NovelToon NovelToon
Gu Xiulan, Harapan Dan Pembalasan

Gu Xiulan, Harapan Dan Pembalasan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:17.3k
Nilai: 5
Nama Author: samsuryati

Dulu aku menangis dalam diam—sekarang, mereka yang akan menangis di hadapanku.”

“Mereka menjualku demi bertahan hidup, kini aku kembali untuk membeli harga diri mereka.”

“Gu Xiulan yang lama telah mati. Yang kembali… tidak akan diam lagi.”
Dari lumpur desa hingga langit kekuasaan—aku akan memijak siapa pun yang dulu menginjakku.”

“Satu kehidupan kuhabiskan sebagai alat. Di kehidupan kedua, aku akan jadi pisau.”

“Mereka pikir aku hanya gadis desa. Tapi aku membawa masa depan dalam genggamanku.”

“Mereka membuangku seolah aku sampah. Tapi kini aku datang… dan aku membawa emas.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28

Suara roda gerobak sapi berderak berat menembus sunyi jalan desa. Gerobak itu membawa tubuh Gu Liang , kakek Ulan,yang terkulai oleh stroke.disertai Gu Yongliang, Ibu, dan Nenek Gu, sementara beberapa warga desa mengiring mengikuti dari belakang.

Begitu tiba di halaman rumah sakit desa, petugas segera mengevakuasi tubuh kakek ke ruang periksa. Beberapa menit terasa seperti berjam-jam, hingga dokter akhirnya keluar dengan wajah muram.

“Pasien menderita stroke parah. Separuh tubuhnya tidak responsif. Kami akan berikan perawatan, tapi kondisinya serius. Sebaiknya pihak keluarga bersiap-siap.” dokter hanya menggeleng kepala tidak berdaya. sebenarnya pasien masih bisa dirawat tapi dia mengerti kondisi pedesaan yang sulit.

di sini dia lebih suka membiarkan pihak keluarga berjaga-jaga secara mental.

Tapi siapa sangka kata-katanya justru membuat Nenek Gu langsung berteriak “Kau lagi, Dokter! Dulu anak keduaku meninggal di sini karena kesalahanmu,sekarang suamiku hampir sama! Ini ulahmu!”

Dokter mengerutkan alis mendengar tuduhan itu. baru kemudian dia ingat jika wanita tua ini jugalah yang memakinya tempo hari. bukankah putranya meninggal karena mengkonsumsi minuman keras dengan campuran pil penurun tensi.

"ckckck mimpi apa aku semalam mendapatkan musibah lagi?"pikir dokter yang malang.

“Nyonya, ini rumah sakit, bukan pasar. Kalau terus seperti ini, saya panggil keamanan!” kata dokter yang sudah tidak mau berdebat dengan orang yang tidak berpikir panjang.

Dua satpam berseragam mendekat dengan sikap siap siaga. Di situlah Gu Yongliang menengahi kejadian dengan wajahnya datar.

Yongliang maju, berdiri di antara nenek dan pintu ruang periksa. Ia berbisik cepat pada dokter, suaranya lebih dominan karena ia takut desas-desus akan menyudutkannya.

“Dokter, mohon maafkan nenek saya. Tolong, dok,kami hargai usaha Anda. Saya kira kami tak boleh membuat kekacauan. nenek hanya sedang bingung dengan kondisi kakek saya Tolong… maklumi saja usianya yang sudah tua, dok "

Ia menunduk, seolah memohon agar dokter tak memanggil satpam lebih jauh. Kepedihan kakek dan duka keluarga menjadi latarnamun yang menggerakkan Yongliang hanyalah ketakutan akan bisik-bisik warga yang mungkin akan merusak reputasinya di masa depan.

Dokter menarik napas panjang, menatap Yongliang setengah mengerti, setengah kesal. Satpam menahan langkah. Akhirnya dokter bersuara pelan. “Baik. Tapi saya akan pantau terus. Jangan sampai keributan lagi, masih banyak pasien yang perlu istirahat.”

Yongliang mengangguk cepat. Wajahnya tetap dingin, menatap ke jalan keluar tanpa sepatah kata kasih untuk kakek yang sekarat. setelah itu dokter meninggalkan lokasi.

