Terlahir kembali di dalam tubuh penggemar rahasia suaminya sendiri apa yang akan Allea lakukan?
Allea Calista, meninggal akibat tertabrak truk saat bertengkar dengan suaminya sendiri, Arkan. Namun sebuah keajaiban, membawanya kembali hidup di dunia untuk membalas kematian yang di alaminya, apakah segalanya akan berubah? Akankah Allea kembali bersama Arkan? Atau justru dia menemukan cinta baru dalam hidupnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28- Kesedihan Arkan
"A-apa ada yang salah?" Rania pura-pura polos.
"Kamu barusan manggil saya dengan sebutan Bibi, kan?" Jelasnya, masih dengan ekspresi wajah yang sama.
"Mu-mungkin Nyonya salah dengar, saya tidak bilang begitu," ucapnya gugup, matanya enggan menatap lawan bicaranya.
"Sebetulnya saya tidak masalah dengan panggilan Bibi. Selama ini hanya Nyonya dan Tuan yang memanggilku dengan sebutan itu. Aku tak pernah meminta siapa pun memanggilku dengan sebutan Nyonya, hanya mereka berinisiatif sendiri." Ucapnya, lantas mengeluarkan isi dari paper bag yang di bawa Gwen.
Tampak beberapa hidangan terisi rapi di dalam kotak-kotak makan berukuran sedang, Betty menilik kotak tersebut tanpa membukanya, "apa sebaiknya kita coba dulu, takutnya Nona Gwen memasukkan bahan-bahan tidak jelas kedalamnya." Celetuk Rania memberi usulan.
"Kau benar. Kemari, kau cobalah."
"Hah, kenapa harus saya, Nyonya?" Rania tampak enggan.
"Kan tadi kamu yang punya usulan. Ayo buruan, katanya khawatir sama keselamatan Tuan," cibir Betty, bibirnya menyeringai licik.
Ugh, 'sial, bagaimana kalau benar-benar ada hal aneh di dalamnya, aku tidak akan mati lagi kan?'
Mau tak mau Rania tetap mencicipi tiap masakan yang di bawa Gwen, walau enggan. Tapi sepertinya tidak ada yang aneh, rasanya juga lumayan enak.
"Bagaimana menurutmu, apa ada yang aneh? Atau rasanya tidak enak?" Betty minta pendapat.
"Tidak ada Nyonya, rasanya enak."
'Cih, kenapa aku malah memuji masakan jalang itu.' Rania kesal sendiri dengan kata-katanya.
"Bagus kalau begitu, kau bisa melanjutkan lagi pekerjaanmu. Oh ya, kau bisa tetap memanggilku dengan sebutan Bibi... Saat kita hanya berdua."
Rania memasang wajah terkejut tanpa berkata, "itu juga untuk menghindari masalah yang tidak perlu." Tambahnya.
Rania tersenyum senang, "terimakasih Bibi."
Betty tak merespon dia malah membalikkan tubuhnya memunggungi Rania, seolah takut ekspresi wajahnya terlihat Rania.
Arkan pulang sekitar pukul empat sore, seperti biasa Rania yang menyambutnya pulang, memakaikan sandal dan membawakan tas kerjanya, heh itu sudah seperti pekerjaan seorang istrikan. Setelah kepergian Allea hanya Betty yang di perbolehkan mengambil alih pekerjaan itu, namun setelah datang Rania pekerjaan itu di alihkan padanya, sungguh aneh tapi nyata bukan? Entah ini bisa disebut keberuntungan atau hanya sebuah kebetulan semata.
"Apa ada yang datang?" Tanyanya, matanya menilik lantai atas, insting Arkan memang cukup tajam.
"Ya Tuan, sejak tadi Nona Gwen sudah menunggu anda di ruang istirahat." Jawab Rania.
"Bukankah aku sudah bilang, jangan biarkan siapa pun masuk tanpa seizinku, apa lagi dia!" Sergahnya dengan nada kesal.
"Maafkan saya Tuan. Saya tidak berani bersikap kurang ajar terhadapnya." Betty yang menyahut.
"Cih, tidak usah pedulikan dia mulai sekarang. Itu perintah!" Ucapnya tegas.
"Baik Tuan!"
"Dan buang semua pemberiannya, aku tidak mau menerima apa pun darinya." Tambahnya, dia langsung pergi ke lantai atas, dan tak lama kemudian suara pekikan Gwen terdengar.
"Aduh Kak, jangan gini dong tangan aku sakit," keluhnya, di iringi langkah kaki terseok-seok.
"Apa kata-kataku masih kurang jelas, aku tidak menyukaimu dan sampai kapanpun tidak akan pernah menyukaimu. Gwen ingat kau punya Arian, dia suamimu. Kau harus kembali padanya." Geram Arkan kesal.
