NovelToon NovelToon
Langit Yang Kedua

Langit Yang Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Romansa pedesaan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Starry Light

Hagia terkejut bukan main karena dirinya tiba-tiba dilamar oleh seorang pria yang jauh lebih muda dari usianya. Sebagai seorang janda beranak satu yang baru di ceraikan oleh suaminya, Hagia tidak menyangka jika tetangganya sendiri, Biru, akan datang padanya dengan proposal pernikahan.

"Jika kamu menolakku hanya karena usiaku lebih muda darimu, aku tidak akan mundur." ucap Biru yakin. "Aku datang kesini karena aku ingin memperistri kamu, dan aku sadar dengan perbedaan usia kita." sambungnya.

Hagia menatap Biru dengan lembut, mencoba mempertimbangkan keputusan yang akan diambilnya. "Biru, pernikahan itu bukan tentang kamu dan aku." kata Hagia. "Tapi tentang keluarga juga, apa kamu yakin jika orang tuamu setuju jika kamu menikahi ku?" ucap Hagia lembut.

Di usianya yang sudah matang, seharusnya Hagia sudah hidup tenang menjadi seorang istri dan ibu. Namun statusnya sebagai seorang janda, membuatnya dihadapkan oleh lamaran pria muda yang dulu sering di asuhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 04

Biru terdiam mendengar cerita Bilal. Biru tidak menyangka jika banyak permasalahan terjadi dalam keluarganya, maklum saja karena Biru memang jarang berada di rumah. Namun Biru tidak menyangkan jika ibunya akan berkeras seperti itu, dengan tidak mengizinkan Bilal menikah sebelum dirinya menikah.

"Kenapa Mas gak melamar Mbak Gia?" celetuk Bilal membuat Biru menatap tajam adiknya.

"Jangan sembarang bicara, Dek. Mbak Gia itu istri orang." ucap Biru menggelengkan kepalanya.

Ya, walaupun Biru akui jika masih menyimpan rasa untuk Hagia, tapi Biru tidak akan berbuat senekat itu dengan melamar wanita yang masih menjadi istri pria lain.

Bilal malah tersenyum mendapat tatapan tajam dari Biru. "Mau aku kasih tahu satu rahasia?" ucap Bilal menaik turunkan alisnya.

"Jangan jadi setan yang ngajak Mas ghibah!" sahut Biru membuat Bilal berdecak kesal.

"Yakin gak mau? Nanti nyesel." goda Bilal. Namun Biru mengabaikannya.

"Mas Bilal, mau setor hafalan." ucap seorang santri menghampiri Bilal.

"Oh iya, bilang sama yang lainnya kumpul di kelas." sahut Bilal. Santri itu langsung lari dan memberitahu pada teman-temannya.

"Asal Mas tahu, sebenarnya...." Bilal sengaja menjeda kalimatnya. "Mbak Gia itu sekarang janda," bisik Bilal ditelinga Biru.

"Jangan semba..."

"Bilal gak sembarangan, gak bohong dan gak fitnah." sela Bilal membuat Biru bungkam.

"Liat aja, Mbak Gia kan sekarang di rumah Pak Malik." ucap Bilal lalu pergi meninggalkan Biru dengan sejuta pertanyaan dalam hatinya.

"Mbak Gia janda?" gumam Biru tidak percaya. Namun pria itu menarik sudut bibirnya meskipun tak terlihat.

Biru langsung keluar dari area pesantren dengan mengendarai motor bebeknya. Kendaraan roda dua itu melaju diatas aspal hitam gang perumahan, hingga akhirnya berhenti di sebuah bangunan sederhana bercat putih.

Biru menyunggingkan senyumnya, lalu turun dari atas motor. Matanya tertuju pada seorang pria paruh baya yang mengenakan sarung merah dan kaos abu-abu sedang duduk di kursi rotan teras rumahnya.

"Assalamualaikum, Pak." Biru mengucap salam dan menyalami pria itu.

"Walaikumsalam," balas Pak Malik menyambut kedatangan Biru. "Kapan datangnya? Kok bapak gak liat?" tanya Malik. "Ehh... Duduk dulu." Malik mempersilahkan Biru duduk.

"Baru beberapa hari yang lalu," sahut Biru tersenyum hangat.

"Mau minum apa? Kopi, teh, atau susu?" tawar Malik.

"Biru baru selesai minum teh, Pak." ucap Biru. Karena tadi, setelah memasakkan makanan untuk para santri, Biru juga membuat secangkir teh hangat untuk dirinya sendiri.

"Mau kembali ke Darul Hikmah atau menetap di Al-Hidayah?" tanya Malik. Darul Hikmah adalah pesantren tempat Biru menuntut ilmu, sedangkan Al-Hidayah adalah pesantren milik keluarganya.

"Masih kesana-sini, tapi sepertinya mulai sekarang, Biru akan lebih banyak di Al-Hidayah." jelas Biru. Malik mengangguk paham, karena para santri di pesantren Al-Hidayah semakin banyak.

"Mbah Kung," seru Hasya dari dalam rumah. Bocah kecil itu berlari menghampiri Malik dan langsung naik keatas pangkuan Kakek nya. "Hasya sudah mandi sama Bunda." ucap Hasya yang terlihat segar dengan rambut setengah basah.

Malik menciumi pipi harum cucunya yang menggemaskan itu. "Cucu Mbah sudah wangi," ucap Malik. Mata Biru tak lepas dari Hasya, jika bocah kecil itu ada disini, kemungkinan besar jika Gia juga ada disini.

"Ehh, ada tamu." ucap Hagia dengan suara lembutnya. "Kok bapak gak bilang kalau ada tamu, tadi kan bisa Hagia buatin minum." ucap Hagia ikut duduk di samping Malik.

