I Ketut Arjuna Wiwaha — atau Arjun, begitu orang-orang memanggilnya — pernah jatuh dalam perasaan yang salah. Cinta terlarang yang membuatnya kehilangan arah, membuat jiwanya hancur dalam diam.
Namun, saat ia hampir menyerah pada takdir, hadir seorang gadis bernama Saniscara, yang datang bukan hanya membawa senyum, tapi juga warna yang perlahan memperbaiki luka-lukanya.
Tapi apakah Saniscara benar-benar gadis yang tepat untuknya?
Atau justru Arjun yang harus belajar bahwa tidak semua yang indah bisa dimiliki?
Dia yang sempurna untuk diriku yang biasa.
— I Ketut Arjuna Wiwaha
Kisah cinta pemuda-pemudi Bali yang biasa terjadi di masyarakat.
Yuk mampir dulu kesini kalau mau tau tentang para pemuda-pemudi yang mengalami cinta terlarang, bukan soal perbedaan ekonomi tapi perbedaan kasta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28.
🕉️🕉️🕉️
"Wooooiii Lo ngapain disana senyum-senyum sendiri, sini bantuin gue." Teriak Sanis pada Juna yang berdiri di depan pintu masuk mereka.
Juna tersadar dari lamunannya itu, tiba-tiba merasa kesal karena ulah Sanis tadi.
"Sini Jun, Lo yang masak ya." ucap Sanis yang memberikan celemek ke Juna yang kaget.
"Loh kenapa gue yang masak ?" tanya Juna bingung,
"Gue mau mandi bentar dan Lo yang masak sampai gue selesai mandi dan Lo juga harus mandi nanti."
"Gue gak bawa baju ....-" belum selesai Juna bicara gadis itu pergi begitu saja ke kamarnya.
Juna yang di kenal dengan pangeran di sekolah dan yang paling tampan, kini memasak di dapur ? Itu bukan hal yang biasa lagi. Melainkan sangat biasa, memasak adalah hal yang sering ia lakukan.
.........
Juna memasak dengan bahan yang ada dalam kulkas ini. Cowok itu mulai memainkan pisau dan alat dapur lainnya dengan lihainya.
Bau harum bunga melati menyeruak masuk ke dalam Indra penciuman Juna, tiba-tiba ia merasa merinding dan menghentikan aktivitasnya memotong bawang.
"Heh, kenapa Lo?" tanya Sanis pada Juna yang menatapnya kaget. Entahlah datang dari mana gadis ini mengejutkannya.
"Lo pakek parfum bunga melati?" tanya Juna balik, Sanis memutar bola matanya malas.
Gadis itu memakai selendang dan mengambil beberapa bunga di dalam kulkasnya. Menghidupkan dupa, sore ini ia berencana untuk melakukan persembahyangan sebentar di rumah.
"Iya, kehabisan parfum gue. Jadi gue pakek punya kak Ras." Jawabnya santai masih dengan keadaan kaget, menimang jika di depannya ini adalah manusia.
"Ouh ya, hari ini Lo aja yang masak ya. Gue lagi sedih dan ... Kalau lagi sedih makanan gak akan enak." Jelas gadis itu pada Juna sebelum pergi dari dapur. Yah ingin sekali menolak tapi ia tak bisa berkata-kata lagi.
Mungkin kejadian tadi ia merasa tidak nyaman dan sedih. Juna menganggukan kepalanya mengerti.
"Okelah, Lo istirahat aja sana, kalau sudah jadi gue panggil ya." Juna mengusap pucuk kepala gadis itu lembut. Lalu beranjak dari dapurnya.
Rasa percaya Sanis pada Juna semakin besar, sangat berbeda dari sebelumnya karena mereka sering bersama. Masih dengan rasa berdebar hatinya ini, karena mereka hanya berdua di rumah ini. Kakaknya - Raspati sudah mempercayakan Juna yang menjaganya saat ini. Sebenarnya ia juga bisa memanggil Arra atau Sri tapi semakin lama mereka sibuk dan jarang juga saling menemani.

Sanis masih memikirkan tentang perasaannya terhadap Juna yang terlihat tulus padanya dan juga pertanyaan Juna membuatnya tau jika Juna sedang bertanya-tanya tentang perasaan terhadap dirinya.
"Kalau Juna percaya sama gue? Kenapa dia nanya lagi kalau gue percaya sama dia?" Monolog Sanis yang menatap boneka beruang miliknya.
"Apa kak Ras bilang sesuatu ke Juna?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri yang masih bingung sekarang.

Juna melihat Sanis duduk di pinggir jendela dengan bonekanya. Juna segera memanggil gadis itu untuk makan bersama.
"Nis, Lo masih mikirin yang tadi?" tanya Juna pada gadis itu yang menganggukkan kepalanya.
"Ouh udahlah Sanis, Lo jangan terlalu kepikiran juga. Lo gak salah disini tapi gue heran kenapa Kris ngejar Lo?" tanya Juna pada Sanis yang kaget mendengar pertanyaan dari Juna.
"Hmm, kalau itu nanti gue jelasin ya."
"Kalau Lo gak mau ngasik tau juga gak apa-apa Nis lagian gue ....-"
" Kita makan dulu gue bakalan ngasik tau Lo." Gadis itu menarik Juna ke meja makan untuk makan bersama. Ada satu hal yang Sanis lupa sekarang kalau Juna belum mandi.
"Eh, iya Lo belum mandi ya? Sana mandi dulu gue ambilin baju kak Ras ya." Tanpa pikir panjang gadis itu menariknya ke kamar kakaknya.
Kamar itu sangatlah rapi, ada banyak buku dan beberapa alat kesehatan juga. Wanginya khas seperti maskulin para pria dewasa.
