seorang pemuda yang merubah hidup nya dengan bantuan dari sistem
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TIGA SERANGKAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Saat Dika terbangun, rasa sesak dan hangat menyelimuti dadanya. Pandangannya perlahan menyesuaikan dengan cahaya redup dari lampu kamar, lalu ia melihat sesosok tubuh mungil tertidur di atasnya. Rambut panjang tergerai, napas teratur, dan wajah damai itu milik Mayang.
“Hmmm... pantesan berat,” gumamnya sambil mengusap rambut gadis itu pelan.
Dika melirik jam dinding. Jarum panjang sudah melewati angka dua belas.
“Jam tujuh malam...?”
Dengan lembut, Dika mencium kening Mayang. “Sayang, bangun. Udah malam, kita belum makan.”
Mayang hanya menggumam pelan, menenggelamkan wajahnya di dada Dika. Rasanya terlalu nyaman untuk bangun.
Dika, dengan senyum geli, menyusupkan tangannya dan mencubit pelan sisi tubuh Mayang. “Yuk makan dulu, nanti masuk angin.”
Mayang akhirnya bangkit, masih setengah mengantuk, lalu melangkah ke kamarnya. Dika pun segera masuk kamar mandi untuk menyegarkan diri.
---
Usai mandi, Dika mengenakan pakaian santai lalu duduk di ujung ranjang, termenung.
“Sistem, apakah aku bisa menjadikan Mayang seorang kultivator?”
> [Ding... Bisa, Tuan. Gunakan teknik kultivasi ganda. Tapi sebelumnya, Tuan harus mentransfer teknik tersebut ke calon pasangan.]
Dika tersenyum tipis. “Baik, aku akan melakukannya.”
Setelah makan malam bersama, Mayang membereskan meja sementara Dika bersandar di sofa. Tak lama kemudian, Mayang datang menyusul dan menyenderkan kepala di bahu Dika.
“Kenapa manja banget hari ini?” tanya Dika lembut sambil mengusap rambutnya.
“Nggak kenapa-kenapa. Aku cuma pengen kayak gini,” gumam Mayang manja.
“Sayang, kamu mau jadi kultivator?” tanya Dika, tiba-tiba.
Mayang menatapnya heran. “Kultivator? Bukannya itu cuma legenda zaman dulu?”
Dika membuka telapak tangannya dan menunjukkan api hitam yang berputar pelan di sana. Mata Mayang melebar, ternganga.
“Itu... kamu serius?”
“Serius. Dan kamu bisa juga, kalau mau.”
Mayang mengangguk dengan semangat, seperti anak kecil diberi mainan baru. Dika lalu menyentuh dahinya dan mentransfer teknik kultivasi ganda. Mayang langsung memerah saat informasi teknik itu membanjiri pikirannya.
“Ini... caranya... seperti itu?”
“Kalau kamu sudah yakin, kita mulai. Tapi sebelumnya...” Dika bangkit dan mengunci pintu.
---
Mereka berpindah ke dunia dalam cincin Dika—sebuah kamar istana mewah dengan nuansa hangat dan damai. Mayang melongo, terpukau dengan keindahan tempat itu.
“Sekarang, aktifkan teknik yang tadi,” bisik Dika.
Mayang mengangguk malu, wajahnya seperti kepiting rebus. Saat keduanya sudah siap, Dika membimbing Mayang ke ranjang besar berselimut sutra.
Ciuman pertama mereka malam itu terasa berbeda. Lebih dalam, lebih bermakna, seolah mengikat jiwa mereka satu sama lain. Gerakan Dika lembut dan penuh perasaan, membuat Mayang meleleh dalam pelukannya.
Desahan tertahan, tarikan napas pelan, dan sentuhan yang menyapu kulit dengan penuh penghargaan. Dika mengeksplorasi tubuh Mayang layaknya seniman yang menyentuh kanvas dengan penuh kekaguman. Mayang tak kuasa menahan gelombang hangat yang menggulung dari dalam.
