Namanya Kevin. Di usianya yang baru menginjak angka 20 tahun, dia harus mendapati kenyataan buruk dari keluarganya sendiri. Kevin dibuang, hanya karena kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan.
Di tengah kepergiannya, melepas rasa sakit hati dan kecewa, takdir mempertemukan Kevin dengan seorang pria yang merubahnya menjadi lelaki hebat dan berkuasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan Kebencian Dirgantara
Desas desus kedatangan Nadira dan Kevin, masih terdengar hampir di seluruh pelosok kampus. Mereka masih tidak menduga kalau teman mereka yang dianggap dari kalangan menengah ke bawah, ternyata adalah keturunan orang kaya yang sebenarnya. Tentu saja yang mereka maksud adalah Nadira.
Selama di kampus, Nadia memang tidak pernah menunjukan gelagatnya sebagai anak orang kaya. Dari cara berpakaian, bergaul, bahkan kesehariannya, tiap pulang pergi ke kampus, sama sekali tidak mencerminkan seorang gadis dari kelas atas.
Teman-teman kampus yang dekat dengan Nadira juga tidak pernah menaruh curiga pada anak itu. Nadira benar-benar bisa menyatu dengan kehidupan sederhana mereka. Setiap kali nongkrong bersama, Nadira pun tdak pernah pilih-pilih tempat. Bahkan Nadira nampak sangat menikmati, dimanapun dia berada, meski hanya main di pinggir jalan atau taman kota.
"Ya sudah, sekarang, Om pulang dulu," ucap Pedro begitu semua urusan dengan kampus selesai. "Kalau ada apa-apa, kaliaan langsung sajaa hubungi Om, oke?"
"Beres," jawab Nadira.
"Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, saya titip dua keponakan saya ini ya?" ucap Pedro pada jajaran petinggi kampus yang turut menemuinya. "Tolong, jika ada yang menindas mereka, segera kasih kabar sama saya?"
"Baik, Tuan," jawab Kepala kampus dengan perasaan yang cukup gugup.
Pedro pun segera pamit, karena sebenarnya masih banyak yang harus dia kerjakan, meski dirinya berada di negara orang. Sedangkan Kevin dan Nadira memilih langsung menuju kelas masing-masing untuk menemui teman-teman mereka.
"Nadira!" baru saja Nadira keluar dari ruang pertemuan, sebuah suara, memanggil namanya dengan nada nyaring. Gadis itu sudah tahu, siapa yang memanggil dirinya dan dia hanya melempar senyum lebar, kala orang itu mendekat dengan teman-temannya.
"Bisa-bisanya ya kamu membohongi kita," orang sama langsung mencecar Nadira dengan berkacak pinggang. "Kamu selama ini, ternyata orang kaya?"
"Hehehe..." Nadira langsung cengengesan. "Gini aja deh, kita sekarang ke kelas ya? Nanti aku jelasin di sana, oke?"
"Ya memang kamu harus menjelaskan sama kita," ucap mahawsis berambut panjang sebahu. "Enak banget kamu, sering numpang jajan sama kita, tapi kamu aslinya banyak duit."
"Hahaha..." Nadira tidak kuasa menahan tawanya. "Ya udah yuk, kita ke kelas." Nadira pun segera bergabung dengan teman teman dekatnya, meninggalkan Kevin yang juga harus pergi menuju kelasnya sendiri.
Di sepanjang kaki melangkah, kini Kevin menjadi pusat perhatian. Banyak yang berbisik tapi setiap Kevin melempar tatapan, mereka langsung menunjukan raut panik. Sama seperti yang dialami Nadira, Kevin juga disambut heboh oleh teman-teman kelasnya.
"Gila kamu, Vin, ternyata selama ini, kamu dekat dengan orang paling kaya di kampus ini," ucap Bonbon sebelum Kevin memasuki kelasnya. "Apa kamu sudah lama mengetahui, kalau Nadira itu anaknya orang kaya?"
"Enggak," bantah Kevin sambil melangkah menuju tempat duduknya. Teman teman yang lain langsung berkerumun karena meraka juga penasaran dengan keadaaan Kevin setelah kasus beberapa hari yang lalu.
"Aku juga baru tahu sejak kasus yang kemarin itu," ujar Kevin lagi.
"Terus kasus kalian akhirnya bagaimana? Mau dibuka lagi atau tetap ditutup?" tanya Odi.
"Ya tergantung," jawab Kevin. "Kalau anak anak itu masih mengusik aku dan Nadira, bisa saja kasus itu diusut lagi. Toh pihak kampus kali ini tidak bisa berbuat apa-apa."
