"Sayang, kamu yang tenang ya disana. Kamu jangan khawatir soal Anak-anak. In shaa Allah kak Bian tidak akan pernah mengabaikan anak-anak kita. Kak Bian janji, akan selalu menjaga mereka, serta akan membahagiakan mereka dengan penuh kasih sayang. Bahkan apapun permintaan mereka akan kak Bian penuhi, itulah janji Kak Bian, Acha!" Itulah janji Rio dihadapan pusara istrinya, Cindy.
Ya dia Adalah Rio Febrian Yang kini berusia 33 tahun, dan berstatuskan seorang Duda yang memiliki anak kembar Empat. Semenjak istrinya meninggal, Rio langsung berubah menjadi Pria yang amat dingin dan tak berperasaan.
Namun ia begitu hangat untuk baby quadrupletsnya dan ia amat menyayangi mereka. Sehingga apapun yang menjadi keinginan anak-anaknya maka ia pun akan mengabulkan. Hingga suatu ketika putri kecilnya mengungkapkan keinginannya.
"Daddy, bolehkah Tante yang bermata Hijau itu menjadi Momy umna?" pinta gadis kecil yang berusia empat tahun.
Akankah Rio mengabulkan permintaan putri kecilnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMAN TERKENDALI!
┈••✾•◆❀💚 Kalam Hadits 💚❀◆•✾••┈
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Jika kamu berhadapan dengan orang yang marah menghindarlah. Karena orang marah itu ucapan ucapan iblis. Jika kamu menghindar dari napsunya seseorang maka kamu akan mendapatkan pahala yang luar biasa"
{H.R. Bukhori Muslim}
__sᴛᴏʀɪᴇs ᴏғ ᴛʜᴇ ᴅᴀʏ__
•┈┈┈┈┈┈•✾•◆❀💚❀◆•✾•┈┈┈┈┈┈•
Ardiyan dan Wira langsung membawa Rio, ke ruang rawat yang terletak disamping ruang rawat anaknya. Ardiyan juga meminta Dika untuk melakukan pemeriksaan pada Rio.
"Bagaimana Dik? Apakah Brian baik-baik saja?" tanya Ardiyan terlihat khawatir.
"jangan khawatir Ar, Brian baik-baik saja kok dia hanya kelelahan fisik dan pikirannya. Setelah beberapa beristirahat yang cukup, ia akan segera sadar," balas Dika, setelah melakukan pemeriksaan terhadap Rio.
"Alhamdulillah syukurlah kalau begitu. Oh iya Dik, gue mau Brian istirahat sampai besok pagi, jadi tolong beri dia obat tidur. Karena dengan begini kita bisa membiarkan Yumna, mendekati anaknya," ujar Ardiyan, sambil menatap wajah Rio yang sedang tertidur, dengan tatapan iba.
Wajah Dika langsung sumringah saat mendengar ide sahabatnya. "Wih, ide bagus tuh! Walaupun cara ini sangat dilarang, tapi itu tidak masalah, demi kebaikan! Oke Tuan muda, sesuai keinginan Anda, saya akan memberikan yang terbaik untuknya," katanya sambil ia mengedipkan sebelah matanya pada Ardiyan.
Yaa, sebenarnya kediamannya Dika sejak tadi, karena ia begitu khawatir dengan kondisi anaknya Rio yang semakin melemah. Dan ia juga merasa seperti tidak ada harapan lagi buat si kecil Yumna. Sehingga ketika ia mendengar perkataan Ardiyan, ia terlihat begitu semangat. Walaupun ia harus melanggar etika kedokterannya.
"Aah, banyak cingcong Lo! Cepat kerjakan sekarang! Nanti keburu dia bangun akan gagal rencana kita nanti!" bentak Ardiyan dengan memasang wajah datarnya.
"Oke, oke! Siap Bos! Huh! Masih aja galak Lo ya!" gerutu Dika, sembari ia menyuntikkan suatu cairan pada botol infusnya Rio. "Dah beres! Dia akan tertidur selama lima belas jam! Apa sekarang Lo puas?" lanjut Dika seraya meletak alat suntik kedalam nampan yang dipegang salah satu Suster yang berada di sana.