Nenek masih marah dan terisak-isak.

putra keduanya mati di rumah sakit ini dan barusan suaminya juga didiagnosis seperti itu. Ya sudah tua dan rumah sudah miskin tanpa ada satupun.

apa yang harus dilakukan.

tangisnya sesekali bergema di lorong

Di tengah ruang tunggu yang pengap dan sunyi, seorang perawat dengan wajah kaku datang menghampiri keluarga Gu. Di tangannya ada lembaran tagihan yang sudah dicetak.

“keluarga pasien,Tagihan hari ini,Rp 200 dan 300 sen. Mohon segera dilunasi agar perawatan bisa dilanjutkan.”

Nenek Gu yang duduk di bangku panjang, sebenarnya sudah lebih tenang tapi mendengar apa yang dikatakan oleh perawat ini dia langsung berdiri dengan suara melengking:

“Apa?! Dua ratus rupiah dan tiga ratus sen?! Kalian ini rumah sakit atau tukang rampok?! Ini penipuan terang-terangan! Suamiku bahkan belum sehari dirawat!”

Perawat tetap berdiri tegak, tidak menunjukkan emosi.

“maaf ini biaya pemeriksaan awal, infus, dan rawat inap. Kalau ibu tidak percaya, saya bisa panggil satpam, pasien akan dibantu untuk dikirim pulang .”

Nada suara tenang itu membuat kemarahan nenek mendadak melempem. Tapi bukan berarti dia menyerah,ia justru beralih menangis. Tubuhnya gemetar, dan tangisnya meledak seperti anak kecil.

“ huhuhu Kami tak punya uang! Kami dicuri! Semua uangnya diambil orang! Suamiku sakit parah, kalian malah minta uang, tidak bisakah kami berhutang dulu hah!”

Namun tangisan itu tak menggoyahkan siapa pun di rumah sakit. Beberapa pasien lain menoleh sejenak, lalu kembali menunduk, sepertinya kondisi ini sudah biasa. ada banyak keluarga yang ingin dirawat tapi menolak membayar .

Perawat menatapnya dingin, lalu berkata.

“Mohon maaf, Bu. Rumah sakit kami hanya bisa lanjutkan perawatan jika pembayaran dilakukan. Jika tidak, pasien harus dibawa pulang.”

Gu Yonglian yang berdiri di dekat jendela hanya menggertakkan giginya. Ibunya menunduk, pura-pura mencari sesuatu di kantong, tapi semua tahu,tidak ada apa-apa di sana. memang tidak ada uang di rumah jika adapun, dia akan enggan mengeluarkannya.

Pria tua itu sudah tidak produktif lagi ketika dirinya sakit.mengobatinya hanya akan buang-buang-buang saja lebih baik uang yang ada ditabung untuk masa depan yang semakin sulit.

Di balik tangisan nenek, tidak ada simpati yang datang

Nenek Gu, yang sejak tadi menangis tersedu di kursi, tiba-tiba meledak lagi. Suaranya meninggi, tangisnya membelah udara.

“Jangan pulangkan dia! Jangan pulangkan suamiku! Kami miskin, kami tidak punya apa-apa! Kalian kejam! Rumah sakit ini tidak punya hati! Tidak punya belas kasih!”

Ia lalu menjatuhkan tubuhnya ke lantai ubin yang keras, menggeliat dan menggulingkan badannya seperti anak kecil yang tidak diberi mainan. Beberapa orang yang lewat hanya berhenti sejenak lalu berjalan lagi, tak ingin terlibat. Sementara beberapa warga desa yang ikut mengantar dari tadi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, sebagian membujuk pelan agar nenek Gu berdiri. Tapi ia tidak peduli.

“Lihat! Lihat! Ini rumah sakit macam apa?! Menolak rawat orang tua hanya karena uang?!”

Perawat hanya tersenyum sinis kemudian dia berkata,"aku memberikan kamu waktu 1 hari .besok kita tidak dibayar pasien harus meninggalkan rumah sakit suka atau tidak. rumah sakit bukan panti amal"

Setelah itu perawat pun pergi

Gu Yonglian yang berdiri di sisi lorong menunduk dalam-dalam, wajahnya memerah karena malu. Ibunya hanya memutar badan, pura-pura melihat ke dinding, berharap tidak ada yang menghubungkan mereka dengan nenek yang sedang menggila itu.

