Callista, wanita muda yang terdampar dipinggir pantai dan ditemukan oleh nelayan bernama Biru.
Saat dia tersadar, dia pura pura amnesia demi bisa tinggal bersama Biru. Bukan tanpa alasan dia melakukannya. Callista merasakan kejanggalan terjadi saat dia terjatuh di laut. Pasalnya, tak ada satupun yang berusaha menolongnya. Bahkan samar samar dia bisa melihat paman dan bibinya tertawa melihatnya tenggelam.
Callista menunggu usianya 21 tahun untuk kembali kerumahnya. Dia akan mengambil alih semua warisan dari kedua orang tuanya yang saat ini ada dibawah kekuasaan paman dan bibinya. Sejak kecelakaan itu, dia baru sadar jika paman dan bibinya tidak tulus menyayanginya selama ini. Mereka hanya mengincar hartanya saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JAGO
POV CALLISTA
Aku bolak balik kiri kanan, telentang telungkup sampai pusing sendiri. Tapi rasa kantuk itu tak kunjung menghampiriku. Aku menoleh kearah Biru. Matanya sudah terpejam sejak tadi, tapi aku tak yakin dia sudah tidur.
"Bisa anteng gak? Kalau kamu gerak gerak terus, mana bisa aku tidur." Ucap Biru sambil menoleh kearahku. Benarkan dugaanku, dia hanya memejamkan mata saja, sejatinya belum tidur.
"Gak bisa tidur. Pillow talk dulu yuk?" Ajakku sambil menggeser tubuh hingga mepet padanya. Untung posisi Biru udah dipingging banget, jadi dia tak bisa geser lagi kalau gak pengen jatuh.
"Aku ngantuk." Jawabnya cepat sambil kembali memejamkan mata.
"Masih marah sama aku?" Tanyaku sambil memiringkan tubuh kearahnya.
"Maaf, aku janji gak akan pakai baju yang terbuka lagi. Aku itu cuma mau bantu kamu nyari uang. Aku ingin bermanfaat, gak hanya ngerepotin kamu mulu. Aku mau _"
"Bisa diem gak?" Desisnya yang membuatku seketika kicep. "Kalau kamu ngomong terus, kapan tidurnya?"
"Aku maunya juga tidur, tapi gak bisa tidur." Rengekku kesal sambil menendang nendang selimut yang menutupi kakiku sampai jatuh.
"CALLISTA!" Desisi Biru sambil memelototiku. Sepertinya dia geram dengan tingkah polahku yang tak bisa diam ini.
"Hehehe." Aku hanya tersenyum absurd.
"Minum susu."
Mataku seketika membulat sempurna mendengar ucapannya.
"Kamu mau ini?" Tanyaku sambil memegang dada. Tinggal nunggu dia mengangguk, aku akan langsung menarik turun bagian atas daster kerutku.
Pletak
"Awwwhhh." Pekikku saat dia menyentil dahiku.
"Pikiran kamu pasti udah nyasar kemana mana. Yang minum susu itu kamu, bukan aku. Yang gak bisa tidur kan kamu."
Seketika aku cemberut. Padahal aku pikir mau masuk tahap pemanasan, eh...taunya tetap jalan ditempat. Kapan larinya ini?
"Minum susu jam segini? Yang ada aku gemuk. Seksi gini aja, kamu gak tertarik, apalagi gendut. Bisa bisa aku kamu lempar kelaut kayak bola hingga beneran tenggelam," gerutuku.
"Huft." Biru membuang nafas lalu menatapku tajam. "Gak semua orang didunia ini mandang fisik. Buat apa cantik fisik kalau hatinya gak cantik?"
"Jadi kamu suka yang cantik luar dalam?" Tanyaku antusias. "Pas dong, itu aku banget. Cantik fisik, hatinya juga cantik. Aku itu gak pernah nyakitin orang, gak pernah jahatin orang. Suka berbagi, ringan tangan. Intinya, aku tuh selain cantik casingnya, juga punya inner beauty."
"Huft!" Lagi lagi Biru membuang nafas kasar. "Ada gitu ya, manusia sepercaya diri kamu?"
Seketika aku ngakak. Baru tahu dia kalau aku ini emang termasuk manusia dengan percaya diri tinggi.
"Bukankah kecantikan akan terpancar jika kita percaya diri?"
"Tauk ah, suka suka kamu." Jawabnya random. Mungkin dia sudah malas menanggapiku. "Buruan tidur."
"Sambil meluk kamu ya? kali aja bisa langsung tidur?" Pintaku sambil langsung memeluknya meski dia belum bilang iya. Biru tampak kaget, tapi tak protes apalagi sampai menyingkirkan lenganku. Membuatku berkesimpulan jika dia tak keberatan aku peluk.
