menceritakan seorang guru yang ingin hidup sederhana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M syamsur Rizal (Rizal), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sedikit perdebatan
"Benar, kami sudah menikah," ucap Lena, matanya memancarkan keberanian yang bercampur dengan sedikit ketakutan, menatap Andre.
"Aku lihat kau dan anakmu benaran sudah gila," ucap Julia, nada suaranya meninggi, menunjuk Lena dengan jari telunjuk yang gemetar.
Lena hanya menunduk malu, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Dia tidak tahu harus berbuat apa, bagaimana menjelaskan kepada Julia bahwa pernikahannya bersama Andre memang terjadi begitu cepat, tanpa sepengetahuan siapa pun. Hatinya mencelos, merasa bersalah karena menyembunyikan kebenaran dari sahabatnya.
"Sudahlah, lebih baik aku pergi saja, aku tinggal di mobil saja, nggak masalah," ucap Andre, berusaha menenangkan suasana dengan senyum yang dipaksakan. Namun, di balik senyum itu, Lena bisa melihat kekecewaan yang mendalam.
"Pergi apanya? Kalau kau pergi orang lain akan bilang aku menindas suami dari sahabatku," ucap Julia, nada marahnya sedikit mereda, namun kekhawatiran terpancar jelas di wajahnya.
Lena tersenyum tipis mendengar ucapan dari Julia, sahabatnya. Dia sudah mengira Julia tidak akan tega membiarkan mereka terlantar. Hatinya menghangat, merasa bersyukur memiliki sahabat seperti Julia.
"Tapi, kau... harus meminta maaf padaku," ucap Julia, menatap tajam kepada Andre, seolah ingin memastikan bahwa Andre benar-benar menyesali perbuatannya.
Andre tidak berpikir banyak, dia segera meminta maaf kepada Julia dengan tulus, berharap masalah ini bisa segera terselesaikan.
"Baiklah, aku minta maaf padamu," ucap Andre, menundukkan kepalanya sebagai tanda penyesalan.
"Aduh, sudahlah, sudahlah," ucap Julia mengibaskan tangannya, berusaha menyembunyikan rasa bersalahnya karena telah bersikap kasar.
"Lena, kau harus segera bereskan masalah dirimu sendiri, kalau nggak masalah akan menjadi besar," ucap Julia, nada suaranya melembut, menunjukkan kekhawatiran yang mendalam terhadap Lena.
"Nggak masalah, kudengar lusa empat raksasa bisnis Larsa, bakal ada acara terima kasih pada guru, di vila nomor satu di Yunsi. Di antara empat raksasa bisnis itu, orang terkaya di Larsa, Joko Mansa, akan datang, aku sudah siapkan proposal ku," ucap Lena, berusaha mengalihkan perhatian dari masalah pribadinya. Namun, di balik kata-katanya, tersirat harapan besar untuk mengubah hidupnya.
"Kalau ada kesempatan, aku harap bisa membuatnya tergerak," sambung Lena, matanya berbinar-binar membayangkan kesuksesan yang mungkin diraihnya.
Andre yang mendengar ucapan Lena sedikit merasakan keanehan. Hatinya berdebar-debar, merasa ada sesuatu yang disembunyikan.
"Terima kasih kepada guru?" ucap Andre, alisnya bertaut, mencoba memahami situasi yang sebenarnya.
"Sekelompok orang ini malah nggak kasih tahu hal ini," gumam Andre mengerutkan keningnya, merasa sedikit kesal karena tidak mengetahui informasi penting ini.
"Iya, dia adalah guru besar Larsa, yang punya posisi tertinggi dan berhasil membina keempat orang itu, dia itu legenda hidup," ucap Lena menyanjungnya, matanya berbinar-binar kagum.
"Legenda? Legenda apanya, semua itu terlalu berlebihan. Dia juga bukan dewa, dia juga sama seperti orang lain, cuma manusia biasa," ucap Andre sedikit tertawa, berusaha meremehkan sosok guru besar Larsa. Namun, di dalam hatinya, dia merasa tertarik dan penasaran.
"Andre," ucap Lena marah, merasa tidak terima dengan ucapan Andre yang merendahkan gurunya.
"Diam kau, kau pria tua sepanjang hari nggak perhatian urusan negara, malah berani nggak hormat kepada legenda itu," ucap Julia juga marah, membela guru besar Larsa yang sangat dihormatinya.
