnya langsung terlepas. Jantungnya berdebar kencang, rasanya seperti dipukul dari dalam.
“R–Reina?”
Suara itu. Suara yang sejak tadi ia nantikan sekaligus ia takuti. Reina berdiri perlahan, kedua kakinya terasa lemas. Ia berjalan ke arah pintu, setiap langkah seperti menuntunnya menuju sesuatu yang benar-benar belum pernah ia hadapi sebelumnya. Ketika pintu terbuka, Reina melihat lelaki itu berdiri di ambang pintu.
Aditya.
Dengan kemeja putih yang masih dikenakannya sementara jas pengantinnya ia sampirkan ke lengannya, Aditya memandang Reina dengan lembut yang kehadirannya sudah cukup untuk membuat dunia Reina runtuh dan membangun kembali dirinya dalam satu waktu.
Reina menelan ludahnya, lalu menunduk sedikit.
“Aditya…” suaranya lirih, nyaris seperti bisikan yang terbang di udara.
Aditya melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Mereka berdua kini berada di dalam kamar, hanya ditemani temaram lampu dan aroma melati yang mendominasi.
Ia berjalan mendekat hingga hanya berjarak satu langkah dari Reina dan membuat wajah Reina memanas seketika.
“Aku…” Reina menggigit bibir bawahnya. “Aku pikir kau akan pergi ke kamar Alisha.”
Nada suaranya penuh keraguan, malu, dan takut melukai dirinya sendiri dengan kata-katanya.
Aditya tidak langsung menjawab. Ia hanya diam, memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya—gestur sederhana yang membuat Reina makin gugup. Kemudian Aditya menghela napas kecil.
“Tidak mungkin aku melakukan itu,” ucapnya pelan, namun tegas.
Perkataan itu seperti menyentuh sesuatu yang rapuh di dalam diri Reina.
Pipinya memanas dalam sekejap. Reina menunduk lagi dan tidak berani melihat mata suaminya. Aditya memperhatikan bagaimana gadis itu meremas ujung gaunnya, bagaimana pundaknya sedikit gemetar, dan bagaimana ia berusaha menata dirinya supaya tetap terlihat tenang.
Padahal ia jelas tidak tenang.
Tatapan Aditya perlahan turun, memperhatikan penampilan Reina malam itu, gaun tidur sederhana selutut, berwarna putih lembut, dengan renda kecil di bagian lengan dan leher. Rambutnya yang hitam panjang terurai bebas, membuat Reina terlihat lebih cantik dan berbeda dibandingkan pengantin yang berada di kamar lain.
Sangat berbeda dan sangat cantik.
Reina yang menyadari tatapan Aditya hanya bisa menghindari tatapan mata itu dan menunduk. Kedua tangannya memegang pinggiran gaun tidurnya seolah itu bisa menyembunyikan rasa malu yang membakar wajahnya.
Aditya akhirnya menggerakkan tangan kanannya yang bebas, mengangkat dagu Reina dengan lembut namun tegas.
Sontak Reina terkejut, matanya membesar sedikit. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Jari Aditya yang menyentuh dagunya terasa begitu hangat, membuat tubuhnya refleks menegang.
“Reina,” ucap Aditya, suaranya lebih tenang daripada sebelumnya.
“Kita sudah lama bersama. Kamu tidak perlu merasa gugup atau takut padaku.”
Reina menahan napas. Tatapan itu, tatapan suaminya terasa terlalu kuat untuk ia hadapi.
Tapi ia berusaha. Dengan pelan, ia mencoba membalas tatapan itu meski hanya beberapa detik.
/Speechless//Speechless//Speechless//Speechless/