Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28
Raka menarik tangannya kembali dari permukaan air kolam, merasakan sensasi dingin yang menusuk tulang meskipun cuaca di puncak bukit terasa hangat. Bisikan samar itu, meskipun tidak jelas kata-katanya, terasa mengancam dan penuh dengan kegelapan yang kontras dengan kedamaian tempat itu.
Kakek Badra, yang memperhatikan perubahan ekspresi Raka, mendekat dengan wajah khawatir. "Ada apa, Nak? Apa yang kau rasakan?"
Raka menatap Kakek Badra dengan pandangan bingung. "Aku merasakan dingin yang aneh, Kakek. Dan aku mendengar… bisikan. Bisikan yang terasa jahat."
Maya dan Sinta ikut mendekat, wajah mereka menunjukkan rasa cemas. "Bisikan apa, Raka?" tanya Maya.
Raka menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu persis. Kata-katanya tidak jelas, tapi nadanya… terasa seperti peringatan. Atau mungkin… ancaman."
Kakek Badra mengerutkan kening dan berjalan mengelilingi kolam, mengamati airnya dengan seksama. Ia menyentuhkan ujung tongkat kayunya ke permukaan air, lalu menariknya kembali dan mencium baunya.
"Air ini… air ini terasa berbeda," gumam Kakek Badra. "Ada sedikit bau belerang, yang tidak seharusnya ada di mata air suci ini. Sepertinya ada sesuatu yang telah mencemari tempat ini."
Mereka bertiga saling pandang dengan rasa khawatir yang semakin besar. Mata air suci yang seharusnya menjadi tempat penyembuhan dan pencerahan, kini terasa terancam oleh kegelapan.
Raka kembali membuka Kitab Dewa Naga yang lebih besar. Ia mencari simbol mata yang bersinar yang membawanya ke tempat ini, berharap menemukan informasi lebih lanjut tentang potensi bahaya di sini. Di dekat simbol itu, ia melihat ilustrasi lain yang menggambarkan mata yang sama, tetapi kali ini dikelilingi oleh bayangan gelap dan airnya tampak keruh. Di bawahnya, terukir kata-kata: "Kebenaran yang ternoda akan membawa malapetaka."
"Aku rasa bisikan itu berasal dari bawah kolam ini," kata Raka, menunjuk ke arah batu mata yang melayang di tengah air. "Mungkin ada sesuatu yang tersembunyi di sana."
"Sesuatu yang jahat," sahut Sinta, merinding membayangkan apa yang mungkin bersembunyi di bawah permukaan air yang tenang itu.
Kakek Badra mengangguk setuju. "Kita harus berhati-hati. Kekuatan jahat Kaldor mungkin telah mencapai tempat ini. Kita tidak bisa mengambil risiko untuk meminum airnya atau menyentuh batu itu tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi."
Mereka bertiga berdiri di tepi kolam, merenungkan langkah selanjutnya. Matahari pagi kini bersinar lebih terang, tetapi kegelapan yang mereka rasakan di tempat suci ini terasa semakin pekat. Kebenaran yang mereka cari mungkin tersembunyi di bawah permukaan air yang berkilauan, tetapi untuk mengungkapnya, mereka harus siap menghadapi bahaya yang mengintai di kedalaman.
Mendekati tepi kolam dengan hati-hati, Raka kembali membuka Kitab Dewa Naga yang lebih besar. Ia mencari-cari ilustrasi atau catatan yang mungkin menjelaskan tentang mata air suci yang ternoda. Setelah beberapa saat, ia menemukan sebuah bagian yang menarik perhatiannya. Di halaman itu, tergambar mata yang sama persis dengan batu yang melayang di tengah kolam, tetapi di sekelilingnya terdapat simbol-simbol aneh yang tampak seperti rantai yang mengikatnya. Di bawah gambar itu, tertulis sebuah kalimat yang terasa dingin dan mengancam: "Kebenaran yang terkurung akan membalas dendam."