"Good night Bi...." Ucapku nyaring.
"Bi?" Dia kembali membuka mata dan mengernyit ke arahku.
"Bi, Biru. Ada yang salah?" Tanyaku. Selama ini memang aku belum pernah memanggilnya Bi. Selalunya Biru atau Ru.
"Eng, enggak." Jawabnya gugup.
"Kamu mikirin apa emang?" Godaku sambil menarik sebelah alis. "Kamu pikir, Bi itu....bebi ya?" Tanyaku sambil menahan tawa. Sebenarnya emang itu juga sih alasanku manggil Bi. Biar terkesan lebih mesra. Kayak panggilan sayang.
"Enggak."
"Emmm...gimana kalau aku manggil Bi, kamu manggil aku Beb, cocok bangetkan?"
"Enggak!" Salaknya cepat.
Aku berdecak lalu mengerucutkan bibir. Susah banget sih diajak romantis. Terlalu kaku jadi orang. Apa dulu saat sama Safa juga seperti ini? Atau jangan jangan, cuma sama aku aja seperti ini?
"Dulu....pas pacaran sama Safa, kamu manggilnya apa?"
"TIDUR!" Geramnya.
Lagi lagi aku hanya bisa berdecak. Sepertinya aku memang harus tidur karena ini sudah tengah malam. Takutnya dia malah ilfeel kalalu aku nyerocos terus.
Sayangnya aku terserang insomnia. Membuatku benar benar kehilangan yang namanya kantuk. Hingga subuah ide jahil muncul di otak cerdasku ini.
Aku yang pura pura tertidur, mengangkat kaki dan menyilangkan diatas tubuh Biru seolah olah menganggapnya guling.
"Uuuhh..." Lenguhnya saat paha ini mendarat tepat diadik kecilnya. Aku mati matian menahan tawa karena pura pura tidur. Kira kira, dia kesakitan apa keenakan ya?
Dia menyingkirkan kakiku dari atas tubuhnya. Tak kurang akal, kuulangi sekali lagi. Kali ini tak hanya pahaku yang mendarat disana, tapi lututku juga beberapa kali menyenggol bagian itu nya.
"CALLISTA." Geramnya tertahan sambil menyingkirkan kakiku. Kali kali ini tak lembut seperti tadi, lebih pada dilemparkannya kakiku kesamping hingga aku pura pura terbangun.
"Apaan sih..." Gumamku.
"Bisa gak, kalau tidur itu yang anteng? Kaki kamu kemana mana?" Geramnya sambil melotot dengan muka merah padam. Sumpah, pengen ketawa tapi takut dosa.
"Emang kemana kaki aku? Aku kan tidur, jadi gak tau?"
Biru membuang nafas kasar lalu mendorong tubuhku hingga posisi membelakanginya. Saat aku hendak kembali menghadap padanya, lebih dulu Biru memelukku dari belakang.
"Udah jangan banyak gerak. Hadapnya gini aja, biar aku yang meluk kamu." Katusnya.
Aku bersorak girang dalam hati. Akhirnya dipeluk juga sama suamiku. Posisi seperti membuatku seperti benar benar terlindungi. Aku yakin malam ini, tidurku akan lebih nyenyak dari malam malam sebelumnya.
...****************...
Sepertinya, semalam aku dan Biru terlalu nyenyak tidur hingga pagi ini kami kesiangan. Saat jam menunjukkan pukul 9 lebih, kami baru terbangun dan segera berlari ketujuan masing masing. Biru menuju kamar mandi, sedangakan aku menuju dapur.
Sementara Biru mandi, gegas aku memasak nasi dan membuat kopi. Urusan masak, aku tak ambil pusing karena tak bisa. Jadi tak ada pilihan lain selain telur. Karena kemarin seharian telur ceplok, hari ini aku kembangkan menjadi telur dadar. Semoga saja rasanya tak mengecewakan dan membuat suami tercintaku nambah makannya.
"Aku pergi dulu." Ujar Biru yang ternyata sudah siap dengan pakaian santai dan tas besar.
"Mau kemana?"
"Mau benerin perahu."
Biru meraih kopi diatas meja lalu menyesapnya.
"Sarapan dulu, sebentar lagi nasinya mateng."
"Gak usah. Aku beli roti aja diwarung. Aku harus buru buru benerin biar nanti malam udah bisa dipakai untuk nyari ikan lagi."
