Kinasih terjebak cinta pada sang direktur amnesia. Estu, seorang direktur dari keluarga ningrat, rupanya sudah memiliki calon istri sebelum dirinya hilang ingatan.
Bagaimana nasib Kinasih yang statusnya sebagai istri? Estu harus memilih yang mana? Kinasih atau calon istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amnesia vs Bolot
Bab27
Keken menuju keluar sesuai arahan pelayannya tadi, yang mengatakan Estu keluar dan pergi ke halaman samping.
"Mas sedang apa? Ini udah sore loh," tanya Keken sambil memegang lengan Estu.
Estu terperanjat karena begitu dekat dengan Keken. Terus terang Estu merasa risi, terlebih di dalam hatinya sudah tertanam rasa bertanggung jawab sebagai seorang suami dari Kinasih. Takut istrinya melihat jika Estu berdekatan dengan wanita lain.
Sehingga Estu dengan reflek melepas tangan Keken yang sudah melingkar di lengannya dan dia sedikit bergeser menjaga jarak.
Keken cukup terkejut melihat gerakan Estu, seperti orang lain saja. Meskipun Keken tahu bahwa Estu sedang dalam kondisi hilang ingatan. Akan tetapi masa iya segitunya terhadap Keken?
Keken adalah teman masa kecil Estu, masa tidak ada sedikitpun memori yang tersisa dalam ingatan Estu?
Namun, Keken hanya tersenyum menarik nafas dalam, dia paham dengan apa yang sedang terjadi pada calon suaminya.
"Ayo Mas, udah sore. Sebentar lagi magrib. Nanti setelah makan malam kita ada kumpul keluarga."
"Oh.... Jadwalnya seperti itu ya?" tanya Estu, gesturnya terlihat kaku.
"Tidak juga, maksudku tidak selalu rutin. Hari ini kebetulan Kanjeng Papi akan membahas sesuatu. Bukankah Mas belum ketemu dengan Kanjeng Papi?"
Estu mengangguk, lalu dia menurut apa kata Keken untuk masuk. Apalagi yang bisa diperbuat Estu selain menurut apa kata mereka.
"Hei Tu, tumben sore-sore gini berkeliaran di luar rumah?" tanya Bagas yang baru sampai dari kantor.
Bagas langsung memeluk Estu, melingkarkan tangannya ke pundak seperti seorang teman sekaligus seorang kakak juga. Pokoknya Bagas berusaha membuat seakrab mungkin dengan adiknya. Hal itu salah satu terapi untuk membantu ingatannya pulih. Estu akan terpancing merasa sering melakukan aktivitas tersebut, kemudian diharapkan ingatannya merespons ingatan masa lalu.
Hari kedua di Wastu Hestama, Estu hanya bisa menyimak aktivitas mereka. Seperti saat ini melihat Bagas pulang kantor jam segini. Namun, Estu juga tidak melihat Papinya pulang kantor. Sungguh rumah besar tapi membuat jarak diantara anggota keluarganya jadi jauh, tidak bisa bertemu satu sama lain dengan mudah.
"Iya Kak, habis lihat kolam ikan," ucap Estu berbohong. Padahal dia habis melihat tukang kebun mengerik tembok berlumut dan Estu mengajaknya ngobrol.
"Ya udah yuk! Masuk. Katanya Papi nanti ada yang mau dibahas."
Estu hanya mengangguk menuruti kakaknya masuk. Dalam hatinya, 'Bagas aja tahu nanti akan ada acara. Kenapa dirinya sendiri tidak tahu?'
"Eh Kinasih?" sapa Bagas saat berpapasan dengan Kinasih di pintu masuk.
"Ini Mas Bagas, teh hangat buat Mas Bagas," ucap Kinasih sambil menyodorkan secangkir teh di atas nampan.
"Wah ... senangnya pulang kerja ada yang kasih air minum, apalagi dari wanita cantik. Berasa diadenin Isti, hehe," kelakar Bagas.
Namun, Bagas mengatakan itu sambil melihat pada Estu. Tentu saja Estu merasa tidak senang digodain sama Kakaknya sendiri. Untungnya Estu masih sadar, bahwa di sana ada Keken. Tidak mungkin dia bereaksi berlebihan dan Estu juga mengerti kakaknya hanya bercanda.
"Nanti kapan-kapan kita mengobrol ya, kalau jadwalku sudah longgar," ucap Bagas sambil meletakkan gelas di atas nampan kembali.
"BTW Terima kasih teh hangatnya," sambung Bagas..
Kinasih hanya mengangguk lalu tersenyum.
Bagas, Keken dan Estu beranjak menuju tujuannya masing-masing.