"Katanya, Biru baru aja minum teh." sahut Malik. Tanpa melihat Hagia ataupun Biru.

"Kan dirumah, disini belum." ucap Hagia. "Mbak Sri, Mbak!" seru Hagia membuat wanita bernama Sri itu berlari dengan tergopoh-gopoh.

"Ada apa Bu?" tanya Sri.

"Tolong buatin teh untuk Biru," ucap Hagia. Sri menoleh kearah Biru lalu mengangguk dan kembali kedalam.

Biru hanya bisa terdiam melihat wajah cantik Hagia. Wajah ayu itu benar-benar polos tanpa polesan makeup atau bedak, namun wajah itulah yang membuat Biru tidak bisa jatuh cinta pada wanita lain.

"Gimana kuliah kamu, Biru?" tanya Hagia menatap Biru. Pria itu segera mengalihkan pandanganya setelah Hagia membalas tatapannya.

"Kuliahku sudah selesai tahun lalu, Mbak." ucap Biru tak berani menatap Hagia.

"Benarkah?" Hagia tak percaya.

"Biru itu sudah 26 tahun, Hagia. Bukan anak kecil lagi," timpal Malik. Hagia tertawa pelan.

"Bapak benar, padahal dulu Biru baru belajar sepeda sampai masuk dalam selokan kita." ujar Hagia mengingat dulu menolong Biru yang masuk dalam parit dan tertimpa sepeda.

"Ini teh nya, Den Biru." ucap Sri meletakkan secangkir teh diatas meja.

"Terimakasih Mbak Sri, maaf kalau merepotkan." ucap Biru. Sri hanya tersenyum dan mengangguk lalu kembali masuk dalam rumah.

"Bunda, ayah belum datang?" pertanyaan Hasya membuat Malik dan Hagia terdiam. "Tadi kata Bunda, nanti ayah datang." gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya.

"Kan ayah masih kerja," Malik membelai rambut hitam cucunya. Tadi Malik memang sempat dengar jika cucunya merengek ingin bertemu ayahnya, mungkin Hagia berbohong untuk membuat cucunya tenang.

"Hasya mau jalan-jalan sama Om?" usul Biru. "Kita naik motor," Biru menunjuk motor bebeknya, lalu menoleh pada Malik dan Hagia.

"Mau?" tanya Malik, Hasya malah menatap Hagia, hingga wanita itu menganggukkan kepalanya.

"Yeyy...!" seru Hasya tersenyum lebar. Gadis kecil itu langsung turun dari pangkuan Malik dan merentangkan kedua tangannya pada Biru.

"Aku ajak Hasya jalan-jalan ya, Mbak." ucap Biru yang sudah menggendong Hasya.

"Hati-hati," ucap Hagia. Lalu Biru membawa Hasya pergi dengan motornya.

Malik dan Hagia melihat motor bebek yang membawa Biru dan Hasya itu mulai menjauh dari jangkauan matanya. Entah kemana Biru mengajak Hasya, tapi Hagia yakin jika Hasya aman bersama Biru.

"Lain...."

"Bu, ada telepon dari pak Darto." ucap Sri membuat dari ambang pintu, membuat kata-kata yang akan di ucapkan Malik mengudara begitu saja.

"Dasar Sri, datang disaat yang tidak tepat." gumam Malik mengikuti Hagia masuk dalam rumah.

"Terimakasih, Pak. Besok kita bertemu disana." ucap Hagia menutup teleponnya.

"Kenapa lagi?" tanya Malik duduk di sofa ruang tamu.

"Pak Darto bilang, besok akta cerainya sudah bisa diambil di pengadilan." sahut Hagia tertunduk lesu. Sekarang status nya benar-benar janda, sebuah status yang memiliki sisi negatif dan mudah menjadi sasaran fitnah di masyarakat.

"Semua akan baik-baik saja," Malik berdiri menghampiri Hagia, lalu menepuk-nepuk pundak mungil putrinya. "Bapak yakin kalau kamu bisa menghadapinya," ucap Malik menguatkan hati Hagia.

"Terimakasih karena bapak selalu mendukung Hagia dan tidak pernah menyalahkan Hagia." Hagia meraih tangan hangat Malik, lalu mengecupnya. "Jangan pernah tinggalin Hagia, ya Pak." pinta Hagia dengan suara lembutnya, membuat Malik tersenyum hangat.

"Memangnya bapak mau pergi kemana?" Malik mengusap-usap kepala Hagia yang tertutup hijab hitam dengan penuh kasih sayang.

Sebenarnya Hagia bukan anak tunggal. Kakak perempuannya, Hanum, telah menikah dan mengikuti suaminya yang seorang tentara ditempat di provinsi lain.

Jarak yang memisahkan membuat Malik jarang bertemu dengan putri tertuanya. Bahkan, terakhir kali mereka bertemu sudah 3 tahun yang lalu, karena Hanum hanya akan berkunjung jika bersama dengan suaminya.

*

*

*

*

*

TBC

1
Vanni Sr
hrusnya yg tau biru nikah siri sm rubah betina , org tua ny dulu. biar mereka jd tameng untk bela hagia
Vanni Sr
tp jujur aja yg tidak d bnerakn sifat dn sikah si halya dn umi ny apa lg. dlingkungn pesantren gtu, pasti hlya.bkal ngelakuin hal nekat lgi dn umk ny mendukung. 1lg bu salma hrus tau gmn gila ny hilya
Vanni Sr
masa iya hagia d buat sakit 2x?? bkn kwjibn biru jg unk peduli sm hagia kalau tindkn ny buat wanita lain sakit hati.
Aryati Ningsih
semangat Thor ..lanjut terus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!