Aresha adalah gadis jenius, dia menyembunyikan identitas asli dan hidup sebagai Disha sejak kecil untuk menghindari ancaman musuh keluarga. Mengenakan kacamata tebal, Disha menutupi pesonanya dengan penampilan yang sederhana sambil diam-diam menyelidiki identitas musuh-musuhnya.
Suatu penyelamatan darurat, Disha berpartisipasi dalam penyelamatan nyawa pasien VVIP bernama Rayden, kemunculan Rayden membuat Disha menyadari adanya bau musuh yang muncul.
Di saat yang sama, karena Disha Rayden teringat pada gadis hilang yang dia cintai selama bertahun-tahun.
Tanpa sepengetahuan satu sama lain, keduanya mulai diam-diam mengawasi gerak-gerik masing-masing.
Apakah Rayden adalah musuh keluarga yang harus Disha hindari? Keterikatan macam apa yang terjadi di antara keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MGD Bab 28 - Sebentar Saja
Disha mengetuk pintu ruangan istirahat Rayden. Kesana dia juga membawa 2 porsi makan siang, satu untuk Rayden dan satu untuk Samuel.
Meski tahu pihak rumah sakit sudah mengirimkan makanan lebih dulu kesini, namun Disha tetap membawa makanan ini kemari, sebagai alasan agar dia bisa menemui sang tuan muda.
Sam membukakan pintu dan melihat Disha di sana, dengan wajah datar gadis berkacamata itu langsung menundukkan kepalanya memberi hormat.
"Selamat siang Tuan, maaf mengganggu, saya ingin mengantarkan ini," terang Disha, lengkap dengan 2 kotak makanan di kedua tangannya.
"Masuklah."
"Terima kasih."
Samuel membuka pintu semakin lebar dan mempersilahkan Disha untuk masuk. Seketika itu juga tatapan Disha bertemu dengan seorang pria yang hingga kini masih duduk di kursi roda, duduk menghadap ke arah dinding kaca di kamar itu, sepertinya barusan Rayden menatap ke arah luar saja, entah melihat apa.
"Selamat siang Tuan Rayden, maaf menganggu waktu istirahat Anda, saya membawakan makanan, untuk Anda dan tuan Samuel," terang Disha lagi, dia meletakkan makanan itu meski di atas meja pun sudah ada makanan.
"Kemari," ucap Rayden setelah Disha meletakkan makanan itu.
Disha mendekat dan Rayden memberi isyarat agar Samuel pergi. Asisten pribadinya itu pun menurut, tanpa banyak kata dia meninggalkan kedua orang itu disana.
"Ya Tuan."
"Kata mu pundak atas ku sudah tidak terkilir lagi, tapi ini masih terasa sakit."
"Itu karena anda terlalu banyak duduk, mari saya bantu untuk berbaring di atas ranjang. Pemulihan secara utuh juga membutuhkan waktu Tuan," terang Disha apa adanya.
"Saya akan memanggil perawat Dara dan tuan Samuel lebih dulu, setelahnya Dara pun akan selalu menemani Anda disini," timpal Disha lagi, berharap Rayden akan melolak ucapannya itu dan tetap meminta dirinya sendiri yang disini, tanpa Dara ataupun Samuel.
"Tidak perlu panggil mereka, kamu saja cukup."
"Tapi setelah ini saya pun harus kembali ke bawah Tuan, anak-anak akan berpamitan pulang."
"Kalau begitu tidak perlu berbaring dulu, cukup beri aku pijatan lembut, nanti aku akan menemani kamu bertemu mereka," titah Rayden lagi, baginya sentuhan adalah hal paling sensitif bagi wanita, sentuhan kecil namun begitu berarti bagi mereka. Rayden akan buat sentuhan diantara terjadi secara berangsur, sampai lambat laun Disha akan memberikan segalanya.
Rayden tersenyum miring saat Disha menjawab, "Baiklah Tuan."
Sementara Dhisa pun tersenyum kecil, mendapati rencananya untuk mendekati pria ini tak banyak mengalami kesulitan.
Dengan perlahan Disha memberikan pijatan di pundak Kanan Rayden, lembut sekali namun terasa begitu nyaman bagi pria ini.
"Apa terasa nyaman?" tanya Disha pula, setelah ada beberapa detik hanya ada hening diantara mereka. Dia berdiri di belakang tubuh Rayden, jadi tidak bisa melihat raut wajah pria itu.
"Hem," jawab Rayden singkat, malah benar-benar menikmati sentuhan Disha, sampai lupa jika ini semua hanya sandiwara.
Dan waktu berjalan hampir 10 menit.
