NovelToon NovelToon
KETAHUAN SELINGKUH (Maafkan Aku!)

KETAHUAN SELINGKUH (Maafkan Aku!)

Status: tamat
Genre:Romantis / Patahhati / Tamat
Popularitas:316.8k
Nilai: 4.8
Nama Author: Betti Cahaya

Dewangga tidak menyangka, perselingkuhan yang akan dia akhiri justru telah terendus oleh sang istri, Maira.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Betti Cahaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jangan Merendahkan Diri

"Ayo berhenti, ayo berpisah saja!"

Aku kecewa mendengar Maira menyerah dan meminta berpisah.

Gila!

Setelah usahaku yang sebanyak ini, Maira masih saja berpikir untuk pisah. Aku tidak habis pikir dan tidak bisa mengerti jalan pikiran Maira.

Kucoba untuk mengerti, bukan hanya aku yang mengalami kesulitan untuk berubah. Maira pun mengalami proses yang sama peliknya.

Aku memilih diam dan menganggap kalimat Maira barusan sebagai angin lalu. Aku berusaha kembali mengalah, dan memaklumi kegamangan Maira.

"Sudah, Mah! Mungkin Mamah capek."

Maira tidak bergeming, kupesankan makanan untuk Maira. Dengan sabar kusuapi Maira. Melihat bibir pucat Maira saat ini membuatku dejavu. Saat Maira mabuk karena hamil Luna, Maira tidak akan makan kalau tidak kusuapi. Pantaslah rupa Luna sangat mirip denganku.

Rasa hangat di masa lalu menyusup ke sanubari dan menguatkanku untuk lebih sabar menghadapi Maira. Bagaimana pun dia menderita, karena luka yang kubuat memang tidak mudah untuk sembuh.

Aku mencintaimu, May.

"Mah, besok ikut papah ya, kita akan temui temen papah," ajakku.

"Kemana? Siapa?"

"Dia kenalan papah, nanti dia yang akan bantu Mamah ngelewatin masa sulit ini," jawabku seraya menyelipkan rambut Maira ke belakang telinganya.

"Psikolog maksudmu?" tanya Maira.

"Iya, namanya Dr. Tiara, pasti Mamah suka ketemu dia," ucapku.

Sudah kusiapkan jauh-jauh hari untuk menemui Dr. Tiara agar kami bisa memperbaiki pernikahan ini.

"Perempuan lagi!" gumam Maira dengan sinis.

"Mah? Lala yang nyariin, sengaja papah nyari yang perempuan biar Mamah enak konsulnya," ucapku perlahan.

Ya ampun! Parah sekali kecurigaan Maira.

"Cari yang laki-laki aja!" tutur Maira.

Tentu saja aku keberatan, Maira akan bicara intim berdua dengan seorang laki-laki?

Oh ... tidak!

"Perempuan aja, Mah, menurut survey perempuan lebih berhasil mengerti perasaan perempuan lainnya," jelasku.

"Justru aku penasaran sama jalan pikiran laki-laki, kenapa isi otaknya itu cuma selingkuh!" tegas Maira.

"Jadi aku pengen ngobrol sama psikolog yang laki-laki!" lanjut Maira bersikukuh.

"Kenapa? Kamu takut?" tanya Maira menebak ketidakrelaan di raut wajahku.

"Iya, Mah. Bagaimana pun mereka tetep laki-laki, tetep manusia biasa, yang bisa aja kepleset dan lupa sama profesionalitas mereka," jelasku.

"Papah nggak mau Mamah curhat saman lawan jenis!" tolakku pada permintaan Maira.

"Kamu lagi ngomongin diri kamu sendiri?" tanya Maira memojokanku.

Aku langsung salah tingkah.

"Hagh! Iya!" jawabku mengakui dengan kesal.

"Dan papah nggak mau Mamah jadi mangsa para buaya khilaf macam itu!" tegasku.

"Cih!" Maira mencebik dan menghinaku dengan ekspresinya.

"Cukup papah yang rendah, Mamah nggak perlu ngerendahin diri, kalo maksud Mamah mau ngasih papah pelajaran dan membalas perselingkuhan papah dengan selingkuh juga, Mamah salah," tuturku mulai terbawa emosi.

"Papah nggak akan ngelepasin Mamah sekali pun Mamah bales sakit hati Mamah dengan selingkuh!" tegasku pada Maira.

"Papah akan terima apa pun sikap buruk Mamah ke papah, tapi ingat hal seperti itu nggak akan bikin papah menyerah."

"Jadi, jangan bikin diri Mamah serendah papah! Bukan buat papah, tapi ini demi kebaikan Mamah sendiri!" pungkasku dengan sangat emosional.

Aku harap Maira mengerti, aku tidak ingin Maira merasakan penyesalan yang kurasakan karena menyakitinya. Cukup aku yang tahu, bagaimana pahitnya rasa bersalah itu.