Juna menatap Sanis yang membuka lemari kakaknya dan mencarikan baju untuknya. Selama ia bersama gadis ini rasanya sangat berbeda apalagi jika sedang berduaan dengannya.
"Nih, cepetan! Gue lapar." Sanis pergi dari kamarnya dengan terburu-buru, membuat Juna tertawa renyah melihat tingkah gadis itu.
Juna sekarang menyiram dirinya dengan shower, pikirannya masih tertuju pada pertanyaan dari Raspati.
Dan pertanyaan Juna tadi di jawab dengan yakin oleh Sanis. Memang benar Juna adalah temannya, jadi Sanis percaya padanya sebagai teman. Lalu Juna tidak puas dengan jawaban dari Sanis, sebenarnya apa yang ia inginkan sekarang?
..............
Ting tung ting tung
Sanis menatap ponselnya itu ada panggilan dari kakaknya yaitu Luna.
"Halo, Nis.".
"Halo kak Luna,"
"Nis, kayaknya kakak bakalan pulang malam. kamu sendirian di rumah? Kata Dita dia dirumah sepupu kamu ya?".
"Aku gak sendirian kok, aku sama Juna di rumah. Dan Dita juga besok pulangnya. Nanti juga kak Ras pulang."
Luna terkejut dengan pernyataan Sanis, di rumah dengan Juna. Bocah tengil itu ternyata.
"Juna? Astaga bocah tengil itu?" Kaget Luna di sebrang sana.
"Yaa, dulu iya mungkin sekarang enggak kok. Dia baik," jelas Sanis pada Luna yang memberikan kepercayaan untuk Juna juga.
"Okey, Sanis jaga dirimu," Luna mematikan teleponnya sepihak membuat Sanis bingung dengan kakaknya ini.
Disisi lain Raspati dan Wayan selesai bertugas di rumah sakit pasien yang datang semakin menipis. Itu lebih bagus dan tak melelahkan.
"Yan, menurut Lo gimana kalau gue percaya sama Juna, dia jagain Sanis di rumah?" tanya Raspati pada Wayan yang menatapnya bingung.
"Juna ada di rumah Lo?" Raspati menganggukkan kepalanya.
"Sanis juga dirumah ?" Sekali lagi ia mengangguk
"Mereka berdua dirumah?" lagi-lagi Raspati menganggukan kepalanya.
"Maksudnya Lo ninggalin mereka berdua di rumah?"
"Iya, bentar aja kok. Yan pinjem Juna bentar ya. Nanti juga Luna datang,"
Wayan tak habis pikir kenapa Raspati meminta Juna untuk menjaga Sanis. Juna bisa saja mempunyai hubungan dengan Sanis.
"Apa mereka ada hubungan?" tanya Wayan pada Raspati.
"Gue gak tau Yan, tapi yang gue lihat Sanis sangat percaya pada Juna dan untuk pertama kalinya ia keliatan bahagia dengan Juna." Raspati tersenyum pada Wayan yang menganggukan kepalanya mengerti.
"Yaudah kalau itu yang Lo mau, ya Juna sudah besar. Gue lihat dia seperti sudah dewasa dan gue yakin dia tau baik dan buruk dalam sebuah hubungan." Wayan beranjak dari kursinya dan bergegas keluar ruangan.
..........................
"Rasanya gue bukan temennya dia." Gumam Sanis selesai mencuci piringnya dan merapikan dapurnya.
Hari mulai malam dan ternyata hari ini malam Minggu, Sanis duduk di sofa ruang tamunya. Menunggu Juna mengambil alat-alat lukisnya yang masih ada di mobilnya tadi.
Karena kelamaan, Sanis menyusul Juna keluar rumah untuk membantunya.
Gadis itu keluar rumahnya untuk ke garasi melihat Juna dan ternyata cowok itu tak di temukannya.
"Kemana sih dia?" gumam Sanis yang mencarinya mengelilingi seluruh rumahnya. Di garasi mobil gak ada, di belakang rumah juga gak ada.
Akhirnya ia keluar rumahnya untuk mencari cowok itu yang membuatnya terkejut melihat Juna bersama Pancali, mereka sedang berdebat. Ia hanya menengok lewat pintu gerbangnya itu.
Juna dengan raut wajah datarnya terlihat meninggalkan gadis itu disebrang sana. Ada persawahan di sebrang rumah Sanis yang seperti pedesaan sangat asri sekali.
Sanis segera masuk keruang tamu untuk menunggu Juna lagi tapi ia penasaran dengan cowok itu? Apa mereka mempunyai hubungan juga ?
Apa Sanis merebut Juna dari Pancali ?
.
.
.
.
.
.
.
Juna mengeluarkan semua alat lukisnya dan masih memasang wajah datarnya itu.
"Nis Lo percaya sama gue kan?" Sanis mengangkat wajahnya yang menatap Juna yang bertanya padanya. Lalu menjawabnya dengan menganggukan kepalanya.
"Tadi gue ketemu sama Pancali ...."
"Lalu Lo ada masalah sama dia?"
Juna menggeleng sambil berjalan ke arah gadis itu.
"Terus?"
"Dia ngajakin gue .... -"
"Apa?"
"Nge*e"
"APAAA?! ITUSIH MAU LO AJAH!" Sanis kaget bukan main bisa-bisanya seperti itu, ia menjawab dengan nada tinggi.
Juna tertawa terpingkal-pingkal dengan raut wajah kaget Sanis mendengar jawaban darinya.
"Ya kagak lah, Nis."
"Ya gue masih mode percaya sama Lo,"
"Dia ngajakin gue dinner,"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....