"Benar, Paman Andre, Paman nggak seharusnya bicara begitu," ucap Hana menunduk, merasa tidak enak hati dengan ucapan pamannya.
"Aku ngomong benar, mungkin saja kalian sudah pernah bertemu dia," ucap Andre, berusaha meyakinkan mereka bahwa ucapannya bukan tanpa dasar.
Mereka terkejut mendengar ucapan Andre, menurut mereka Andre terlalu konyol, bagaimana mungkin orang sepenting itu bisa bertemu dengannya.
"Kau bilang kami pernah melihatnya? Di mana?" ucap Julia, nada suaranya meninggi karena penasaran.
"Bisa kemungkinan, cuma kalian nggak tahu saja," ucap Andre masih belum siap membuka identitasnya, merasa ragu apakah ini waktu yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran.
Julia menggelengkan kepalanya, ucapan Andre yang nggak masuk akal menurutnya.
"Memang ada kemungkinan, sangat jarang ada orang yang tahu wajah asli dari tokoh besar itu, mungkin dia bersembunyi di kota, kita juga mungkin pernah berpas-pasan dengannya," ucap Lena, mencoba berpikir positif dan mencari kemungkinan yang masuk akal.
"Aku harap aku bisa mengenalnya, dengan begitu aku bisa berguru dengannya," ucap Hana antusias ingin bertemu guru besar Larsa, matanya berbinar-binar penuh harapan.
"Mau belajar apa? Sini aku ajari," ucap Andre, berusaha mencairkan suasana dengan candaan.
"Kau nggak ada habisnya, apa yang kau bisa ajarkan? Belajar menyapu jalanan?" ucap Julia marah-marah, merasa kesal dengan sikap Andre yang tidak serius.
Perdebatan di antara mereka tentang guru besar Larsa terus berlanjut, namun mereka semua tidak satu pun yang tahu sebenarnya, kalau Andre itu adalah Guru besar Larsa.
Dia terus menyembunyikan identitas diri dari dunia, merasa lebih nyaman dengan kehidupan sederhananya saat ini.
"Aduh, Bibi Julia jangan mengatai Paman Andre seperti itu," ucap Hana sedikit kesal terhadap Julia, merasa tidak terima dengan ucapan bibinya yang merendahkan pamannya.
"Paman Andre, aku mau belajar tinju, terakhir kali kau mengalahkan musuh itu keren sekali," ucap Hana sangat gembira, matanya berbinar-binar kagum dengan kemampuan pamannya.
"Nggak masalah, ayo aku ajarkan kau di luar," ucap Andre, merasa senang dengan antusiasme Hana.
Lena segera menyuruh Hana untuk pergi belajar, merasa lega karena suasana tegang sedikit mereda.
"Pergilah," ucap Lena kepada Hana, tersenyum lembut.
Andre dan Hana pun meninggalkan tempat tersebut.
Julia segera berlari menarik Lena, untuk duduk di kursi, sebab Julia masih penasaran terhadap sahabatnya, yang sudah lama dia kenal.
"Lena, kau benaran mau menjalani separuh hidupmu dengan kakak tua itu?" ucap Julia, nada suaranya melembut, menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.
"Apa benaran kau mau aku sendiri sampai tua?" ucap Lena, matanya berkaca-kaca, meminta pengertian dari sahabatnya.
Julia hanya menarik nafas dalam, merasa bersalah karena telah menyinggung perasaan sahabatnya.
"Yang penting kau suka," ucap Julia, berusaha menerima keputusan Lena meskipun hatinya masih ragu.
Julia dan Lena bersahabat sudah sejak lama, dan saling membantu satu sama lain, jika di antara mereka mendapat masalah. Saat ini Julia ingin membantu sahabatnya untuk bertemu dengan guru besar Larsa.
"Ini, aku sudah siapkan untukmu," ucap Julia menyerahkan undangan berwarna merah, berharap bisa membantu Lena mewujudkan impiannya.
"Apa ini?" ucap Lena sedikit terkejut, matanya membulat karena penasaran.
"Acara terima kasih guru, di vila nomor satu Yunsi lusa, tanpa kartu undangan bagaimana kau ikut," ucap Julia, tersenyum penuh arti.
Lena sangat senang dan bahagia, dia sedikit terharu dengan sahabatnya ini, Lena segera memeluk Julia erat-erat, air mata haru membasahi pipinya.
"Aduh, kau baik sekali," ucap Lena sangat senang dengan pemberian dari Julia, merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti Julia.