"Ya kalau nanti malam belum bisa, kan bisa besok. Gak harus terburu buru juga." Jawabku santai. Aku memang tak terlalu memikirkan uang. Yang penting ada buat makan udah. Urusan masa depan, uangku sudah banyak. Hanya saja saat ini masih dibawah kuasa orang lain. Aku justru senang perahu Biru rusak biar tiap malem bisa tidur bareng aku. Dosa gak sih, bahagia diatas penderitaannya?
"Gak bisa gitu. Aku harus rajin nyari uang sekarang. Kamu tahu kenapa?"
Aku menggeleng.
"Karena sekarang aku punya istri yang jago."
"Jago? emangnya aku jago apa?" Senang sekali rasanya aku dibilang jago. Apa karena masakanku udah mulai enak sekarang?
"Jago ngabisin duit."
Glodak
Langsung kena mental aku. Omonganya pedes, sayangnya bener dan tepat sasaran. Kalau urusan ngabisin duit, aku memang jago. Jangankan sejuta sehari, seratus jutapun, aku siap.
"Aku pergi dulu."
Aku yang masih syok karena ucapannya sampai lupa tak mencium tangannya.
Aku duduk termenung didapur sambil menunggu nasi matang. Memikirkan ucapan Biru yang seratus persen benar. Sepertinya aku harus menggali bakatku. Mencari keahlian lain yang mungkin lebih bagus dari hanya sekedar jago ngabisin duit. Apa aku buka salon aja ya? bukannya kata Santi aku jago make up?
Brakk
Aku terjingkat kaget saat ada yang menggebrak meja.
"Ngelamun aja." Ujar Santi yang entah sejak kapan masuk.
"Mikirin apa sih? Pasti habis dimarahin Biru gara gara kemarin?"
"Tuh tauk. Aku sampai didiemin sejak kemarin." Ujarku bersungut sungut.
"Yaelah sampai segitunya. Untung Biru gak ngadu ke Mas Gani. Kalau sampai ngadu, habislah riwayatku. Aku gak berani lagi kayak kemarin Cal, mending aku jualan ikan asin aja."
Serah kamulah. Emang aku pikirin. Mikiran nasib aku yang masih perawan maski status menikah aja udah bikin pusing.
"Kulihat tadi Biru keluar, kamana dia?" Tanyanya sambil mencomot satu potong telur dadar diatas meja. Gak ada akhlak memang sih Santi, padahal gak aku tawarin, tapi main comot aja.
"Benerin perahu. Mana gak mau rasapan dulu, padahal aku udah bela belain masak. Sejak ngambek kemarin, dia gak mau makan sama sekali masakanku." Mulailah aku curhat isi hati.
"Emang kamu masak apa?"
"Telur dadar, tuh yang baru aja kamu caplok." Ketusku sambil menatap mulutnya yang masih asik mengunyah telur dadarku.
"Kemarin?"
"Telur ceplok.'
"Hahaha." Santi tertawa ngakak mengetahui apa yang aku masak hari ini dan kemarin. "Kalau aku jadi Biru, aku juga ogah makan kalau telur melulu. Laki itu gak suka dimasakin telur, sukanya kalau telurnya di ciumin, disayang sayang, di em_"
"Stop stop. Aku lagi galau, gak minat ngomongin itu." Potongku cepat. Dasar otak mesum, ngomong apapun ngarahnya kesana. Sayangnya, mirip kayak aku. Makanya kami berdua klop kalau lagi bahas plus plus.
"Tumben, biasanya paling semangat kalau ngomongin yang plus plus. Pasti semalam gak ketemu burung bertelur ya?" Godanya sambil menyenggol bahuku. "Ah iya, kan didiemin. hahaha."
Kurang ajar banget si Santi ini. Bisa bisanya dia malah ngeledekin aku. Kesal diketawain, kuambil sendok sayur diatas meja dan langsung aku getok kepalanya.
"Haduh, paan sih Cal." Protesnya sambil mengelus kepala yang habis aku getok.
"Salah sendiri, orang lagi galau malah diketawain."
"Udah gak usah galau. Yuk aku ajarin masak yang enak. Habis itu kamu susulin Biru, bawain dia makanan. Aku jamin deh, langsung lupa ma marahnya.
Senyumku langsung merekah. Benar juga kata Santi. Setidaknya, biar dimata Biru, aku pinter masak juga, gak hanya pinter ngabisin duit.
Lanjutin kaaak pliiiss
Gegara kutinggal lahiran di kampung, katanya tiap malem kangen. Liat wajan, panci, semua peralatan dapur inget aku terus wkwkwk
Udah lama banget nggak nemu novel komedi di sini yang asiik, ceritanya pas dan penulisannya bagus. Kemana ajaaa yaa aku haha