“Sayang...” bisik Mayang pelan, hampir seperti angin.
Dika menatapnya dalam. “Kalau sakit, bilang ya.”
Mayang mengangguk, menggenggam tangan Dika erat. Di antara desah, gerak lembut, dan bisikan mesra, mereka menyatu dalam harmoni tubuh dan jiwa. Teknik kultivasi ganda yang mereka jalankan perlahan mengalirkan energi aneh ke seluruh tubuh.
Rasa panas menyebar, bukan hanya karena gairah, tapi karena kekuatan baru yang terbentuk di dalam. Setiap gerakan mereka seperti menjadi bagian dari sebuah tarian kuno yang membangkitkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar kenikmatan fisik.
Hingga pada satu momen puncak, tubuh mereka mengejang bersamaan. Suara mereka berbaur dalam satu nada akhir yang menandakan penyatuan yang sempurna. Tubuh Mayang bergetar, napasnya tersengal, sementara Dika memeluknya erat.
“Terima kasih, Sayang,” bisik Dika, mencium keningnya dengan penuh cinta.
Mayang membalas dengan senyum tipis. “Aku juga... terima kasih.”
---
Beberapa menit kemudian, saat tubuh Mayang mulai tenang, ia berkata, “Aku merasa... ada sesuatu yang berbeda di tubuhku.”
“Itu energi dari kultivasi ganda. Sekarang, ambil sikap lotus. Kamu akan segera menerobos.”
Mayang pun duduk bersila di atas ranjang. Dika ikut mengambil posisi yang sama. Dalam keheningan yang khidmat, suara ledakan energi menggema di dalam kamar istana.
Duarr... Duarr... Duarr... Duarr... Boom!
Mayang berhasil menerobos empat lapis penghalang utama dan satu kecil. Tubuhnya bersinar tipis, wajahnya berseri. Ia telah menjadi kultivator tingkat Master Awal.
Tak berselang lama, giliran Dika. Satu ledakan besar dan dua kecil mengguncang ruang.
Duarr... Boom... Boom.
Dika melangkah ke tahap Jenderal Raja Tingkat Menengah. Mereka membuka mata dalam waktu bersamaan, menatap satu sama lain dengan senyum penuh kepuasan.
“Selamat, Sayang. Kamu sekarang seorang kultivator,” ucap Dika sambil menggenggam tangan Mayang.
“Terima kasih. Ini semua karena kamu,” jawab Mayang dengan mata berbinar.
Dika memberinya sebuah pil. “Ini pil kecantikan. Akan membantumu membersihkan tubuh dari racun.”
Mayang menelan pil itu. Tak lama, tubuhnya mengeluarkan noda hitam dan bau menyengat. Ia berteriak kecil, panik.
“Sayang! Ini bau banget!”
“Itu racun dan kotoran dari tubuhmu. Artinya pil bekerja,” jawab Dika santai.
Mayang langsung lari ke kamar mandi. Dika pun menyusul untuk mandi bersama, tapi kali ini tanpa penyatuan ulang—mereka hanya membersihkan diri sambil bercengkerama dalam suasana damai.
Setelah 39 menit, mereka keluar dari kamar mandi, berpakaian lengkap.
“Sayang... gunungku kayaknya nambah ukuran deh,” keluh Mayang sambil melihat dadanya sendiri.
“Hehe, efek pil kecantikan,” sahut Dika sambil terkekeh.
“Huft... kayaknya harus beli bra baru. Ini udah nggak muat,” gerutu Mayang manja.
Dika mencium keningnya. “Sekarang, pejamkan mata. Kita kembali ke dunia nyata.”
Mayang menuruti. Dalam sekejap, mereka sudah kembali di kamar Dika.
Malam itu mereka habiskan dengan berpelukan, tanpa kata-kata. Hanya hembusan napas dan detak jantung yang berbicara.
BERSAMBUNG...