"Baguslah," ujar Bonbon lagi. "Sudah saatnya, kamu membalas semua perbuatan Argo sama kamu, Vin."
"Bukan Argo saja," sahut Doni. "Yang sering menganggap remeh Kevin dan Nadira, itu banyak banget."
"Udahlah,kita lihat aja, bagaimana sikap mereka nanti, setelah tahu semua fakta tentang Nadira terungkap."
Di saat obrolan sedang seru-serunya, dosen pembimbing masuk ke ruangan mereka dan mengharuskan mereka kembali pada tempat duduk masing-masing.
Di sisi lain Argo masih tidak menyangka dengan fakta yang terjadi hari ini. Anak itu nampak gelisah dengan segala pikiran yang terus berkelana, memikirkan tentang keadaan Kevin dan fakta yang sebenarnya tentang Nadira.
Argo mendengar ponsel di tangannya berdering. Begitu melihat nama yang melakukan panggilan, Argo langsung memberi respon.
"Kamu mau kemana, Go?" tanya teman Argo, setelah Argo menerima panggilan telfon dalam hanya beberapa detik saja
"Keluar bentar, kakak dan orang tuaku datang kemari," jawab Argo, lantas dia segera berjalan cepat untuk menyambut kedatangan keluarganya.
"Papa ikut ke sini?" tanya Argo begitu sampai di tempat tujuan.
"Papa tadi kaget, waktu aku kasih tahu, Kevin kembali ke kampus," Vano yang menjawab. "Dimana anaknya?"
"Di kelasnya mungkin," jawab Argo.
"Kita langsung ketemu Kevin, apa ketemu kepala kampus dulu, Pa?" tanya Vano.
"Ketemu kepala kampus, sekalian minta Kevin untuk menemui Papa," jawab Dirgantara dingin. "Papa harus menuntut jawaban pada pihak kampus. Bisa-bisanya mereka seenaknya memasukan kembali Mahasiswa yang bermasalah."
Dirgantara segera menuju tempat yang dituju diikuti oleh Vano dan Argo. Dalam hati Argo cukup senang. Dia yakin, sebentar lagi Kevin pasti akan mendapatkan hal yang buruk.
Selang beberapa puluh menit kemudian, Kevin dipanggil oleh salah satu staf kampus. Anak itu bingung, kenapa dia disuruh ke ruang pertemuan.
Namun, ketika Kevin masuk ke dalam ruang yang dituju, dan matanya menangkap sosok yang dia kenal, Kevin mengerti, alasan dia dipanggil.
"Ada apa, Tuan?" tanya Kevin dengan sikap dibuat setenang mungkin. "Katanya, anda ada perlu sama saya?"
Namun sikap anak itu justru membuat Dirgantara terkejut. Pria itu menatap tajam anak muda yang berdiri tak jauh dari dirinya.
"Masih hidup kamu?" ucap Vano penuh ejekan. "Kirain kamu sudah jadi mayat, karena tidak bisa hidup tanpa kami?"
Kevin langsung tersenyum. "Yah, seperti yang kalian lihat, aku masih sangat sehat," jawabnya. "Ada perlu apa, kalian memanggil saya kemari?"
"Yang sopan kamu sama Papa!" Hardik Vano.
"Diam, Vano," titah Dirgantara dengan tatapan masih tajam ke arah Kevin. "Hari ini, kamu harus kembali rumah."
Kevin tertegun. Untuk beberapa saat, dia terdiam dengan pikiran dipenuhi pertanyaan. "Rumah? Rumah yang mana?"
"Nggak usah belagu kamu, Kevin!" teriak Vano.
"Loh, bukankah kalian sendiri yang bilang, saya sudah diharamkan menginjak rumah kalian. Lalu, rumah yang mana, yang anda maksud?"
Ucapan Kevin sukses membangkitkan amarah Dirgantara. "Nggak usah membangkang! Kamu tinggal menurut saja!" bentak Dirgantara.
Kevin tersenyum. "Maaf, Tuan, sejak saya keluar dari rumah anda saya sudah tidak lagi ada kewajiban untuk patuh pada anda, permisi!" Kevin langsung balik badan dan bersiap untuk pergi.
"Dasar, anak haram nggak tahu diri!"
Deg!
Langkah Kevin langsung terhenti mendengar teriakan Dirgantara. Dengan terpaksa dia balik badan, menuntut penjelasan.
"Kamu penasaran bukan, kenapa saya sangat benci pada kamu sejak lahir?" ucap Dirgantara penuh emosi. "Kamu itu hanya anak haram, anak hasil perselingkuhan Mama kamu, paham!"
Hati Kevin langsung remuk mendengar kenyataan dari mulut Dirgantara.