NovelToon NovelToon
ALTAIR: The Guardian Eagles

ALTAIR: The Guardian Eagles

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur
Popularitas:15.5k
Nilai: 5
Nama Author: Altairael

[MOHON DUKUNGAN UNTUK CERITA INI. NGGAK BAKAL NYESEL SIH NGIKUTIN PERJALANAN ARKA DAN DIYAN ✌️👍]

Karena keserakahan sang pemilik, cahaya mulia itu pun terbagi menjadi dua. Seharusnya cahaya tersebut kelak akan menjadi inti dari kemuliaan diri si empunya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya---menjadi titik balik kejatuhannya.

Kemuliaan cahaya itu pun ternoda dan untuk memurnikannya kembali, cahaya yang telah menjadi bayi harus tinggal di bumi seperti makhluk buangan untuk menggenapi takdir.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Altairael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MAMAT TAMAT

Tubuh Mamat menggelepar-gelepar di lantai. Adakalanya meringkuk hingga lutut dan dagu bertemu. Tidak jarang kejang-kejang seperti penderita epilepsi yang sedang anfal. Wajahnya berubah-ubah antara warna bara dan hitam arang setiap saat.

"Aaarrrggghhh ... aaarrrggghhh ... aaarrrggghhh! Panas, panas, panaaaaas!"

"Berikan darahmu padanya! Berikan!" Bhanu Angkara terbang gusar mengitari tubuh Mamat dan Ambar.

Dengan suara serak Ambar balas berteriak, "Percuma! Sekarang, baik darahku maupun darah Sri sudah nggak akan bisa membantu lagi! Tubuh Mamat punya batas dan batas itu sepertinya sudah tercapai."

"Aaarrrhhhggg! Sial, sial, siaaal!" Bola cahaya Bhanu Angkara berputar semakin cepat hingga bayangan yang berkelebat menyerupai pusaran angin.

"Mamat sudah melakukan kesalahan. Bodoh dan ceroboh. Mengisap darah murni Diyan saat kamu nggak ada di dalam dirinya. Itu jauh lebih fatal dari luka dalam akibat serangan Altair Agung Cariyasukma."

Ambar kembali membeberkan fakta yang sudah berulang kali disampaikan, tetapi selalu disangkal oleh Bhanu Angkara. Di mata Bhanu Angkara, Ambar hanyalah duri dalam daging yang tidak pernah sungguh-sungguh mendukungnya. Apa pun yang Ambar katakan selalu disalahpahami.

Sekarang, setelah melihat sendiri bukti nyata dari ucapan Ambar, alih-alih merasa bersalah dia justru murka. "Bodoh! Nggak berguna!" Bhanu Angkara melesat masuk ke dalam mulut Mamat yang sedang meraung-raung.

"Aaarrrhhhggg, argh, argh, argh! Ampun, ampun, Ndoro Bhanu! Jangan masuk lagi! Jangaaan! Jang---"

Mamat meraung kepanasan untuk beberapa saat setelah bola api itu merasuki tubuhnya, kemudian membisu dangan mulut yang masih terbuka lebar. Tubuhnya yang tiba-tiba kaku langsung membara seperti perapian.

"Bhanu Angkara, kamu membunuhnya!" Ambar berteriak histeris dengan mata membelalak nanar. Kedua tangannya pun serta-merta membekap mulut untuk mencegah dirinya terus berteriak. Seperti bendungan jebol, cairan bening berlomba-lomba keluar dari sudut-sudut matanya.

Pintu ruangan menjeplak terbuka kasar hingga menggebrak. Gadis bergaun hitam masuk dan langsung menjerit histeris, "Mamat!"

"Jangan sentuh, Sri!" Ambar berteriak memperingatkan.

Srintil pun seketika membeku dengan tangan kanan terjulur ke arah Mamat. Dia menatap nanar pada tubuh saudara kembarnya yang semula membara, lalu perlahan menghitam, setelahnya muncul garis-garis merah seperti retakan pada dinding kawah gunung berapi yang dialiri lahar panas.

"Apa yang terjadi? Mamat! Hei, Peramal bodoh, Mamat kenapa?!" Srintil bertanya histeris pada Ambar, si sulung yang tidak pernah diakuinya sebagai kakak.

Alih-alih menjawab, Ambar malah marah-marah dan memerintah, "Diam! Mundur, Sri! Mundur! Bahaya, Sri! Cepetan mundur!"

Srintil membandel. Menatapnya campuran jijik dan marah, seolah Ambar'lah sumber semua masalah. "Tutup mulut, sial---"

Tiba-tiba terjadi ledakan. Tidak hayal lagi Srintil pun terlempar ke belakang dan membentur dinding sangat keras. Setelah itu, tanpa ampun terbanting ke lantai.