"Aku tidak mau Kak. Aku tidak mencintainya, aku hanya mencintai Kakak, aku mohon terima aku ya," rengeknya manja.
'Cuih, dia sangat menjijikan.' batin Rania kesal.
"Tapi aku tidak menyukaimu, sekarang pergilah dan jangan pernah kemari lagi. Pintu ini sepenuhnya tertutup untukmu!" Arkan memaksa melepaskan tangan Gwen yang bergelayut di lengannya dengan kasar, kemudian menghempaskannya seolah Gwen itu debu yang menempel di bajunya.
"Tidak mau. Aku ingin tinggal disini, aku ingin menjadi milikmu Kak. Please, kasi aku kesempatan sekali saja, aku jamin Kakak pasti akan jatuh cinta padaku dan melupakan Allea." Kata-kata yang keluar dari mulut Gwen membuat semua orang terkejut termasuk Rania. Gwen, wanita itu benar-benar berani dan tak tahu malu mengatakan hal seperti itu di depan semua orang.
"Apa katamu?! Aku tidak menyangka kau benar-benar wanita murahan, aku jijik melihatmu. Jangan pernah membandingkan dirimu dengan istriku. Penjaga usir wanita ini, jangan biarkan dia masuk kembali ke rumah ini. Jika sampai dia menginjakan kaki lagi disini, kalian semua aku pecat!" Bentaknya penuh amarah.
"Baik Tuan!"
"Kak jangan begini Kak, Kak!" Teriakkan Gwen menghilang di ambang pintu karena diseret keluar.
"Sial! Aku benar-benar kesal!" Decak Arkan, dia mengendurkan dasi sambil berjalan.
Rania tersenyum samar, dia merasa puas dengan sikap tegas Arkan. Dia tak menyangka suaminya itu bisa begitu setia padanya bahkan setelah dia tiada sekalipun.
Rania berjalan menyusul Arkan di belakangnya, ingin rasanya dia memeluk punggung lebar itu, namun itu tidak mungkin, mengingat siapa dia sekarang ini.
Langkah Arkan terhenti di depan pintu kamarnya, "kau tidak usah masuk, serahkan tas dan jas itu padaku." Pintanya tanpa menoleh.
"Tapi, saya belum menyiapkan ari mandi Tuan." Ucap Rania merasa sedikit kecewa.
"Aku bisa sendiri, aku bukan bayi yang harus selalu kau urus." Ucapnya. Mau tak mau Rania pun menyerahkan barang Arkan dan mundur kembali, menjaga jarak dengan Pria itu.
"Pergilah, aku tidak membutuhkanmu sekarang." Sikap Arkan tampak aneh, dia lebih pendiam setelah kemarahannya meledak pada Gwen tadi.
Rania merasa cemas, sebelum Arkan menutup pintu dia kembali bertanya, "apa Tuan baik-baik saja?"
"Aku baik. Kau pergilah, bilang pada Bibi Betty, tidak boleh ada yang menggangguku." Ucapnya, lantas menutup pintu.
'Ada apa dengannya, apa dia sakit? Kan, kau banyak berubah, badanmu terlihat kurus. Apa kepergian ku begitu mempengaruhimu? Sayang, ku mohon jagalah dirimu baik-baik. Walau aku di dekatmu, aku dan kamu tidak bisa seperti dulu lagi.' Rania mengepalkan tangannya, dengan kepala tertunduk lesu.
Malam harinya Rania pulang, suasana rumah masih nampak sepi, agaknya Ran belum kembali. Akhir-akhir ini entah apa yang Pria itu lakukan dia acap kali pulang malam dan langsung mengurung diri di kamar, besoknya tanpa menunggu Rania bangun dia sudah pergi kerja lebih dulu.
"Sebetulnya apa yang dilakukan bocah itu, apa dia ngambil kerja lembur lagi seperti waktu itu?" Gumam Rania sambil mengambil botol air dingin dari dalam kulkas.
"Sudah cukup lama aku hidup sebagai gadis ini, sekarang aku sudah mulai terbiasa. Jika di ingat-ingat besok seharusnya hari ulang tahunku, apa Arkan masih ingat? Atau sikap dia begitu, karena ini?"
Ceklek...
Pintu terbuka dan tertutup kembali, sudah dapat di tebak siapa yang datang, karena yang tinggal di rumah ini hanya ada mereka berdua.
Ran masuk dengan wajah di tekuk, dia membuang mukanya kearah lain, kemudian berjalan cepat menuju kamarnya.
"Hey tunggu sebentar, ada apa dengan dia? Apa lagi yang aku lakukan hingga membuat dia marah?" Gumam Rania heran.
"Kak, tunggu!" Teriak Rania, namun Ran tak menghiraukannya, dia langsung menutup pintu sebelum Rania sampai.
semangat thor lanjut...