"Aku rasa aku menemukan sesuatu," kata Raka kepada yang lain, menunjukkan halaman kitab itu. "Simbol-simbol ini terlihat seperti rantai yang mengikat batu mata itu. Dan kalimat ini… 'Kebenaran yang terkurung akan membalas dendam'… sepertinya ada sesuatu yang dipenjara di bawah sana."
Kakek Badra mengangguk-angguk. "Itu mungkin menjelaskan bisikan jahat yang kau dengar, Nak. Sesuatu yang kuat dan jahat mungkin terperangkap di dalam mata air ini, dan Kaldor mungkin telah memanfaatkan hal itu untuk menodai kesucian tempat ini."
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Maya khawatir. "Apakah kita harus membebaskan makhluk itu?"
"Tidak, Maya," jawab Kakek Badra tegas. "Jika makhluk itu jahat, melepaskannya hanya akan mendatangkan malapetaka. Kita harus mencari cara untuk memurnikan kembali mata air ini dan memutuskan rantai yang mengikat kebenaran yang terkurung itu."
Raka kembali melihat Kitab Dewa Naga. Di halaman yang sama, ia melihat ilustrasi lain yang menggambarkan seorang tokoh berjubah putih sedang melakukan ritual di tepi mata air yang sama. Di tangannya, ia memegang sebuah tongkat yang memancarkan cahaya suci, dan simbol-simbol rantai di sekitar mata air tampak retak dan hancur. Di bawah gambar itu, tertulis sebuah mantra dalam aksara kuno.
"Aku rasa aku menemukan cara untuk memurnikan mata air ini," kata Raka, menunjuk ke arah gambar dan mantra di kitab itu. "Ini adalah ritual yang dilakukan oleh seorang tokoh suci di masa lalu. Mungkin kita bisa mengulanginya."
Kakek Badra mendekat dan mengamati gambar serta mantra itu dengan seksama. "Mantra ini… ini adalah mantra pemurnian kuno yang sangat kuat. Jika kita melakukannya dengan benar, kita mungkin bisa memulihkan kesucian mata air ini."
"Apa yang kita butuhkan untuk melakukan ritual ini, Kakek?" tanya Sinta.
Kakek Badra berpikir sejenak. "Mantra ini membutuhkan fokus yang kuat, hati yang tulus, dan… air suci yang belum ternoda." Ia melihat ke sekeliling puncak bukit. "Mungkin kita bisa menemukan sedikit air murni di antara bebatuan di sekitar sini."
Mereka bertiga mulai mencari di sekitar puncak bukit, dengan hati-hati memeriksa setiap celah dan lekukan batu. Setelah beberapa saat, Sinta menemukan sebuah cekungan kecil di antara bebatuan yang menampung air hujan yang tampak jernih dan belum tercemar.
"Ini dia!" seru Sinta, menunjuk ke arah cekungan itu.
Dengan hati-hati, mereka mengumpulkan air itu ke dalam sebuah wadah kecil yang mereka bawa. Kemudian, mereka kembali ke tepi mata air suci. Raka membuka Kitab Dewa Naga di halaman mantra pemurnian, siap untuk memulai ritual. Kakek Badra berdiri di sampingnya, siap memberikan bimbingan. Maya dan Sinta berjaga-jaga, mengawasi sekeliling untuk memastikan tidak ada bahaya yang mendekat.
Raka menarik napas dalam-dalam dan mulai mengucapkan mantra kuno itu dengan suara yang mantap. Cahaya lembut mulai memancar dari Kitab Dewa Naga, menyinari air kolam yang berkilauan dan batu mata yang melayang di tengahnya. Saat mantra itu bergema di puncak bukit yang sunyi, mereka berharap kekuatan suci akan mampu memutuskan rantai kegelapan dan memulihkan kebenaran yang terkurung di dalam mata air Dewi Ananta.
Saat Raka melantunkan mantra pemurnian kuno, suara gemanya memenuhi puncak bukit yang sunyi. Cahaya dari Kitab Dewa Naga semakin terang, memancarkan gelombang energi suci yang menyebar ke seluruh area mata air. Air kolam yang tadinya tampak berkilauan dengan cahaya keperakan mulai bergejolak pelan, dan kabut tipis di atasnya bergerak semakin cepat.