Ledakan tadi disebabkan oleh angin dahsyat yang tiba-tiba menyembur dari bawah lantai, mendorong Mamat ke langit-langit, lalu menopangnya. Tubuh yang sudah menjadi mayat itu pun mengambang di udara dalam posisi tengkurap.

Srintil muntah darah lalu terkulai lemas. Alih-alih menolong adik perempuannya, Ambar justru terpana menatap tubuh Mamat yang menumpahkan abu. Warna hangus perlahan-lahan terkikis bersama abu yang terus luruh dan musnah begitu menyentuh lantai.

"Kamu pembohong, peramal tolol, idiot! Kamu pembohong!" Suara Bhanu Angkara membahana di antara angin yang menderu-deru.

Kepala Mamat yang semula rebah perlahan terangkat, wajahnya tidak lagi berubah-ubah warna. Wajah yang dulu selalu tampak gugup dan ketakukan, kini terlihat garang menakutkan berwarna merah dan berkulit sangat tebal.

Sepasang irisnya sewarna bara, alis juga menjadi sangat tebal dengan kedua ujung runcing bercabang---satu mencuat ke atas yang satunya melandai---bagian tengah menyambung. Di atas dahi terdapat dua tanduk kecil yang sepertinya belum tumbuh sempurna. Dua gigi taring panjang terlihat lebih mengerikan saat dia menyeringai.

"Apa yang terjadi?" Tidak memedulikan rasa sakit pada tubuhnya, Srintil bangkit dan bermaksud mendekat, tetapi sebelum berhasil mencapai tempat Mamat melayang, tubuh gadis itu kembali terhempas.

"Sriii!" Ambar memekik sejadi-jadinya.

Dia ingin segera menolong sang adik, tetapi tubuhnya yang telah mengalami banyak penderaan, dan kekurangan darah karena kerap diisap Mamat, tidak mampu berdiri. Tubuh yang nyaris tanpa tenaga itu hanyak bisa merangkak secepat yang dia mampu untuk mendekati Srintil.

Srintil kembali muntah darah sambil memegangi perutnya. "Perutku sakit. Mereka seperti ingin menghancurkan perutku."

"A-apakah su--dah waktunya?" Ambar yang masih merangkak bertanya tersendat di antara napas ngos-ngosan. Ingin cepat sampai pada adiknya, dia menekan jari-jari ke lantai seolah ingin berpegangan. Setelah itu, dengan sisa tenaga yang ada mendorong tubuh ke depan hingka akhirnya tersungkur di depan Srintil.

Jemari berdarah-darah dan gemetaran dengan perlahan menyentuh perut Srintil, tetapi segera menariknya kembali saat merasakan pergerakan yang tidak lazim. Bayi normal pada umumnya hanya akan menendang-nendang lemah, tidak liar seperti janin yang sekarang ada di rahim adiknya.

"Mereka hanya terlalu antusias menyambut kesempurnaanku." Bhanu Angkara tergelak-gelak. Tubuhnya perlahan mengayun---berubah posisi---hingga akhirnya berdiri tegak di udara.

Baik Ambar maupun Srintil seketika menatap nanar. Tubuh Mamat telah berubah total. Kulitnya menjadi sangat tebal dan sewarna darah, pada bagian perut yang berpetak-petak terbentuk pola melingkar---seperti gelombang pada permukaan air tenang yang terusik oleh daun jatuh.

Dadanya laksana dua bongkahan batu yang sulit dihancurkan. Bahu, lengan, paha, dan betis terlihat berotot dan menggelembung kukuh. Bagian vital di bawah pusar terekspos jelas karena tubuh itu tidak tertutup sehelai benang pun.

Srintil menyadari sesuatu, lalu meraung histeris seperti gila. "Kamu bukan Mamat! Apa yang sudah kamu lakukan?! Di mana Mamat?!"

Ambar yang telah mengetahui segalanya bahkan sebelum hal ini terjadi, memegangi adiknya erat-erat untuk mencegahnya dengan sembrono menyerang Bhanu Angkara.

Dulu, Ambar mengatakan bahwa tubuh Mamat tidak cukup sempurna digunakan sebagai wadah roh api Bhanu Angkara. Oleh sebab itulah, alih-alih membunuh Mamat dan mengambil alih sepenuhnya, Bhanu Angkara malah hanya merasuki. Dia cukup berhati-hati menggunakan wadah itu supaya Mamat tetap baik-baik saja, karena sejauh ini hanya Mamat yang mampu menerima roh apinya.

Itulah kenyataannya. Bhanu Angkara tetap tidak akan sempurna meskipun mengambil alih tubuh Mamat seutuhnya. Walaupun bagaimana Mamat hanya makhluk fana. Namun, Bhanu Angkara salah sangka dan mengira Ambar berbohong.

