Susah payah Bellinda Baldwig mengubur cintanya pada mantan suami yang sudah menceraikan enam tahun silam. Di saat ia benar-benar sudah hidup tenang, pria itu justru muncul lagi dalam hidupnya.
Arsen Alka, berusaha mendekati mantan istri lagi saat mengetahui ada seorang anak yang mirip dengannya. Padahal, dahulu dirinya yang menyia-nyiakan wanita itu dan mengakhiri semuanya karena tidak bisa menumbuhkan cinta dalam hatinya.
Haruskah mereka kembali menjalin kisah? Atau justru lebih baik tetap berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27
“Untuk apa meminta izin kalau tanganmu saja sudah mendekapku,” gerutu Colvert. Tapi dia tidak memberontak, justru diam saja saat ada tangan kekar melingkar di tubuh mungilnya.
Arsen terkekeh hingga ada bulir bening tidak terasa menetes dari ekor mata. Ia belum pernah menangis sebelumnya, bahkan untuk siapa pun. Baru kali ini pria itu meneteskan air mata karena merasa bersalah sudah membuat putranya tumbuh tanpa kasih sayangnya.
Pria itu mencium puncak kepala sang putra. Senang rasanya kalau Colvert tidak memberontak. Membiarkan kepala mungil itu terbenam di dada bidangnya. “Karena aku tidak mau ditolak, jadi langsung ku peluk saja.”
Colvert hanya mencebik. Dia diam karena merasakan nyaman. Jadi sekarang tahu rasanya kalau memiliki seorang Daddy. Bagaikan ada yang melindungi.
Colvert memang memanggil Steven dengan Daddy. Tapi, dia tahu kalau mommynya tidak pernah suka atau membalas perasaan pria itu. Jadi, kedekatannya dengan Steven belum sampai dipeluk kalau sedang sakit. Mungkin sebatas menemani bermain atau antar jemput. Jadi, apa yang dilakukan oleh Arsen—Daddy kandungnya merupakan suatu hal baru yang begitu hangat.
Kalau sedang sakit, Colvert selalu dirawat oleh Bellinda, seorang diri. Tidak ada yang membantu atau bergantian jaga. Bukan karena tak ada yang peduli, tapi ibu satu anak itu memang tak pernah memberi tahu siapa pun tentang kesulitan yang tengah dialami. Bahkan pada orang tuanya.
“Colvert suka dipeluk Daddy?” tanya Arsen sembari tangan yang ada di atas kepala sang anak pun mengusap lembut rambut lebat si kecil.
Bocah itu mengangguk. “Biasanya Mommy yang peluk.” Colvert nampak berkaca-kaca. Ada perasaan lain yang menggembirakan merasuk dalam dada.
Mungkin selama satu bulan terakhir ini Colvert dan Arsen selalu terlihat bertengkar, adu mulut, tidak akur. Tapi, siapa yang sangka kalau dalam hati bocah itu hanya tak ingin melukai perasaan mommynya yang sudah berpisah dengan daddynya, kalau ia menunjukkan kedekatan.
Colvert senang saat mendengar tentang daddynya. Tapi, ia berusaha tidak menunjukkan setelah melihat ada raut sedih di wajah sang Mommy kala bercerita tentang bagaimana hubungan di masa lalu. Jadi, dengan pemikirannya yang entah benar atau salah, dia memilih untuk tidak terlalu dekat dengan daddynya.
“Daddy perlu marahi temanmu yang sudah menyebabkan kau menjadi seperti ini? Jagoanku jadi terbaring tidak berdaya,” tawar Arsen. Berulang kali ia kecup kening putranya, tidak ada bosan.
“Tidak perlu, orang tuanya sudah minta maaf, mereka juga tidak sengaja.” Suara Bellinda langsung menjawab. Wanita itu baru bangun dan mendapati pemandangan yang menenangkan. Akhirnya dua orang itu bisa damai juga.
Arsen melihat mantan istri tanpa berniat beranjak dari sisi Colvert. “Tetap saja perlu dinasehati supaya tidak nakal saat di sekolah. Kalau sudah seperti ini yang rugi anakku,” gerutunya.
“Tidak perlu memperpanjang masalah,” ucap Bellinda. Ia berdiri dan izin pada dua pria beda umur itu. “Aku ke toilet sebentar.”
Selepas kepergian Bellinda, Arsen memandang putranya, ternyata Colvert juga sedang menatapnya. “Mommymu terlalu baik, ya? Apa kau pernah merasa dia itu seperti malaikat?”
“Memang, lalu kau adalah iblisnya.” Colvert menjulurkan lidah setelah mengejek daddynya. “Jadi, malaikat dan iblis tidak cocok. Satu tempatnya di surga, satu lagi di neraka.”
Arsen begitu gemas mendengar tanggapan putranya yang masih saja mengajak adu mulut disaat sedang sakit. Dia menarik hidung si kecil.
“Sakit!” Colvert memukul tangan Arsen menggunakan tangannya yang tidak terluka.
“Maaf.” Arsen kembali memeluk, kali ini tangan kanannya ditelusupkan ke leher sang anak untuk dijadikan bantal. “Maafkan Daddy, ya? Karena terlambat mengetahui kalau ada kau di dunia ini. Aku benar-benar menyesal sudah membuatmu tumbuh sampai sebesar ini tanpa keluarga lengkap.” Dikecuplah kening Colvert hingga setetes air mata jatuh di sana. “Aku akan menebus kesalahan itu, beri aku kesempatan untuk memberikan kasih sayang padamu.”
🤣🤣🤣🤣🤣🤣