Gu Xiulan, Harapan Dan Pembalasan
Kepala gu xiulan sakit.
Bukan seperti pusing biasa… tapi seperti ada seseorang yang menghantam tengkuknya dengan batu besar.
Nyut-nyutan. Berdenyut tak beraturan. Menyiksa.
Gu xiulan tidak bisa membuka mata, tapi … aku sedang berbaring.
"bukankah aku sudah mati ?"Tuhan apakah kau tidak punya mata kau hanya melihat bagaimana aku menderita tanpa memberikan aku kesempatan untuk bertahan? dan sekarang aku mati hahaha...
tapi tunggu dulu.
Dia sekarang sedang berbaring di atas sesuatu yang keras, kasar, dan lembap
. Tikar?
Tubuh gu xiulan terasa ringan. Bukan ringan yang menyenangkan tapi seperti… kosong dan Lemah.
Lambungku melilit, tenggorokanku kering. Aku ingin bicara, tapi bibirku seakan disegel udara.
‘Apa… ini neraka?’
Pikiran itu muncul begitu saja.
Tidak ada wangi dupa. Tidak ada nyanyian surgawi. Tapi juga… tidak ada api yang membakar atau suara jeritan.
Hanya bau tanah yang menusuk hidung, dan hawa lembap yang menempel di kulit seperti kabut lengket.
Aku mengerang pelan. Suara itu keluar, samar dan serak.
"apakah sudah sejelek ini?"
Perlahan, mata gu xiulan mulai terbuka. Cahaya masuk dengan kekuatan yang menyakitkan—matahari dari celah dinding anyaman bambu yang buruk. Karena sinar matahari, dia mengangkat tangan, mencoba menutupi cahaya itu.
Tapi tunggu dulu.
Tanganku kok tipis, kecil. Bahkan tulang-tulangnya terlihat jelas dari balik kulit. Ini… tanganku?
Aku menggertakkan gigi , dia tiba-tiba memiliki rasa Ketakutan yang mulai merayap. Napas nya segera memburu.
Di mana aku?
Aku menoleh pelan.
Langit-langit reyot. Tiang-tiang kayu tua yang mulai rapuh. Sebuah panci besi tergantung di dinding, dan tungku tanah liat di pojokan terlihat tak terpakai.
Rumah ini… rumah ini…
Tiba-tiba, suara-suara asing menerobos masuk dari luar.
"Xiaozhi, kenapa kamu lambat , apa kau tidak makan seminggu hah!"
"Kau mau ayam itu kabur? Cepat ikat kakinya!"
" nenek... ini bukan tugasku ini tugas Ulan …"
Gu xiulan membeku.
Suara-suara itu… bukan dari tempat terakhirku menghembuskan napas.
Gu xiulan ingat,dia mati dalam cuaca dingin alias mati beku.Rasa dingin sampai ke tulang itu tidak akan pernah dia lupakan meskipun dia masuk ke dalam neraka sekalipun.Anak anakku...
Dia mencari anak-anaknya, tapi sampai dia matipun dia tidak dapat menemukan jejak anak-anak menghilang.
Di luar ada suara orang dewasa yang berdebat dengan Dialek yang kental.
Aku mengenal nada dan aksennya nya seperti akses pedesaan. Tapi bukan desa sekarang. Ini seperti… seperti desa dari masa lalu.
Tangan gu xiulan menggenggam ujung tikar dengan erat. Jantungku berdetak terlalu cepat untuk tubuh sekecil ini. tiba-tiba saja sesuatu yang tidak mungkin mengalir dalam benaknya.
“Tidak… ini tidak mungkin…”pikirnya .
"Ulan ..?"
Gu xiulan terbatuk. Suara itu nyaring, mengoyak kesunyian ruangan. Seketika, dari balik dinding, terdengar suara langkah kaki cepat menuju pintu.
“ Ulan Kau sudah bangun?” ada suara perempuan yang terdengar para sekaligus dingin.Tak ada kehangatan di dalamnya.
Langkah itu terhenti di depan pintu, tapi pintu tak kunjung dibuka.
“Jangan berpura-pura sakit lagi, ulan. Kau pikir bisa tidur terus dan tidak kerja?”
Darah gu xiulan membeku.
Itu… nama lamaku. Nama sebelum segalanya berubah.
Nama yang tidak pernah dipanggil lagi sejak…
Aku menggigit bibir bawahku. Mata gu xiulan kini terbuka sepenuhnya, menatap atap reyot di atas kepalanya.
