Alana, gadis SMA yang 'ditakuti' karena sikapnya yang galak, judes dan keras kepala. "Jangan deket-deket Alana, dia itu singa betina di kelas kita," ucap seorang siswa pada teman barunya.
Namun, di sisi lain, Alana juga menyimpan luka yang masih terkunci rapat dari siapa pun. Dia juga harus berjuang untuk dirinya sendiri juga satu orang yang sangat dia sayang.
Mampukah Alana menapaki lika-liku hidupnya hingga akhir?
Salahkah ketika dia menginginkan 'kasih sayang' yang lebih dari orang-orang di sekitarnya?
Yuk, ikuti kisah Alana di sini.
Selamat membaca. ^_^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bulan.bintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 | Kopdar
"Gimana, Na? Dapet?"
Sisi langsung mencecar Alana saat mereka kembali bertemu di sekolah. Vio tak begitu peduli, dia sibuk dengan ponsel tanpa menoleh pada kedua sahabatnya.
"Lo gila, Si. Ogah gue main gituan." Alana duduk lalu membuka novel.
Tak menyerah, Sisi terus bertanya perihal saran yang dia berikan. "Kan lumayan, Na. Siapa tahu malah dapet bule. Dari pada jomblo mulu, ke mana-mana sendiri." Sisi meraih ponsel Alana yang tergeletak di meja. Dia membukanya dengan mudah, karena ketiganya sudah tahu password dari ponsel masing-masing.
"Loh? Kok pake akun fake? Mana ada yang mau sama modelan gini, Na. Emang lo nggak punya foto selfie?" Sisi mendengus kesal saat melihat profil yang tertera di sana. Berulang kali dia membuka galeri foto dan album di ponsel Alana. Di sana dia hanya mendapati gambar-gambar tanpa satu pun wajah si pemilik yang terpampang jelas.
"Lo tuh gila ya, Na. Hape bagus, kamera bagus, tapi nggak ada foto lo sendiri? Lo nggak ngerti fungsi kamera depan, Na? ... sini-sini, gue ajarin."
Alana menolak saat Sisi menekan kamera depan, siap mengambil gambar. Gadis itu segera merebut ponselnya lalu menyimpan dalam tas.
Sisi terus menggerutu, namun Alana tetap cuek dan fokus pada alur cerita yang dia baca.
Tiba-tiba Sisi tersenyum cerah, bahkan dari bibirnya keluar senandung kecil yang terdengar ceria.
Baik Alana maupun Vio, sama-sama menoleh keheranan.
"Si, are you okay?" Vio menyentuh kening Sisi lalu menggeleng.
Sisi memperlihatkan isi chattingannya dengan Galih -pacarnya.
"Kita samaan dong, Si. Gue juga mau balik sama Juna."
Keduanya berseru kegirangan lalu ...
"Double date yuk, Vi. Maunya sih triple, tapi yang satu masih aja jomblo. Masa iya mau jadi obat nyamuk." Sisi melirik ke arah Alana yang tetap pada kesibukannya -membaca.
Sisi dan Vio terus membahas tentang hubungan mereka tanpa sedikit pun melirik lagi pada satu temannya. Bahkan sampai pulang sekolah, mereka yang biasa bersama, kini tidak lagi, karena Alana menatap kedua sahabatnya berlarian ke arah gerbang.
Emang jadi jomblo tuh salah? Salah banget?
Alana memilih duduk di bawah pohon di tepi lapangan sambil menunggu pak Joko datang.
"Hai, Na. Ngapain di situ?"
Alana mendongak dan mendapati seorang cowok dari kelas sebelah, yang dulu pernah menolong saat baju olahraganya hilang.
"Ngadem aja sambil nunggu jemputan. Lo ngapain?" Alana balik bertanya pada siswa yang kini duduk di sampingnya.
Mereka saling bertukar cerita tanpa menyadari tatapan tajam dari koridor yang mulai sepi.
Ngapain mojok di situ? Akrab bener tu singa, biasanya marah-marah mulu. Siapa tu cowok?
Di koridor, langkah Gala terhenti kala matanya menangkap sepasang muda-mudi di tepi lapangan. Yang membuatnya heran, si cewek sampai tertawa lepas dan sangat bertolak belakang kala berhadapan dengan dirinya. Gala mendengus kesal, terlebih melihat tatapan keduanya seakan menyiratkan perasaan yang sama.
"Woi, balik yuk. Juna udah duluan, nggak jadi ikut latian, ... biasa lagi kasmaran dia, namanya juga baru jadian." Rio tertawa dan merangkul pundak Gala menuju parkiran.
Sementara itu, Alana sudah berdiri menghadap lawan bicaranya yang masih duduk.
"Gue balik dulu ya, jemputan udah dateng." Alana mengacungkan ponselnya sambil tersenyum.
"Oke, gue juga mau balik. Nggak ikut gue aja, Na?" Cowok itu bertanya dengan nada penuh harap, namun gelengan mantap dari Alana membuatnya mengangguk dan berlalu.