"Bagus! Sekarang Lo tinggal panggil Yumna, gue rasa mereka masih berada dilobi menunggu kabar dari kita," kata Ardiyan, "Biar gue yang akan menunggu Brian disini" lanjut Ardiyan, kembali menatap wajah Rio.
"Oke, gue akan secepatnya memanggil dia, karena sudah tidak ada waktu untuk si kecil menunggu lama lagi! Gue cabut bro Assalamu'alaikum" Pamit Dika, yang terlihat ia melangkahkan kakinya dengan cepat. Sehingga ia tak menunggu jawaban dari Ardiyan terlebih dahulu. Karena ia tak ingin menunda-nunda kesempatan yang ada.
"Wa'alaikumus salam," Walaupun Dika sudah tak mendengarnya jawab salamnya ia tetap membalasnya.
...*****...
Sementara disisi lain.
Dika, terlihat tergesa-gesa, menuju ke lobby rumah sakit. Dan benar saja yang dikatakan Ardian ternyata para sahabatnya termasuk Nazwa masih berada di lobby rumah sakit. Mereka terlihat sedang duduk-duduk dikursi tunggu.
"Aah, syukurlah kalian masih disini!" ucap Dika, dengan nafas sedikit tersengal-sengal.
"Ada apa Dik? Apa terjadi sesuatu?" tanya Dimas, terlihat cemas.
"Tidak ada apa-apa, cuma gue harus secepatnya membawa Yumna," balas Dika, sedikit lebih tenang. "Ayo Yum, ikut gue keruangan intensifnya si Yumna kecil," ajaknya pada Yumna yang terlihat diwajahnya juga ada kecemasan, karena sudah pasti ia masih kepikiran dengan gadis kecil itu.
"Eh, tapi Bang, gimana dengan Ayah?" tanya Naazwa, terlihat ada keragu-raguan pada wajahnya.
"Kamu tenang saja! Ayahnya sudah aman terkendali, dalam pengawasan Ardiyan dan Wira," jelas Dika.
Dimas mengerenyit, "Aman terkendali? Eh, jangan bilang kalian sudah meyekap si Ayah egois itu lagi?" Dika langsung mengangkat kedua bahunya, "Hah? Apa itu benar Dika?" tanyanya dengan mata yang terlihat membulat, penasaran.
"Bahkan lebih dari itu! Aah sudahlah! Gue nggak ada waktu lagi! Ayo Yumna ikut saya!" ajak Dika, yang kemudian ia pun beranjak pergi, diikuti oleh Naazwa, meninggalkan Dimas yang terlihat masih terperangah. Karena membayangkan tindakan ekstrim para sahabatnya terhadap Rio.
"Apa kalian percaya? Ardiyan berani bertindak ekstrim, pada Brian?" tanya Dimas, pada Andi dan Hans yang masih berada di sana.
"Bodo amat! Emangnya gue pikirin!" balas Andi, seraya ia berjalan meninggalkan Dimas dan Hans.
"Sompret Lo! Bukannya menjawab, main pergi aja lagi!" umpat Dimas, kesal karena Andi tak mau menanggapi perkatanya. Lalu mata Dimas, langsung beralih pada Hans, yang ternyata sedang menatap dirinya juga.
"Apa hah? Apakah Lo juga mau ngomong seperti Andi hah?" bentak Dimas, sepertinya ia sedang melampiaskan kekesalannya pada Andi.
Dengan spontan Hans menggelengkan kepalanya, seraya berkata, "Nggak kok Pak Dimas, cuma saja.." Hans menggantung perkatanya, membuat Dimas penasaran.
"Cuma apa, hm?"
"Cuma mau bilang Pak Dimas, terlihat seksi kalau sedang marah! Arrrr...bikin gemas! Ka ka-kabuuur!!" teriak Hans, dan langsung berlari tunggang langgang meninggalkan Dimas yang masih terpelongo, karena melihat keberanian Hans.
"Seksi? Benarkah gue seksi? Sebaiknya gue tanyain dah sama para Readers," batin Dimas penasaran.
"Hum..Hai, para Readers, hmm Apakah Dimas seksi, kalau sedang marah?🤔
...•┈┈┈•✾•◆❀◆❀◆•✾•┈┈┈•...