Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND~ Bab 28
"Pak," panggilnya menyesuaikan langkah dengan langkah besar Hilman, namun lelaki itu tak jua menggubris panggilannya, budeg! Greget Ceren yang sudah menggertakan giginya.
"Paaaakkk," kini Ceren sedikit memanjangkan panggilannya.
"Masuk," pinta Hilman menoleh padanya ketika keduanya sudah sampai di depan kantor Hilman.
"Ceren ngga ikutan pak, suerrr!" ucapnya memohon agar Hilman percaya dan tak menghukumnya. Selama mengenal kepala sekolahnya itu hampir 3 tahun belakangan, satu yang ia tau tentang pribadi kepala sekolah ini, ia begitu dingin dan tak kenal kata ampun. Kenapa begitu? Karena Ceren pernah mengalaminya.
"Ya sudah, masuk saja dulu kamunya..." pinta Hilman. Ceren menggeleng dan memilih diam di gawang pintu ruangan, "ngga mau. Nanti dihukum lagi, bapak ngga percaya Ceren soalnya..." tolaknya.
"Darimana kamu bisa bilang saya ngga percaya?" tanya Hilman, belum apa-apa ia sudah dipusingkan oleh istrinya sendiri, yang lebih bandel ketimbang anak bandel lainnya.
"Itu dari jidatnya ngerut-ngerut ngga percaya, mukanya juga keliatan mau marah tuh..." tunjuk Ceren membuat Hilman menghela nafas dan berdecak dalam sekali waktu. Ngerut bukan karena ngga percaya, bilang saja saya sudah tua!
"Muka saya sudah begini dari lahir, ngga usah suudzon." Hilman hampir meraih tangan Ceren, namun gadis itu mundur terlebih dahulu darinya, "janji dulu ngga akan kena hukum?" tawarnya bernegosiasi.
Semakin saja alis Hilman terangkat, "kamu pikir ini pasar, pake tawar menawar? Untuk apa saya berjanji, lagipula apa jaminannya kamu tidak merokok?" kini Hilman balik bertanya dan tentu saja Ceren tak dapat memberikan jaminan apapun, "yaaa----" belum sempat ia memberikan jawaban Hilman sudah kembali bertindak.
"Ngga usah debat sama saya, masuk..." ia langsung menarik istri kecilnya itu untuk masuk.
"Tunggu...tunggu! Sebelum bapak hukum Ceren, mendingan buktiin aja dulu biar ngga jadi fitnah!" belanya beralibi.
Hilman menoleh dengan sorot tak percaya, baru gadis inilah yang berani mendebatnya sejak ia menjadi seorang kepala sekolah, baru Ceren jugalah siswi yang sering bikin para guru mengeluh karena harus berdebat tiap kali mereka memberikan hukuman.
"Kamu tau, satu-satunya siswa yang banyak dikeluhkan para guru karena sering mendebat itu ya kamu. Itu kenapa, untuk kali ini saya sendiri yang turun tangan untuk mendisiplinkan kamu." Ujar Hilman.
Gadis itu tak lagi memberontak melawan dan memilih diam, ia mele nguh berat karena nyatanya percuma saja berusaha membela diri di depan Hilman, meskipun kini ia istrinya tak lantas membuat Hilman memberikan amnesti tertentu untuknya. Hatinya itu loh, sudah mati rasa! Beku seperti hati sapi yang dijual dalam bentuk frozen food.
Ceren menarik diri untuk duduk di sofa tamu dan mendekap kedua tangannya di dada.
"Ya udah kalo gitu. Ngapain juga Ceren harus masuk kesini...kalau ngga ada faedahnya, toh tetep dihukum-hukum juga kan? Mau segimana membela diri pun...." manyunnya tak bersahabat.
Hilman menghela nafasnya dan duduk di kursi samping Ceren, sementara gadis itu membuang mukanya, "lagi ngapain kamu disana, kenapa ngga langsung masuk?"