Meskipun perawat pergi nenek masih saja menangis tersedu-sedu. Dia mungkin akan berhemat dan tidak Sudi membayar jika menyangkut anggota keluarga yang lain tapi ini adalah suaminya yang sudah bersamanya sejak muda.

Nenek tidak tega.

Di tengah kegaduhan, langkah tergesa terdengar di lorong.

Ibu dan ayah Ulan muncul, wajah mereka penuh tanda tanya, terkejut melihat keributan itu. Begitu melihat mereka, nenek Gu langsung berdiri dan berlari ke arah ayah Ulan seperti orang kehausan yang menemukan air.

“Dia! Dia! Apa Ulan tidak memberimu uang?!” bentaknya dengan napas terengah.

Ayah Ulan menghela napas berat, lalu menjawab pelan, “Ulan bilang dia tak punya uang. Dia bilang dia juga tidak bisa membantu...”

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi ayah Ulan.

“Bodoh! Anakmu perempuan tak tahu berterima kasih! Sudah kami nikahkan, kami besarkan dengan susah payah, malah berpaling dan membiarkan ayahmu mati di rumah sakit, apa gunanya melahirkan Putri seperti itu, apa gunanya!”

Nenek terus mengoceh, menuding ke sana kemari. Kali ini sasarannya ibu Ulan.

“menantu pertama, ini semua salahmu juga! Kau melahirkan anak gadis durhaka! Kalau saja kau melahirkan anak yang bisa diandalkan, tidak akan seperti ini! Sia-sia!”

Ibu Ulan hanya mengatupkan bibir, menunduk dalam diam. Tak ada yang berani membantah.

Suara pertengkaran yang didominasi oleh nenek semakin keras dan membuat suasana menjadi berisik.

Lambat laun seseorang memanggil bantuan .

Tidak lama kemudian,Dokter yang tadi sempat dimaki nenek Gu kini datang lagi, kali ini tidak sendiri. Di belakangnya ada seorang perawat muda dengan wajah tegang dan seorang satpam berseragam, berdiri tegak dengan sikap waspada, tangan sudah menggenggam pentungan kecil di pinggangnya.

Dokter menatap tajam ke arah keluarga Gu yang masih berkumpul. Suaranya dingin dan tajam seperti pisau bedah.

“Ini rumah sakit, bukan pasar. Kalau kalian tidak bisa menjaga ketenangan, silakan pulang dan rawat pasien kalian sendiri di rumah!”

Suasana mendadak senyap. Bahkan tangis nenek Gu yang tadi menggelegar kini seperti tertelan angin. Dia menunduk sejenak, napasnya masih tersengal, lalu mendekat dengan langkah perlahan.

“Maaf... maafkan saya, Dokter... Saya hanya... saya mohon... tolong beri kami waktu... sedikit saja... Kami akan mencari uang itu. Saya janji...”

Dokter hanya mendengus, lalu memberi isyarat kepada perawat untuk mundur. Satpam tetap di tempatnya, berjaga.

Nenek Gu menggenggam ujung bajunya sendiri erat-erat, wajahnya penuh peluh dan air mata. Lalu, tiba-tiba, dia mengangkat wajahnya dan berseru pada cucunya.

“Yonglian! Kau harus pergi ke kota! Cari adikmu, Yueqing! Dia menikah dengan keluarga Li! Mereka orang kota! Mereka pasti bisa membantu! Katakan pada dia... katakan bahwa kakeknya sekarat... kalau dia masih punya hati, dia akan menolong!”

Gu Yonglian tampak terkejut. Ragu dan tidak senang jelas tergambar di wajahnya.

“Tapi... rumah keluarga Li.... aku..aku bahkan tak tahu mereka akan menerimaku atau tidak.”

“Pergi!” bentak nenek Gu dengan suara serak. “Kalau tidak... kau ingin kakekmu mati di sini?!”

Yonglian menggigit bibirnya, lalu tanpa banyak kata, dia angkat kaki, meninggalkan rumah sakit dengan cepat. Nenek Gu memandang punggung cucunya dengan harapan yang mulai menipis.

“Yueqing... sekarang cuma kau,satu-satunya yang mungkin bisa menyelamatkan kami,” gumamnya, seolah berbicara pada dirinya sendiri.