"Hey! Sadar!" seru Maira.

"Omonganmu udah kemana-mana!"

Maira berucap tepat di depan wajahku, matanya menatap tajam menembus jendela hatiku Tatapan yang membuat mulutku diam. Aku berusaha tenang dan mereset otakku. Benar, kalimatku sudah melenceng jauh, namun bagaimana? Itulah kehawatiranku.

"Ini cuma psikolog, tapi pikiranmu udah sejauh itu?" tanya Maira terus mengintervensiku.

"Bukan aku yang rendah, kamu yang nilai aku begitu!" lanjut Maira.

"Aku nggak tertarik selingkuh, bahkan aku nggak bisa percaya lelaki mana pun lagi setelah kamu," pungkas Maira tidak kalah kesalnya denganku.

"Maafin papah, Mah!"

Maira terdiam mendengar permintaan maafku, sudah tidak terhitung kata itu keluar dari mulutku. Maira terlihat sedang menenangkan diri.

"Ya sudah, ayo kita pulang, Mah!" ajakku.

Maira pun bangkit dan aku mengikutinya, saat hendak berjalan tiba-tiba tubuh Maira limbung, untung saja aku sigap menangkapnya. Kemudian Maira berusaha untuk kembali tegak.

"Kamu demam?" tanyaku merasakan suhu tubuh Maira mulai naik.

Dengan cepat kugendong tubuh Maira, meski Maira menolak tapi aku tetap memaksanya.

"Lepas! Dilihat orang!" bisik Maira masih berusaha melepaskan diri.

"Udah, pegangan aja, ngapain mikirin orang!"

Maira menyerah karena kondisi fisiknya memang sedang lemah, dia pun melingkarkan tangannya ke leherku. Bisa kurasakan nafas panas Maira di leherku, membuat tubuhku meremang setelah sekian lama berperang dingin dengan Maira. Tubuhnya pun terasa ringan, terakhir kugendong bobot Maira sangatlah berat, kala itu saat Maira hendak melahirkan Guntur.

Aku akan berjuang untuk hatimu lagi, May!

Kupacu mobil dengan cepat, beberapa titik banjir dan macet sudah terurai dan berangsur menghilang. Sesampainya di rumah, hari sudah malam. Anak-anak, sudah terlelap, dan hanya bik Tuti yang menyambut kami.

Maira terlelap sepanjang perjalanan tadi, jadi kembali kugendong Maira masuk ke dalam rumah.

"Alhamdulillah, Ibu ketemu," ucap bik Tuti saat melihatku menggendong Maira.

"Iya, Bik."

"Bibik khawatir, tadi Mbak Leni yang liat pas Ibu pergi, katanya pergi buru-buru naik ojol, bibik lagi di dapur jadi nggak tahu, Pak," lapor bik Tuti.

"Iya udah nggak papa, Bik. Besok-besok kalo ada yang aneh sama Ibu tolong kasih tahu saya, ya!" ucapku pada bik Tuti.

"Siap, Pak."

"Oh iya, tolong siapin kompresan sama obat demam, Bik!" pintaku.

"Iya, Pak!"

Dengan mudah kugendong Maira melewati tangga, sesampainya di kamar segera kuganti pakaian Maira yang lembab dengan hati-hati. Kurasa, demam Maira semakin tinggi.

Kukompres Maira dan kusuapkan obat ke mulutnya. Semoga Maira lekas membaik. Terbayang di pikiranku, bagaimana Maira menembus banjir, hujan, dan macet untuk melihatku. Dia ingin membuktikan ketakutannya sendiri, dan nyatanya aku tidak lagi berbuat jahat padanya.

"Pergi!" gumam Maira.

Panasnya yang tinggi membuat Maira mulai mengigau.

"Mah, ini papah, sadar, Mah!" ucapku seraya mengusap puncak kepalanya.

"Pergi!"

"Papah nggak akan kemana-mana," ucapku menjawab gumaman Maira dengan percuma, karena mungkin Maira tidak bisa mendengarkanku.

"Bisa nggak?" gumam Maira lagi.

"Bisa apa, Mah?"

"Kamu itu cinta sama aku aja," lanjut Maira.

"Bisa, nggak?"

"Nggak bisa, ya?"

"Kurang ya kalo cuma satu?"

"Kenapa?"

"Kenapa?"

"Kenapa, sih?"

Maira terus mengigau, bahkan alam bawah sadarnya masih tidak terima dengan semua penjelasanku.

"Hust, tenang, Mah! Badainya udah berlalu, sekarang Mamah bisa tenang dan bahagia sama anak-anak," ucapku sendiri.

***

Maira M. P.

Sebuah tangan melingkar di pinggangku, sementara kepala seseorang terlihat tidur pulas di sampingku. Mataku mengerjap mencoba mengumpulkan nyawa, di sana kusadari bahwa Bang Dewa tengah tertidur di kursi dan kepalanya ada di kasurku, sementara tangan yang memelukku adalah tangannya.

