Ayla tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah karena sebuah kalung tua yang dilihatnya di etalase toko barang antik di ujung kota. Kalung itu berpendar samar, seolah memancarkan sinar dari dalam. Mata Ayla tertarik pada kilauannya, dan tanpa sadar ia merapatkan tubuhnya ke kaca etalase, tangannya terulur dengan jari-jari menyentuh permukaan kaca yang dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Worldnamic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : Langkah Pertama Sang Pewaris
Pagi di Eradel memiliki keindahan yang menakjubkan. Langit berwarna ungu muda, burung-burung kecil berwarna cerah beterbangan, dan embun membasahi tanah dengan kilaunya yang lembut. Namun, di tengah semua itu, Ayla merasa beban di pundaknya semakin berat. Di sinilah langkah pertamanya dimulai.
Kael menuntunnya menuju taman di balik kastil, sebuah tempat yang dipenuhi dengan tanaman-tanaman langka dan aliran sungai kecil yang berkilauan. Di sana, angin sepoi-sepoi mengelus wajahnya, seakan mengundangnya untuk berinteraksi dengan elemen-elemen Eradel. Ayla tahu bahwa latihan ini adalah awal dari perjalanan panjang yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Kael berdiri di hadapannya, memberikan senyum yang menenangkan. "Kekuatanmu berasal dari alam di sekitarmu, Ayla. Untuk mengendalikannya, kau harus belajar untuk mendengar dan memahami bisikan dunia ini."
Ayla mengangguk. Ia menutup matanya, mencoba untuk merasakan apa yang ada di sekitarnya. Pada awalnya, hanya ada keheningan, tetapi perlahan-lahan, ia mulai mendengar suara-suara halus—gemericik air, desau angin, bahkan suara dedaunan yang berbisik lembut. Semuanya seperti menyambut kehadirannya, memberi energi yang mengalir lembut ke dalam tubuhnya.
“Bayangkan energi itu mengalir melalui jari-jarimu,” ujar Kael dengan nada lembut. “Biarkan alam memberimu kekuatannya.”
Ayla mencoba mengikuti arahan Kael. Ia membuka mata dan menatap tangan kanannya, membayangkan energi yang dirasakan mengalir ke sana. Tiba-tiba, cahaya lembut muncul di telapak tangannya, berpendar lembut seperti sinar matahari yang menembus kabut pagi. Ayla terkesiap, namun tatapan tenang Kael membantunya tetap fokus.
“Bagus, Ayla. Kau melakukannya dengan sangat baik,” puji Kael. “Cahaya itu adalah bukti bahwa kau mulai terhubung dengan kekuatanmu.”
Ayla tersenyum, merasa bangga dan sedikit kagum pada dirinya sendiri. Namun, saat ia mulai rileks, cahaya itu perlahan memudar. Ia mendesah, merasa sedikit kecewa.
“Jangan khawatir,” kata Kael sambil tersenyum. “Butuh waktu untuk bisa mengendalikan kekuatan ini sepenuhnya. Yang terpenting adalah kemauan dan kesabaran.”
Sebelum latihan selesai, suara asing terdengar dari balik semak-semak. Ayla dan Kael langsung berjaga-jaga, dan dari bayangan muncul seorang lelaki tua berwajah teduh dengan jubah lusuh. Matanya tajam, mengamati Ayla dengan rasa ingin tahu dan sedikit kekhawatiran.
“Kael,” suara lelaki tua itu rendah dan bergetar, “kau tahu bahwa membawa pewaris ke tempat terbuka adalah langkah yang sangat berisiko. Noir memiliki mata-mata di mana-mana.”
Kael mengangguk, menyadari kebenaran dalam kata-kata itu. “Tuan Eldric, aku tahu risikonya. Tapi Ayla perlu belajar. Jika kita terus menyembunyikannya, ia takkan pernah bisa membangun kekuatan untuk menghadapi Noir.”
Tuan Eldric menatap Ayla dengan sorot penuh makna. “Sebaiknya kau bersiap, Anak muda. Kegelapan mungkin sudah mengetahui keberadaanmu. Kau tak hanya memerlukan kekuatan, tetapi juga ketahanan dan keberanian untuk melawan Noir.”