Bagas tentu masuk ke kamarnya untuk beristirahat sejenak dan membersihkan diri. Sedangkan Keken menuju kamar Estu, tadinya mau mempersiapkan calon suaminya itu untuk mengenakan pakaian yang layak di depan Kanjeng Papi nanti malam.
Sesungguhnya tidak begitu formal. Namun, melihat Estu yang lebih nyaman mengenakan kaos oblong dan celana kolor biasa, takutnya nanti saat makan malam juga seperti itu.
Keken mengerti mungkin itu sudah terbiasa dengan suasana desa yang santai, jadi dia harus menyesuaikan kembali di istananya.
Keken asik memilih beberapa kemeja dan hem. Serta celana panjang berbahan kain atau Levis dengan kain ringan. Sebenarnya Keken tahu selera Estu, tapi kali ini dia mau mencoba mengetes selera Estu saat ingatnya hilang.
Apakah Estu akan ingat dengan stylenya? Atau sama sekali lupa.
"Nah ... Mas, jadi nanti kalau makan malam pakaiannya di antara yang ini. Mas tinggal pi ...," ucapan Keken menggantung. Dia tidak melihat Estu di sana.
"Hah? Mas Estu? Ke mana dia?" gumam Keken saat melihat ternyata Estu tidak masuk bersamanya ke kamar.
"Aduh... gini nih kalau calon suami tidak digenggam bakal pergi. Namun, saat digenggam malah seakan seperti orang asing. Kaku, hampa. PR banget deh, nyabarin orang yang hilang ingatan," gumam Keken sambil menaruh beberapa style pakaian di kasur, lalu keluar lagi mencari Estu.
***
"Kamu kenapa begitu agresif di depan Kakak?" tegur Estu sambil berbisik-bisik pada Kinasih.
Mereka berdiri berhadapan, wajah Estu begitu dekat dengan Kinasih.
Sedangkan Kinasih masih memegang nampan yang di atas masih ada gelas benar Bagas minum.
Rupanya saat Keken dan Bagas terus berjalan ke kamar yang dituju masing-masing, Estu malah melipir dan menarik lengan Kinasih ke bawah tangga yang menuju ke kamar Kinasih.
Estu tidak suka melihat Kinasih begitu perhatian pada kakaknya. Iya, Estu sudah terbiasa memanggil Bagas dengan sebutan kakak. Karena dia merasa cepat akrab dengan Bagas, dari pertama Bagas ke kampungnya Kinasih, itu sudah merasa mendapat perhatian dari saudara dekat.
"Apa sih Mas? Aku kan hanya mau mengambil hati keluarga Mas. Biar tidak menjadi pelayan terus," ucap Kinasih dengan suara lirih juga.
"Tapi nggak kayak gitu juga. Bagaimana kalau Kakak suka beneran sama kamu?"
"Nggak mungkin lah Mas. Kakak kan tahu kita sudah menikah."
"Pokoknya aku nggak suka!"
"Lalu, besok aku nggak kasih teh lagi sama Mas Bagas?"
"Iya, tidak perlu "
"Apa nggak aneh jadinya? Masa sekarang perhatian, besok nggak. Kayak nggak niat banget mau peduli sama orang."
"Kan bisa pelayan yang lain, buat kasih teh ke Mas Bagas."
"Mas tahu nggak saat tadi Kanjeng Papi pulang? Gimana perasaanku?"
"Memangnya kenapa?"
"Aku merasa kesal, Mas. Mungkin ada rasa sakit hati, rasa takut, pokoknya merasa sendiri aja di rumah ini."
"Iya ... kenapa merasa sendiri? Kan ada aku."
Kinasih lalu menceritakan saat tadi Keken menyambut Papinya Estu dengan begitu manja, begitu pun Papi Hestama yang membalas pelukan Keken. Sedangkan Kinasih merasa dirinya juga keluarga di rumah itu dan melihat posisi Keken sebagai calon istri Estu. Sedangkan istri Estu sudah ada saat ini, yaitu Kinasih, tapi tidak mendapatkan perlakuan seperti Keken.
"Jadi kamu cemburu pada Kanjeng Papi? Kamu sudah mencoba mengambil perhatian Bagas dan mau mengambil perhatian Kanjeng Papi. Jangan-jangan nanti kamu suka beneran sama Kanjeng Papi. Mungkin dia sudah sepuh, mami aja usianya sudah segitu." Bagas malah mengomel gak jelas.
"Apaan sih, Mas? kok nggak jadi nyambung?" ucap Kinasih mengenyitkan kening, heran.
'Amnesia sih amnesia, tapi nggak usah jadi bolot juga,' batin Kinasih, nggak menyangka respon dari Estu bakal seperti itu.
Bersambung
.jual roti lagi...