Sebuah handuk basah menempel di keningku, dan baskom air terlihat di meja dengan ceceran air di sekitarnya. Aku demam rupanya, dan Bang Dewa berusaha mengompresku. Bang Dewa masih belum bisa mengompres dengan benar rupanya, pasti selalu berantakan.

Dia masih mengenakan baju yang sama dengan kemari, dia tidur tanpa mengganti pakaiannya. Dengan cepat kusadari bahwa akulah yang sudah berganti baju, ingatanku bekerja keras untuk menyediakan memori kejadian kemarin.

"Ih, dasar bodoh!" sesalku mengingat semuanya.

Harusnya aku tidak peduli, menahan diri untuk menutup mata dan membiarkan Bang Dewa melakukan apa pun keinginanya. Sebenarnya rasa tidak peduliku sudah ada sejak keyakinanku untuk berpisah masihlah bulat.

Namun semua mulai memudar sejak Bang Dewa dengan gencar terus memintaku kembali. Tanpa sadar hatiku kembali berharap, dan kembali dihantui rasa takut pada rasa yang membunuhku dari dalam.

Lebih nyaman untukku meyakini bahwa kami akan berpisah, dari pada berharap bahwa Bang Dewa akan berubah. Sepesimis itu keyakinanku padanya, namun bodohnya hatiku masih saja berharap padanya.

Kuusap perlahan rambut Bang Dewa, Bang Dewa menggeliat dan terbangun. Segera kutarik tanganku dan bersikap biasa.

"Mah, panasmu udah turun?"

Matanya belum sempurna terbuka, tapi tangannya bergerak cepat meraba keningku sampai-sampai aku salah tingkah.

"Udah," jawabku dengan cepat.

"Oh ya udah, istirahat lagi aja, Mah."

Bang Dewa bangkit berjalan dengan sempoyongan keluar kamar. Lehernya digerakan ke kanan dan ke kiri, sambil tangannya memijit-mijit leher. Tidur seperti itu pastilah membuat leher Bang Dewa sakit.

Seperginya Bang Dewa aku bangun, aku perlu memastikan keadaan anak-anak, terutama Guntur. Goncangnya jiwaku akhir-akhir ini membuat Guntur ikut rewel.

Saat di depan pintu kamar anak-anak, samar-samar terlihat Bang Dewa sedang mengusap kepala Guntur yang berada dalam gendongan Leni, pengasuhnya.

Hatiku panas melihat adegan itu. Rasa cemburuku membabi-buta. Rasa takut akan berbagai kemungkinan buruk semakin menjadi-jadi.

Tapi, bukankah Bang Dewa bisa selingkuh dengan siapa saja?

Aku harus apa?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

1
Evy Aryani
/Heart/
Serenarara: Ubur-ubur makan sayur lodeh
Minum sirup campur selasih
Coba baca novel berjudul Poppen deh
Dah gitu aja, terimakasih. /Smile/
total 1 replies
Rati Nafi
❤❤❤❤❤❤❤
kalea rizuky
novel g jelas
kalea rizuky
wanita tolol blg lah mental lu ancur karena suami bangettt mu itu lemah bgt bisa nya nangia
kalea rizuky
males wanitanya bodoh harga diri bosss
kalea rizuky
cerai aja may klo enggak lama2 km gila
angel
buruk
anin11
b
Safa Almira
bsnget bagus
Safa Almira
bagus
Sunarmi Narmi
Ini blm selesai kan Thor....Perjuangan dlm sebuah rumah tangga....banyak hal yg kita pelajari dri kisah ini...aku suka thor..
angel
uda tau laki suka selingkuh masih aj branak
Nur Lela
luar biasa
Ani Sukmayati
Alhamdulillah akhirnya bersatu kembali 👍👍👍
Henrita Henrita
ini kali ke 3 novel yg sama sy baca..tdk membosankan dan jalan ceritanya seperti real di kehidupan. 👍👍👍 semangat terus buat outhor menciptakan karya
sukensri hardiati
bagus sekali ceritanya...
Bunga Ros
kok critame muter muter di permintaan maaf krn selingkuh nggk jelas jelas
angel: yg selingkuh ngeyel yg di selingkuhin goblok...muter2 aj alurnya hadeeeh
total 1 replies
Bunga Ros
bajak pisah kok cuma ngomong wae
Isli Herlina
aqu di pihak dewangga thor. lanjutt
Npy
jadi karna tidak semua perselingkuhanmu berakhir diranjang,, otakmu berpikir tak apa2 untuk mengulangnya berkali2, Begitu??

jawab jujur hai dewa, Bila itu dilakukan May.,apa kamu yakin bisa memberikan kesempatan pada May utk menebus "berkali2" itu ?? Saya rasa ego lelakimu tidak mungkin sebaik itu. 😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!