Merasa sudah sempurna, Bhanu Angkara terbahak-bahak puas. Setelah itu berkata dengan nada mencemooh ditujukan pada Srintil, "Rupanya kamu mengenali kalau ini bukan miliknya." Yang dia maksud adalah benda besar lonjong yang menggantung di area tengah tubuhnya.

Dia kembali tergelak-gelak sambil menyapukan jemari berkuku panjang di depan tubuhnya. Dalam sekali kedip, tubuh itu pun telah diselimuti jubah hitam. Sepasang sayap hitam tiba-tiba terentang bersamaan dengan suara 'brugh' yang memekakkan pendengaran. Ambar dan Srintil refleks menutup telinga.

Jubah dan bulu-bulu sayap Bhanu Angkara melambai-lambai diterpa angin yang masih terus berembus dari bawah lantai. Matanya yang membara menatap Ambar penuh ancaman.

"Kamu harus mempertanggungjawabkan kebohonganmu, Ambar," ujarnya sinis. Dia yang sudah mengambil alih tubuh Mamat merentangkan tangan. Tanpa perlu membusung, dadanya sudah terlihat menonjol kukuh dan gagah.

"Apa yang kamu lakukan, Bhanu Angkara?!" Srintil lagi-lagi berteriak histeris. "Kamu bilang nggak akan menggunakan tubuh Mamat seutuhnya, tapi kenapa ...." Gadis itu meraung  sambil memukul-mukul lantai.

Ambar dengan perlahan membawa Srintil ke dalam pelukan. Sudah lama dia tidak pernah melakukan ini. Memeluk saudara yang telah lama menjelma menjadi orang asing. Rasanya seperti ada sesuatu yang sejuk mengalir dalam persendian saat Srintil balas memeluknya.

Dalam sanubari pun muncul rasa: seperti telah menemukan kembali sesuatu sangat berharga yang pernah hilang.

"Kamu sudah melakukan kesalahan besar, Bhanu Angkara." Ambar berbicara sambil menatap tajam sosok Mamat yang telah berubah menjadi monster. "Kamu menginginkan Diyan, tapi malah menggunakan tubuh orang lain. Kamu tetap nggak akan sempurna walaupun berhasil memakan roh Diyan."

"Aku nggak peduli! Jika aku berhasil mendapatkan kembali rohnya, maka akan mudah bagiku untuk memanggil Arka supaya bergabung." Bhanu Angkara lagi-lagi tergelak hingga kepalanya mendongak. Angin yang sedari tadi seakan menopang tubuhnya berembus semakin dahsyat. "Aku tetap akan sempurna dengan cahaya murni utuh di dalam tubuhku."

"Lalu, bagaimana dengan anak-anakku? Apa yang akan kamu lakukan pada mereka?" Untuk pertama kalinya Srintil merasa gentar. Dia takut jika Bhanu Angkara telah sempurna dengan caranya, maka janin-janin iblis yang dia kandung---yang selama ini selalu menjadi alasan baginya untuk bersikap arogan---tidak akan dibutuhkan lagi. Srintil tidak mau tamat begitu saja. Dia ingin menjadi ratu kegelapan mendampingi Bhanu Angkara.

1
bang sleepy
Akhirnya sampai di chap terakhir update/Whimper/ aku bagi secangkir kopi biar authornya semangat nulis 🤭💗
bang sleepy
pengen kuguyur dengan saos kacang rasanya/Panic/
bang sleepy
brisik kamu kutu anjing! /Panic/
bang sleepy
bisa bisanya ngebucin di moment begini /Drowsy/
bang sleepy
mank eak?
diyan selalu berada di sisi mas arka/Chuckle/
bang sleepy
shock is an understatement....... /Scare/
bang sleepy
sabar ya bang arka wkwwk
bang sleepy
tetanggaku namanya cecilia trs penyakitan, sakit sakitan trs. akhirnya namanya diubah. bru sembuh
bang sleepy
mau heran tp mrk kan iblis /Drowsy/
bang sleepy
dun dun dun dunnnn~♪
bang sleepy
astaga suaranya kedengeran di telingaku /Gosh/
bang sleepy
Hah... jd raga palsu itu ya cuma buat nguji arka ama diyan
Alta [Fantasi Nusantara]: Kenyataan emang pahit ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
bang sleepy
bener uga ciii /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
bang sleepy
idih idihhh
bang sleepy
nyembur wkwkwkwk
bang sleepy
Tiba-tiba cinta datang kepadaku~♪ #woi
bang sleepy
kan bener. kelakuannye kek bokem. tp dia altair
bang sleepy
agak ngeri ngeri sedap emg si diyan ini wkwkw
Alta [Fantasi Nusantara]: /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
bang sleepy
anaknya anu kah
bang sleepy
buseeeeddd
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!