"Maaf Tuan, saya harus segera keluar. Anda tidak perlu menemani saya, saya yang akan memanggil perawat Dara untuk datang kesini." Disha menarik tangannya untuk menjauhi pundak itu, namun dengan cepat Rayden malah menahannya, menarik Disha hingga berada di hadapannya.
Rayden bisa merasakan tangan Disha yang dingin, mengisyaratkan jika gadis itu tengah gugup.
Padahal tidak, selama ini tangan Disha memang sering mengeluarkan keringat dingin meski tanpa gugup sekalipun.
Disha memang merasakan sesuatu saat tangannya digenggam seperti ini, tapi itu bukan debaran, melainkan rasa kesal.
"Tuan," lirih Disha, seolah tersipu dengan tindakan tiba-tiba itu.
Sementara Rayden makin terseyum ketika melihat reaksi gadis berkacamata ini.
"Tidak perlu memanggil Dara, bagaimana jika aku hanya merasa nyaman ketika bersama mu?"
Perlahan Disha mengangkat wajahnya yang tertunduk, seperti memberanikan diri untuk membalas tatapan dalam itu.
"Jangan begitu Tuan, saya dan perawat Dara memang bertugas untuk melayani Anda."
"Jangan panggil aku Tuan, mulai sekarang panggil saja namaku, atau Kakak."
"Maaf Tuan, kenapa begitu?"
"Karena aku ingin memiliki hubungan lebih, bukan lagi perawat dan pasien, tapi sebagai seorang pria dan wanita."
Mulut Disha menganga, pura-pura terkejut, bahkan satu tangannya yang lain bergerak membenahi kacamatanya yang hampir jatuh.
"Tapi Tuan_"
"Tidak ada Tapi, yang ada hanya patuh. Apa kamu mengerti?"
"I-iya," jawab Disha pura-pura gugup. Pura-pura tersipu.
Ini semua hanya pura-pura.
Siang itu Disha mendorong kursi roda Rayden untuk kembali keluar, anak-anak berpamitan juga pada mereka berdua.
Berulang kali Disha dan Rayden tanpa sengaja bertemu tatap dan tersenyum kikuk.
Namun lambat laun siang itu semuanya jadi seperti mencair.
Seperti tiba-tiba tidak ada lagi dinding pembatas diantara mereka.
Setelah anak-anak pergi, Disha baru bisa bernafas lega. Dia pun kembali mengantarkan Rayden untuk kembali ke kamarnya.
Sampai disana Disha kembali ditahan oleh Rayden, pria itu mengajak wanita barunya untuk makan siang berdua. Sibuk begini begitu membuat mereka terlambat sendiri makan siangnya.
Rayden tetap duduk di kursi roda, sementara Disha di pinggiran sofa.
"A," ucap Rayden dan membuka mulutnya lebar, sebuah isyarat minta disuap.
Disha tersenyum kecil, lalu menuruti keinginan pria ini. Mereka makan bersama sampai hidangan itu habis.
"Kak Rayden harus kembali berbaring, setidaknya ganti duduk di atas ranjang" ucap Disha, dengan panggilan yang sudah baru, berlaku disaat mereka hanya berdua.
"Baiklah, ayo bantu aku."
"Iya."
Disha mendorong kursi roda hingga sampai di samping ranjang, menguncinya agar tidak goyang. Lalu memapah Rayden untuk bangkit dan perlahan pindah ke atas ranjang, berpelukan seperti ini dengan sesekali saling tatap dan lempar senyum.
Manis sekali, andai diantara mereka tidak ada tujuan yang ingin dicapai.
Sudah pindah, Rayden pun menarik Disha untuk duduk di pinggiran ranjangnya.
"Aku harus pergi Kak, pasienku kan ada banyak."
"Jam berapa kesini lagi?"
"Malam, pemeriksaan terakhir sebelum aku pulang."
"Baiklah. Aku akan menunggu mu."
Disha mengangguk. Namun seolah begitu sulit untuk berpisah, padahal Disha masih memikirkan cara bagaimana dia membahas tentang kancing emas bertahtakan emas itu.
Dan disaat melamun seperti itu, Disha tiba-tiba kembali tersentak saat Rayden kembali menggenggam tangannya erat.
"Seperti ini sebentar saja." ucap Rayden, seraya menautkan jemari mereka berdua.
Jika begini, rencana siapa yang lebih dulu berhasil? Disha yang ingin mengorek informasi atau Rayden yang ingin mendapatkan hati wanita ini.
Rayden memejamkan matanya, tanpa melepaskan genggaman itu. Sementara Disha menatap lekat wajah pria ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bab revisi. 4, 5, 7, 8, 10, 12, 16, 18.
banyak ya 🤣