"Dibilangin ngga ngapa-ngapain." jawabnya ketus.
"Meskipun ngga ngapa-ngapain, kalo kamu ada di lingkungan mereka ya tetap kena getahnya. Ikut nanggung bau asapnya...." jelas Hilman penuh kiasan.
Namun rupanya, gadis itu menangkap makna lain dari ucapan Hilman, "masih ngga percaya kalo Ceren ngga ngerokok?! Nih coba cium!" diluar dugaan gadis ini dengan sikap agresifnya mendekatkan dirinya pada Hilman termasuk wajahnya yang praktis membuat Hilman seketika memundurkan diri, "ayo cium! Ceren bau rokok ngga?!" ucapnya semakin memajukan badannya ke arah Hilman, hingga terkesan seperti Hilman hendak dilece hkan oleh muridnya sendiri.
"Cer..." tegur Hilman, namun Ceren justru semakin berapi-api membuktikan dirinya yang tak merokok.
Sejenak keduanya terdiam ketika tanpa berjarak begitu. Mata bulat nan bening seperti mata kucing milik Ceren beradu dengan netra kelam mas duda anak satu ini.
"Ba...bapak masih ngga percaya?" ujarnya tergagap. Salahnya yang memulai, Hilman hanya membalas perbuatannya dengan memegang dan mencapit pipi Ceren lalu melakukan hal yang sama, karena ia yakin jika gadis ini hanya berani menggertak saja demi mencari kelemahannya.
"Kalau itu mau kamu," mata bulat itu semakin membola dan seketika terpejam merasa jika bapak kepala sekolah ini akan menciumnya.
Ceklek!
"Astaghfirullahaladzim!!!" ujar pak Wahyu dengan nada terkejut melihat adegan tak seno noh di depannya, oke! Lantas semua ini salah siapa? Ia yang tak mengetuk pintu terlebih dahulu, atau kedua makhluk di dalamnya yang kini seperti sedang melakukan adegan 18 plus ataukah si pintu yang tidak terkunci otomatis? Atau justru para semut yang ngga teriak mencegah pak Wahyu untuk membuka pintu?
Ceren segera menarik diri dan duduk kembali di tempat, jantungnya? Sudah copot entah kemana!
Dan Hilman menggeleng, menyayangkan kebo dohannya yang terpancing oleh sikap nekat Ceren.
"Ceren! Kamu benar-benar sudah keterlaluan!"
Ya? Kedua insan yang tengah diliputi rasa malu itu justru membeo saat pak Wahyu menyalahkan Ceren atas kejadian barusan.
"Astaghfirullah! Harus saya apakan kamu," gelengnya frustasi, kejadian barusan menamparnya sebagai guru dan bawahan Hilman, ketidak sopanan Ceren dan kekurang ajarannya membuat ia merasa tertampar sebagai seorang guru.
"Saya kasih kamu surat drop out, Ceren. Kali ini kamu sudah benar-benar kurang ajar pada kepala sekolah..." terlihat wajah murka pak Wahyu menghampiri.
"Tunggu pak, maksudnya gimana? Barusan itu tidak seperti yang bapak liat...tadi tuh Ceren----"
"Tanpa kamu jelaskan saya sudah lihat! Kamu sudah kurang ajar dan tidak sopan pada kepala sekolah, kamu mau mele cehkan kepala sekolah? Atau mau nekat ngapain barusan?!" ucapnya bersungut-sungut.
Hilman menggaruk jidatnya kesalahpahaman ini semakin bikin rumit, "pak.. Pak Wahyu barusan tidak seperti yang bapak lihat, biar saya jelaskan...." ucap Hilman.
Ceren bahkan sudah memandang Hilman yang justru raut wajahnya sudah geli seperti ingin tertawa.
"Silahkan duduk dahulu pak Wahyu..." pinta Hilman tenang.
"permisi pak," ia duduk di samping Hilman dan Ceren dengan pandangan prihatin, kecewa, geram pada Ceren.