Batu mata yang melayang di tengah kolam tampak bergetar hebat. Simbol-simbol rantai gelap yang sebelumnya terlihat samar-samar di sekelilingnya kini menjadi lebih jelas, seolah-olah berusaha menahan kekuatan mantra yang sedang diucapkan Raka. Dari dalam batu itu, bisikan jahat yang sebelumnya terdengar samar-samar kini menjadi lebih keras dan lebih mengancam, mencoba mengganggu konsentrasi Raka.
"Jangan dengarkan bisikan itu, Raka!" seru Kakek Badra dengan nada mendesak. "Fokus pada mantra! Bayangkan cahaya suci mengalir melalui dirimu dan memurnikan tempat ini!"
Raka memejamkan mata, mencoba mengabaikan bisikan-bisikan yang berusaha merasuki benaknya. Ia memfokuskan seluruh perhatiannya pada mantra yang tertera di kitab, membayangkan cahaya putih dan emas mengalir dari kitab ke tangannya, kemudian menyebar ke seluruh mata air, membersihkan kegelapan yang mencemarinya.
Maya dan Sinta berdiri di samping Raka, bergandengan tangan erat-erat. Mereka merasakan hawa dingin yang semakin kuat dari dalam kolam, tetapi mereka berusaha tetap tenang dan memberikan dukungan kepada Raka.
Saat Raka mencapai bagian terakhir dari mantra, batu mata di tengah kolam mengeluarkan cahaya hitam yang pekat. Bayangan-bayangan aneh mulai muncul di permukaan air, mencoba menarik Raka ke dalam kegelapan. Bisikan jahat itu mencapai puncaknya, kata-kata mengerikan dan penuh kebencian menusuk telinga mereka.
Namun, Raka tidak menyerah. Dengan sekuat tenaga, ia menyelesaikan mantra itu. Seketika, cahaya suci dari Kitab Dewa Naga mencapai puncaknya, memancarkan gelombang energi yang sangat kuat. Cahaya hitam dari batu mata itu bergetar hebat, dan simbol-simbol rantai gelap di sekelilingnya mulai retak dan hancur berkeping-keping.
Sebuah ledakan energi cahaya putih yang menyilaukan keluar dari dalam kolam, menghapus semua bayangan kegelapan dan membungkam bisikan jahat itu. Air kolam kembali menjadi jernih dan tenang, berkilauan dengan cahaya keperakan yang murni. Batu mata di tengah kolam tampak bersinar lebih terang dari sebelumnya, memancarkan aura kedamaian dan kebijaksanaan.
Raka terengah-engah, merasa lelah namun lega. Ia membuka matanya dan melihat mata air suci itu telah kembali ke kemurniannya. Batu mata di tengah kolam memancarkan cahaya lembut, dan ia merasakan kedamaian yang mendalam menyelimuti tempat itu.
Tiba-tiba, cahaya dari batu mata itu memancar lebih kuat dan terarah langsung ke arah Raka. Ia merasakan aliran informasi dan pengetahuan yang luar biasa membanjiri benaknya. Ia melihat gambaran masa lalu, masa kini, dan bahkan sekilas tentang masa depan. Ia memahami lebih dalam tentang kekuatan Kitab Dewa Naga, Pedang Sinar Naga, dan perannya dalam mengalahkan Kaldor. Ia juga melihat peta yang lebih jelas tentang lokasi artefak-artefak suci lainnya.
Penglihatan itu berlangsung hanya beberapa saat, tetapi informasi yang ia terima sangat berharga. Ia merasakan dirinya terhubung lebih kuat dengan warisan para Dewa Naga dan takdir yang menantinya.
Ketika cahaya dari batu mata itu meredup, Raka merasa lebih bersemangat dan lebih yakin dari sebelumnya. Mereka telah berhasil memurnikan mata air suci, dan sebagai imbalannya, ia telah menerima pengetahuan dan petunjuk yang akan membantunya dalam perjalanan selanjutnya. Tujuan mereka kini semakin jelas, dan dengan kekuatan yang diperbarui.