Warga desa yang ikut mengantar hanya bisa saling pandang. Tidak ada lagi yang bisa dipinjamkan. Desa sedang miskin, lumbung kosong, dan musim gagal panen menghantui semua orang. Kini harapan terakhir keluarga Gu bertumpu pada seorang gadis yang telah menikah ke kota dan tak pernah kembali.

beberapa waktu kemudian.

Gu Yonglian sudah berdiri di depan gerbang perumahan pabrik besi yang dijaga ketat. Langit kota tampak lebih abu-abu dari biasanya, dipenuhi asap dan debu dari cerobong tinggi yang terus mengepul tanpa henti. Di balik pagar besi berkarat itu, deretan rumah petak milik keluarga pekerja berdiri berimpitan, sederhana dan suram.

Dia menatap ke dalam dengan ragu, lalu melangkah maju mendekati seorang pria paruh baya yang baru saja keluar dari area perumahan, mengenakan topi pekerja dan membawa kotak makan kosong.

“Pak, permisi… Saya ingin menanyakan rumah keluarga Li. Saya dengar mereka tinggal di sini… Salah satu anggota keluarga mereka menikah dengan adik saya.”

Pria itu menghentikan langkahnya, menoleh dengan kening berkerut.

“Keluarga Li…? Yang tinggal di blok 3?” katanya yang membelalakkan matanya.

Yonglian menggelengkan kepala. Dia berkata “Saya kurang tahu pasti, tapi adik saya, Gu Yueqing… dia menikah dengan salah satu anggota keluarga Li dari sini. Saya harus bertemu dengannya. Urgent.”

Pria itu menatap Yonglian dari ujung kepala hingga kaki. Sejenak ada jeda, lalu dia mendengus, menggeleng pelan dengan nada sinis.

“Tch. Apakah keluarga kalian benar-benar sebodoh itu? Mengirim gadis cantik ke rumah keluarga Li…”

"kalian itu bodoh atau tidak punya otak sih?"

Yonglian membeku. Hatinya mencelat turun ke dasar perut. Matanya menyipit, ingin bertanya lebih lanjut.namun pria itu sudah melangkah pergi dengan cepat, meninggalkan debu dan firasat buruk di belakangnya.

Yonglian berdiri mematung. Kata-kata pria tadi menggema di kepalanya, menghantam logika dan rasa takut yang kini mulai tumbuh liar.

"Apa maksudnya? Kenapa berkata seperti itu? Ada apa dengan Yueqing?"

Dia tahu kabar mengenai keluarga itu, jika tidak kenapa dia ingin mengirim ulan ke sana. tapi ulan dan Yueqing beda, Yueqing cantik dan pintar dia pasti bisa mengambil hati keluarga itu demi menghindari kecelakaan.

Tapi sekarang..

Langkah Yonglian terasa berat saat ia melanjutkan perjalanan menuju gerbang, namun dalam hatinya, kegelisahan mulai menjalar.

Dan firasat buruk itu… perlahan berubah menjadi rasa takut yang sulit ia jelaskan.

1
Imelda Imelda
Thor up yg banyak.......
Etty Rohaeti
terima kasih dan tetap semangat Thor
Cilel Cilel
lanjut thor dah mulai menarik
Andira Rahmawati
mantap ulan...
🪷Mrs.Mom05🪷
🌹🌹🌹🌹🌹
Fauziah Daud
trusemangattt
Cilel Cilel
lanjut thor dah mulai menarik
Andira Rahmawati
lanjut thor....makin seru ceritanya..
Cilel Cilel
lanjut thor dah mulai menarik
Fauziah Daud
syabas ulan.. trusemangattt
Rani Muthiawadi
kurang byk thor
Cilel Cilel
lanjut thor
Rani Muthiawadi
bagus bgt
Rani Muthiawadi
up lagi thor smangat
Cilel Cilel
harus kuat dan kuat
Cilel Cilel
lanjut thor dah mulai menarik
Andira Rahmawati
kok ulan mau aja sih di titipi tugas untuk yuxin....kalo perlu buat ulan jadi wanita kuat tdk gampang di bodohi lagi..thor..
tetap semangat..💪
Cilel Cilel
cerita nya kaoan ulan sukses dan kuat thor lambat kali .
Dino Gami
lanjuttty tor
Cilel Cilel
lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!