Ayla menggenggam kalungnya dengan lebih erat, merasa bahwa nasihat itu adalah peringatan akan tantangan yang lebih besar di depan.
Ayla merasa dirinya semakin tenggelam dalam dunia ini, meskipun baru saja mulai memahami kekuatan di dalam dirinya. Kehadiran Tuan Eldric membawa hawa yang penuh misteri, namun sorot matanya yang tajam menunjukkan ketulusan yang sama dalam melindungi Eradel.
Ayla memberanikan diri untuk bertanya, “Tuan Eldric, mengapa Noir begitu kuat dan sulit dikalahkan? Apakah dia juga berasal dari dunia ini?”
Lelaki tua itu mengangguk perlahan. “Noir adalah makhluk dari zaman dahulu kala, entitas yang terbentuk dari bayangan dan kegelapan yang selalu mengintai di antara batas dunia. Dulu, Eradel punya pelindung yang jauh lebih kuat untuk melawannya, tetapi kekuatan itu telah lama menghilang. Kau, Ayla, adalah harapan terakhir untuk mengembalikan keseimbangan itu.”
Kael melanjutkan, “Noir mengambil kekuatannya dari ketakutan dan kelemahan makhluk hidup, itulah sebabnya semakin banyak yang takut, semakin besar kuasanya. Sebagai pewaris pelindung, Ayla, kau memiliki kemampuan yang bisa mematahkan kekuatan gelap itu, tetapi kau harus menguasainya sepenuhnya.”
Ayla mendengar kata-kata mereka dengan penuh perhatian, tetapi di hatinya tersimpan kekhawatiran. Bagaimana ia bisa menjadi pelindung Eradel? Ia tak memiliki pengalaman, tak memiliki persiapan—hanya sedikit kekuatan yang bahkan belum ia kuasai.
“Aku akan membantumu,” ucap Kael dengan mantap, seolah membaca pikirannya. “Kita akan memulai latihan yang lebih intens. Kau akan mempelajari cara bertarung, cara mengendalikan elemen-elemen, dan juga cara menjaga pikiranmu tetap kuat.”
Tuan Eldric mengangguk setuju. “Namun, ketahuilah, Ayla, bahwa tugas ini bukan hanya tentang kekuatan fisik atau sihir. Kau akan dihadapkan pada ujian hati, di mana keputusan yang kau buat akan menentukan nasibmu dan nasib seluruh Eradel. Kekuatan terbesar dalam dirimu akan muncul saat kau menghadapi apa yang paling kau takutkan.”
Ayla merasa gemetar, tetapi ia juga tahu bahwa tidak ada jalan untuk mundur. Ia harus melanjutkan, tidak hanya untuk Eradel, tetapi juga untuk dirinya sendiri. Ia merasakan dorongan yang baru, meskipun samar, yang membuatnya ingin melawan kegelapan ini.
“Kalau begitu, kapan kita mulai?” tanyanya, suaranya terdengar lebih mantap dari sebelumnya.
Kael dan Tuan Eldric saling berpandangan dan tersenyum kecil, puas dengan semangat Ayla. Kael melangkah mendekat dan meraih bahunya dengan lembut. “Sekarang. Dan ingatlah, Ayla, kau tidak sendirian dalam perjalanan ini. Kita akan melangkah bersama.”
Latihan dimulai dengan intensitas yang tak pernah dibayangkan Ayla sebelumnya. Kael mengajarkannya cara menyeimbangkan tubuh dan pikiran, menggabungkan teknik bertarung dengan energi yang mengalir dari alam sekitar. Setiap gerakan yang mereka lakukan dipenuhi oleh konsentrasi tinggi, namun di antara latihan itu ada momen-momen kecil yang membuat Ayla merasa lebih dekat dengan Kael.
Saat ia berlatih mengendalikan energi, sebuah gerakan membuatnya kehilangan keseimbangan. Sebelum ia sempat terjatuh, Kael segera menangkapnya, tangannya yang kuat menyangga punggung Ayla dengan lembut. Ayla terdiam sejenak, menyadari betapa dekatnya mereka sekarang. Wajah Kael hanya beberapa inci dari wajahnya, dan tatapan matanya begitu dalam, seolah dapat menembus pikiran dan perasaannya.