"Pak, Ceren ngga ada maksud mau lecehin kepala sekolah sendiri, ya Allah ih! Masa iya Ceren kaya gitu....ngga akan berani lah!"
"Itu tadi kamu mau nyium mulut pak Hilman sampe naik-naik ke pangkuan pak----" Pak Wahyu menghentikan ucapannya saat memandang Hilman yang mengangguk demi memberinya ruang untuk bicara.
"Pak Wahyu, bapak salah paham. Tidak seperti yang terlihat. Saya hanya mau membaui Ceren karena dia mengaku tidak ikut merokok, namun terjadi misskom membuat Ceren dan saya berada dalam posisi...." Hilman tidak meneruskan ketika melihat pak Wahyu mengangguk-angguk tanda mengerti.
"Tuh, denger pak!" manyun Ceren, "pake mau D.O Ceren segala lagi..." omel gadis itu.
"Oalah! Maaf pak." nyengirnya dan sejurus kemudian ia meredupkan cengirannya menatap Ceren, "yo tapi tetep saja kamu harus menerima hukuman, Ceren. Kamu terciduk berada di luar kelas saat bel masuk. Kamu juga barengan sama anak-anak bandel!" sengitnya sukses membuat Ceren menarik kedua alisnya, "kok gitu?"
"Hukum saja dia, pak. Sebagaimana mestinya aturan diterapkan..." angguk Hilman setuju, "meskipun tidak tercium bau rokok. Dia tetap berada di tempat dan waktu yang salah..."
Ceren melotot mendengarnya, "pak..." tatapnya tak percaya, apa artinya dong punya suami kepsek kalo dihukum-hukum juga.
"Baik, pak. Kalau begitu ayok Ceren, gabung dengan yang lain di lapang!"
"Bentar pak," tahan Ceren pada pak Wahyu dan menatap sengit Hilman, "apa lagi to, yo?"
"Bentar doang, nanti Ceren ke lapang, beneran...janji!"
Pak Wahyu menatap Hilman demi meminta persetujuan, dan Hilman mengangguk.
"Baik, bapak tunggu di lapang bersama yang lain..."
Tatapannya sengit pada pria yang kini memasukan tangannya ke dalam saku celana dan memandangnya datar, "bapak udah tau Ceren ngga ngerokok tapi tetep hukum Ceren. Punya suami kepsek ngga ada gunanya..." dengusnya marah.
"Lantas apa yang kamu harapkan? Saya perlakukan istimewa? Lalu apa kata pak Wahyu atau yang lainnya nanti? Kepala sekolah bukanlah pekerjaan tanpa sumpah Ceren. Tidak ada yang dapat mengganggu rasa profesionalitas saya termasuk kamu atau Gilang....di sekolah, kamu tetap murid saya...dan justru, karena kamu istri saya...seharusnya kamu bisa lebih disiplin dari murid lain...."
Wajahnya masih sengit menatap Hilman, "ayok...itu yang lain sudah 2 kali putaran..." titah Hilman pada Ceren, membuat gadis itu mendengus sebal, "suami kejam...tega ih..."
Ia berbalik dan berjalan menghentakan kakinya sambil membanting pintu.
"Pantes aja cerai, pasti karena galak, judes, jahat, sadis...." gerutunya sembari melengos pergi menuju lapang, diikuti Hilman yang kini berdiam di gawang pintu ruangannya lalu menyandarkan bahunya sambil menatap para siswa yang tengah dihukum termasuk Ceren yang baru saja bergabung.
Matanya tak bisa untuk tak menjadikan Ceren pusat perhatiannya, kini bibirnya menarik garis halus dan mengehkeh, mengingat wajah keruh dan ocehan menggerutu Ceren.
.
.
.
.
.
happy ending buat pasangan mas bodo dan cerenia, happy selalu bersama keluarga...makasih mbk sin, udah bikin novel yg greget kayak maa bodo
next, going to the next novel, gio adik bontotnya mas tama ya
kopi sudah otewe ya..