---
Sesampai di rumah, Alana mendapati suara ibunya tengah berbincang di ruang tamu.
Tak ingin mengganggu, Alana memilih pintu samping dan berlalu masuk kamar. Dia mendaratkan tubuhnya di kursi belajar, menatap deretan komik dan novel yang tersusun rapi di hadapannya.
Alana terdiam dan merogoh ponsel di saku, lalu membuka aplikasi yang membuatnya kesal tapi penasaran. Terlebih ucapan Sisi kembali mengusik telinganya, seakan sebuah ejekan yang sungguh memuakkan.
Awas aja kalo gue bisa dapet cowok keren, bakal gue pamerin ke semua orang!
Alana menggerutu dengan wajah memerah.
Sebuah notif masuk mengalihkan amarahnya. Alana membuka dan membacanya perlahan.
Serius? Ini udah ada cowok yang mau nyangkut lagi?
Alana membaca satu per satu pesan yang masuk, semuanya sama. Mengajak berkenalan dan basa-basi sejenisnya.
Duh, ini gimana?
Alana dengan cepat menghubungi Sisi yang saat itu baru saja sampai rumah.
"Apaan, Na? Gue baru balik jalan-jalan sama pacar gue yang ganteng, pinter dan berkharisma." Sisi nyerocos terus, membuat Alana semakin kesal.
"Si, lo bisa diem bentar nggak? Gantian gue yang ngomong!" Suara Alana membuat Sisi menjauhkan ponsel dari telinga.
"Buset! Iya, iya, apaan?"
Alana menceritakan apa yang dia hadapi saat ini dan meminta Sisi untuk menggantikan posisinya untuk bertemu dengan salah satu cowok.
Setelah memohon berulang kali dan menjanjikan akan mentraktir di kantin, barulah Sisi meng-iyakan ajakan itu meski dia sendiri takut jika Galih tahu dia bertemu dengan cowok lain.
Tepat pukul 7 malam, Alana pergi diantar sopir ke rumah Sisi. Setelahnya mereka pergi dengan sepeda motor Sisi menuju tempat yang sudah dijanjikan.
"Na, gue takut ketauan kak Galih." Sisi menatap Alana dengan raut cemas.
"Tenang aja, biar gue yang urus. Lo tinggal pura-pura aja jadi gue." Alana mendorong tubuh Sisi untuk mendekati titik lokasi, sementara dirinya bersembunyi di balik pepohonan.
Setelah menunggu beberapa saat, Alana terdiam saat cowok itu menghubunginya via suara. Dia sengaja tak menerima panggilan itu, lalu menuliskan pesan.
"Lo di mana? Gue udah nunggu di bawah lampu taman deket air mancur. Gue pake jaket coklat, topi putih."
Alana mengedarkan pandangannya dan berhenti di satu titik. Tanpa membalas pesan itu, Alana justru menghubungi Sisi.
"Si, lo liat ke arah lampu taman deket air mancur. Ada cowok pake topi putih, jaket coklat. Itu dia. Mukanya nggak keliatan. Lo ke sana ya, inget, nama lo Yolla."
Belum sempat Sisi menjawab, Alana cepat menutup panggilan dan kembali mengawasi mereka.
Perlahan Sisi berjalan mendekat, lalu mereka bersalaman dan mengobrol. Saat itu si cowok pergi untuk membeli minuman katanya dan kesempatan itu digunakan Sisi untuk berlari menemui Alana.
"Na, lo gila ya. Dia udah aki-aki. Ya kali, kalo om-om gitu mending bisa jadi sugar daddy, la ini? Kumisnya aja udah putih coba. Mana genitnya minta ampun."
Alana tak kuasa menahan tawa, dia segera menarik Sisi untuk pergi sebelum orang itu datang.
"Na, lo blokir akun dia, nomer dia, pokoknya jangan sampe dia hubungin lo lagi. Ngeri ih, kayaknya lagi nyari istri lagi, bener-bener nggak inget umur." Sisi terus ngomel-ngomel sepanjang jalan, membuat Alana kembali tertawa lepas. Keduanya menuju Rits cafe lalu memesan minuman.
Alana memperlihatkan ponselnya pada Sisi, "udah gue blok dari tadi. Sejak lo bilang dia aki-aki." Mereka tertawa geli, terlebih saat Alana sempat memperlihatkan foto profil orang tersebut.
"Nggak mungkin ini cucunya, jauh banget. Palingan dia juga asal comot foto trus jadiin profil."
Keduanya terdiam saat pesanan datang dan kembali membahas topik yang sama.
"Lo tega bener, Na. Jadiin sahabat sendiri tumb4l. Lain kali, kalo orangnya cakep, bakal gue embat langsung. Lumayan buat cadangan." Sisi tertawa lalu meraih cangkir kopinya.
"Walid nak Sisi, boleh?" Alana menirukan dialog di salah satu drama yang booming saat itu. Tanpa menunggu lama, Sisi menendang kaki Alana di bawah meja, lalu keduanya kembali tertawa.
*