"Kau harus lebih fokus, Ayla," bisik Kael dengan suara lembut namun penuh perhatian, senyum tipis terlihat di wajahnya.
Ayla merasa pipinya memerah, tetapi ia cepat-cepat mengalihkan pandangannya sambil mengangguk. “Maaf, aku hanya sedikit tegang,” jawabnya dengan malu.
Kael tertawa kecil, melepaskan genggamannya perlahan. “Tak apa. Berlatih itu memang sulit pada awalnya. Lagi pula, aku akan selalu berada di sini untuk menangkapmu.”
Mereka melanjutkan latihan, tetapi Ayla tidak bisa sepenuhnya mengalihkan pikirannya dari momen tadi. Setiap kali Kael memberikan petunjuk atau membantunya dengan gerakan tertentu, ia merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Terkadang, ketika ia mengangkat pandangannya, ia mendapati Kael menatapnya dengan sorot lembut yang membuatnya merasa hangat dan terlindungi.
Saat matahari mulai terbenam, mereka berhenti sejenak untuk beristirahat. Kael dan Ayla duduk di tepi kolam kecil yang tenang, memandang sinar matahari yang berubah menjadi jingga di atas langit Eradel. Mereka terdiam, menikmati ketenangan sesaat di antara keduanya.
"Aku tahu ini sulit bagimu, Ayla," ujar Kael, suaranya lembut dan penuh perhatian. "Aku tahu kau merindukan rumah, keluargamu… tetapi aku sangat berterima kasih karena kau memilih untuk tetap di sini dan berjuang."
Ayla menatapnya, terkejut melihat sisi Kael yang lebih terbuka. "Aku juga tak tahu bagaimana aku bisa bertahan tanpamu di sini, Kael," jawabnya jujur. "Kehadiranmu membuat semua ini terasa mungkin. Rasanya… seperti aku menemukan alasan untuk melanjutkan."
Kael tersenyum dan tanpa ragu, menyentuh lembut tangan Ayla. “Kita akan melewati ini bersama, apa pun yang terjadi.” Tatapan mereka bertemu sekali lagi, dan dalam diam itu, Ayla merasakan ketertarikan yang semakin kuat terhadap Kael, lebih dari sekadar seorang pelindung atau sekutu.
Bayangan di sekitar mereka perlahan memudar saat malam mulai tiba, membawa Ayla dan Kael lebih dekat dalam kebersamaan yang penuh arti, menguatkan tekad mereka untuk melindungi satu sama lain dari kegelapan yang akan datang.
Langit malam di Eradel bersinar dengan bintang-bintang yang tak pernah dilihat Ayla sebelumnya, cahayanya memantul lembut di permukaan kolam kecil tempat mereka beristirahat. Setelah seharian berlatih, kelelahan menyelimuti tubuh Ayla, tetapi ada kehangatan yang menguatkan hatinya. Di sampingnya, Kael masih duduk dengan pandangan yang tenang namun waspada, selalu siap untuk melindungi Ayla.
Ayla terdiam sejenak, memandangi bintang-bintang, lalu menoleh ke arah Kael. "Terima kasih, Kael, untuk semua yang telah kau lakukan," ucapnya dengan tulus. "Aku tak bisa membayangkan menjalani semua ini sendirian."
Kael tersenyum, tatapan lembutnya menembus malam yang sunyi. "Aku yang seharusnya berterima kasih, Ayla. Kehadiranmu memberi kami harapan di tengah kegelapan ini." Ia terdiam sejenak, lalu menambahkan dengan suara yang hampir berbisik, "Dan aku berjanji akan selalu ada untuk mendampingimu."
Mereka berdua terdiam, menikmati kedekatan dan keheningan yang terasa begitu alami. Di saat itu, tanpa kata-kata, sebuah ikatan terjalin di antara mereka—lebih dari sekadar pelindung dan pewaris, tetapi sebagai dua jiwa yang menemukan tempatnya di sisi satu sama lain.
Malam itu, Ayla merasa damai untuk pertama kalinya sejak tiba di dunia asing ini, yakin bahwa bersama Kael, ia bisa menghadapi apa pun yang akan terjadi.