Aku yang dikhianati sahabat dan suamiku kembali ke masa lalu. Aku tidak ingin memiliki hubungan apapun dengan mereka lagi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sia Masya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28(Pov Dinda)
Hari ini aku dan Leo piket kelas bersama, walau sebenarnya masih ada satu anggota yang kurang. Dia adalah Lani. Lani sedang sakit jadi mau atau tidak kami berdua yang harus menyelesaikan nya. Anak-anak sudah membagi piket kelas tiga minggu sebelumnya dan itu pun dengan undian. Aku sempat meminta Loly dan Sita menungguku, tetapi mereka tidak bisa karena ada urusan lain. Ya sudah lah, apa boleh buat. Lagian tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku mengambil sapu dan membersihkan ruangan itu dari setiap sudut. Leo keluar sebentar, katanya ingin mengambil alat pel di ruangan perlengkapan.
"Leo lama sekali, sudah lewat lima belas menit aku menunggu nya. Ruangan itu kan nggak terlalu jauh dari sini. Apa aku susul saja dia? Siapa tau dia mengulur-ulur waktu karena ingin bermalas-malasan dan membiarkan aku mengerjakan semuanya sendiri." Aku segera pergi ke ruangan tersebut yang hanya melewati tiga kelas saja.
"Ada kah orang di luar? Bisa bantu aku."
Itu suara Leo, sebentar apa yang terjadi padanya?
"Leo."
"Oh syukurlah kamu datang. Dinda tolong bukakan pintunya. Aku terkunci. Dari tadi aku berusaha membukanya tetapi tidak bisa."
"Bagaimana kamu bisa terkunci?"
"Aku juga nggak tahu."
Aku segera mengayun-ayunkan gagang pintu dengan sekuat tenaga tetapi tetap saja tidak terbuka.
"Sepertinya pintu ini rusak. Tunggu di sini aku akan mencari bantuan."
"Jangan lama-lama."
Aku melihat ke setiap lorong berharap ada siswa atau guru yang belum pulang.
"Kayaknya memang sudah tidak ada orang. Gimana ya cara membuka pintu nya." Aku semakin bingung. Akan tetapi aku tidak menyerah. Aku berusaha memikirkan cara lain agar pintunya bisa terbuka.
"Kenapa kamu belum pulang?" Suara seseorang yang muncul tiba-tiba dari belakang membuat ku kaget.
"Pak Ilham." Aku tersenyum lega. Pak Ilham sendiri adalah seorang penjaga sekolah yang bertugas mengunci pagar sekolah saat semua siswa sudah pulang.
"Itu pak saya memerlukan bantuan bapak."
"Bantuan apa?"
"Teman saya terkunci di ruangan perlengkapan kebersihan."
"Benarkah? Mari kita periksa."
Pak Ilham dan aku berjalan menuju tempat Leo terkunci.
"Bagaimana bisa?" Pak Ilham membuka pintu tersebut dengan kunci cadangan.
"Saya juga nggak tahu pak." Jawab Leo setelah ia berhasil keluar.
"Apa yang kalian berdua lakukan di sekolah. Ini sudah waktunya pulang. Jangan berbuat yang macam-macam, nanti saya laporkan ke kepala sekolah."
"Jangan salah paham pak. Kami ada tugas piket kelas jadi belum pulang." Aku menjelaskan pada pak Ilham agar ia tidak berpikiran yang aneh-aneh tentang kami.
"Oh begitu, saya kira kalian pacaran di sekolah. Apa kalian berdua saja yang piket hari ini?"
"Sebenarnya ada teman kami satu lagi, tapi hari ini dia tidak masuk karena sakit."
"Baiklah kalau begitu. Cepat selesaikan tugas kalian, setelah itu langsung pulang ke rumah masing-masing."
"Baik Pak. Sebelumnya kami ingin berterima kasih atas bantuan bapak."
"Tidak masalah. Pintu ini memang rusak, jadi sebelum mau mengambil sesuatu di dalam kamu harus menahan pintunya terlebih dahulu." Jelas pak Ilham.
"Sepertinya saya harus menulis peringatan dan menempelkan nya di depan pintu. Takutnya nanti anak-anak lain yang nggak tahu mendapat masalah sama seperti kamu." Tambah pak Ilham
Pak Ilham meninggalkan kami berdua karena ia masih harus memeriksa kelas lain.
Aku dan Leo berjalan bersama ke kelas untuk melanjutkan tugas kami yang sempat tertunda. Setelah selesai kami pulang bersama-sama.
"Kamu di jemput nggak?"
"Nggak tahu juga, tapi pasti di jemput."
"Ummm,, bagaimana kalau aku anterin kamu." Aku berpikir sejenak. Apa aku terima saja ajakan Leo. Kalau Leo pergi lebih dulu maka aku akan menunggu sendirian di sini. Dan aku nggak begitu berani untuk menunggu sendirian. Lagian tidak ada salahnya menerima tawaran Leo.
"Baiklah, tapi aku harus mengabari sopir ku dulu. Takutnya dia malah ke sini dan mencariku." Leo mengangguk setuju. Aku segera menelpon pak Jodi.
"Halo pak," Sapaku saat suara pak Jodi mulai terdengar.
"Iya nona ada apa?"
"Pak Jodi di mana sekarang?"
"Saya lagi di kantor nona, mau berangkat ke situ untuk menjemput anda."
"Tidak usah pak. Saya sudah dalam perjalanan pulang."
"Baiklah nona, nanti saya akan sampaikan pada tuan." Aku segera mematikan panggilan tersebut.
"Ayo berangkat!" Aku segera naik ke atas motor gede merah milik Leo.
"Pegangan ya."
"Aku sudah pegangan kok." Jawab ku sambil meremas kuat punggung jaket Leo.
"Kamu yakin pegang di situ bakal aman?"
"Aman. Aku nggak bakalan kenapa-napa." Leo menarik kedua tanganku dan di aturnya untuk melingkari pinggangnya. Sungguh sebuah tindakan yang tak pernah ku duga. Jantungku bahkan berdebar dengan sangat cepat akibat tindakannya itu. Aku berharap Leo tidak mendengar suara detak jantungku. Tapi aku juga sedikit gugup mengingat kembali saat Loly membonceng ku. Semoga saja cara dia membawa motornya tidak sekencang Loly. Namun perkiraan ku itu salah. Leo bahkan membawa motornya lebih maju dari Loly.
"Pelan- pelan." Permintaan yang berulang kali aku katakan tidak di dengarnya. Apa mungkin karena dia bawanya terlalu cepat jadi suara ku nggak terdengar jelas di telinganya? Padahal aku berteriak dengan sekuat tenaga. Bagaimana mungkin dia tidak dengar.
Ah, sudahlah. Aku memilih pasrah. Aku bersandar padanya sambil menutup kedua mataku, berharap agar kami cepat sampai rumah.
ansk perempuan klu pacaran RUSAKKKK.