‘Apa yang sedang terjadi?"
Tidak ada jawaban. Hanya detakan jantung sendiri yang menggema di telinga nya.
Dan untuk pertama kalinya, setelah sekian lama, aku merasa takut akan hidupku.
" aku...aku tidak seharusnya di sini"
Tubuhnya tersentak.
Dengan gerakan berat, Ulan memaksa bangkit dari tikar lusuh yang sudah hampir lapuk. Rasa sakit di belakang kepalanya masih menyebar, membuat matanya berkunang setiap kali mencoba duduk tegak. Tikar kasar itu menempel di kulitnya, dan udara di dalam ruangan terasa lembap dan pengap, seperti sudah lama tak ada yang membuka jendela.
Ia menarik napas pendek,terlalu pendek. Dadanya seperti tertekan. Hembusan napas itu justru membawa aroma tanah basah, anyir kayu tua, dan debu. Semuanya begitu nyata. Terlalu nyata untuk disebut mimpi.
Ulan mengerjapkan mata, mencoba membiasakan diri dengan cahaya samar yang merembes masuk dari celah-celah dinding bambu yang reyot. Saat ia menoleh ke kanan, sinar pagi memantul dari celah pintu yang sedikit terbuka. Debu-debu beterbangan di udara, berkilau dalam cahaya itu seolah waktu sendiri berhenti bergerak.
Dari luar, suara-suara samar mulai menyusup,
"Cepat habiskan air cucianmu, jangan buang waktu!"
"Ikat ayam itu sebelum lepas lagi, kau dengar?"
"Ibu Liu katanya sakit lagi, padahal panen belum selesai..."
Ulan menegang. Suara-suara itu terlalu asing, tapi juga… entah mengapa, terdengar sangat dekat. Akrab.
Seolah dirinya pernah tinggal di tempat ini.
Seolah ia sedang mendengarkan masa lalu yang berputar ulang.
Kaki kecilnya yang kurus bergetar saat mencoba berdiri. Ia meraih tiang bambu di sampingnya untuk menjaga keseimbangan, lalu menghela napas pelan. Ruangan di sekelilingnya kecil, nyaris kosong. Sebuah tungku tanah liat berdiri di pojok ruangan, tidak digunakan. Beberapa pakaian tua dan lusuh terlipat di atas bangku kayu, dan di sisi lain, ada sebuah ember kosong.
Tempat ini…
Tempat ini sungguh terasa seperti rumah lamanya. Tapi itu tidak mungkin.
" Gu Xiulan?!”
Tiba-tiba suara parau terdengar dari luar pintu.
Ulan terkejut. Langkahnya terhenti.
Suara itu…
"Ibu..??"
Pemilik suara itu tidak masuk tapi masih mengomel di depan pintu.“Kalau masih tidur juga, jangan harap dapat sisa makan siang nanti!”*
Nada bicaranya kasar dan dingin. Tak ada belas kasih. Tak ada perhatian. Hanya perintah, diselingi nada marah yang penuh kejengkelan.
Ulan menggigit bibir. Jantungnya berdegup kencang. Nama Ulan belum pernah dipanggil sejak…
Sejak dia menikah?
Kepalanya berdenyut. Ulan terdiam.
Ia tidak menjawab. Masih belum bisa.
Suaranya sendiri bahkan terasa asing jika harus keluar dari mulut kecil yang belum ia kenali.
Ia menunduk, menatap kakinya sendiri. Kecil. Kurus. Seperti tubuh anak usia belasan tahun.
Apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Tangan kecilnya gemetar. Napasnya kembali pendek. Di luar, dunia terus bergerak, seolah tidak peduli bahwa di dalam gubuk kecil ini, seorang gadis muda sedang diliputi kebingungan dan ketakutan akan keberadaannya sendiri.
Apakah dia sedang bermimpi?
Atau… apakah dirinya benar-benar telah kembali?
Ulan menggenggam ujung bajunya yang kasar dan longgar. Jari-jarinya terasa dingin.
Pintu masih belum dibuka. Tapi ia tahu seseorang masih berdiri di baliknya, menunggu—atau mungkin hanya mengomel.
Namun ada satu hal yang Ulan tahu dengan pasti.
Tempat ini adalah bagian dari masa lalu.
Dan dia, entah bagaimana caranya, telah ditarik kembali ke dalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Dewiendahsetiowati
hadir thor
2025-06-16
1
Fauziah Daud
hadir thor
2025-06-15
0