ATMAJA FAMILY SERIES#1
"Bagaimana jika aku melunaskan saja semua biaya operasi ayahmu itu?" ucap dingin pria tinggi berwajah tampan.
Wanita yang berada dihadapannya itu menatapnya berbinar. "Beneran Dok? terimaksih Dokk terimakasih banyak."
"Tapi semua itu tidak gratis." Dokter itu menarik smrik-nya.
"Mak-maksud dokter?"
"Aku akan melunaskan semua biaya operasi ayahmu itu serta pengobatannya sampai dia sembuh dan bayarannya kau harus bersedia menikah dengan ku."
Bagaimana jadinya jika seorang dokter tampan tiba-tiba berbaik hati melunaskan pengobatan ayah dari gadis tak mampu seperti Elena tapi semua itu tidak gratis, Elena harus membayarnya dengan kehidupan dan masa depannya itu.
Apakah Elena menerima tawaran Dokter itu? bagaimana kelanjutannya?
SELAMAT MEMBACA❤
[ JANGAN LUPA DUKUNGAN NYA DENGAN LIKE, VOTE DAN KOMEN YA! JANGAN LUPA FOLLOW BIAR GAK KETINGGALAN UP ]
Cover by Pinterest.
Copyright 2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EvaNurul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB26: Sampai
HAPPY READING GUYS❤
"Ini tuh sebenernya pesta pernikahan siapa sih? masa pengantinnya gak dateng-dateng dari tadi." sahut Chaca dengan wajah kesalnya.
Terlihat lampu-lampu hias sudah menggantung indah disini. Meja dan kursi pun sudah tersusun rapih dengan beberapa makanan diatasnya. Rumah keluarga Atmaja sudah nampak ramai dengan orang-orang yang sengaja diundang oleh Abraham. Hari sudah mulai gelap yang artinya sebentar lagi pesta akan segera dimulai namun sayangnya yang menjadi pasangan pengantin malam ini belum tiba juga disini.
Pesta diadakan di taman belakang rumah milik keluarga Atmaja. Taman ini cukup luas sehingga bisa menampung beberapa ratus orang.
"Sabar kali Cha, namanya juga pengantin baru." Aiden menaikkan kedua alisnya menatap adiknya ini.
Wajah Chaca sedari tadi sudah mendung, ia tidak kuat menunggu lama lagi dengan pakaian gaun seperti ini. Ya, Chaca adalah orang yang cukup tomboy. Gadis itu lebih menyukai celana jens ataupun kemeja ketimbang gaun. Jika bukan karna Mamahnya-Meldi mungkin Chaca tidak ingin mengenakan pakaian feminim ini, namun karna kondisi dan situasi pesta mau tak mau Chaca harus memakainya.
Chaca memutarkan bola matanya malas. "Emangnya pengantin baru ngapain aja sih?! lama banget cuma mau resepsi doang, gue pegel tau gak pake baju beginian," ucapnya dengan mengangkat setengah gaunnya.
"Lu belajar kali-kali pake baju begituan, masa cewek pake kaos oblong sama celana jens mulu. Gak enak diliatnya Cha." jawab Aiden mencoba menasehati adiknya ini agar belajar menjadi seorang perempuan sejati. Chaca memang seorang perempuan namun menurutnya itu hanya fisiknya bukan kepribadiannya.
"Kalo gue nyaman nya cuma pake begituan gimana? lagian juga kita gak bisa maksain kalo emang gak suka, bukan?"
Aiden menyerah, adiknya ini memang keras kepala jika di nasehatinya jadi Aiden memilih untuk pergi dari hadapan Chaca dan pergi menyapa saudaranya yang lain.
Chaca yang melihat itu hanya memajukan bibirnya, apa salahnya jika ia tidak menyukai pakaian seperti ini? lagian juga sedari kecil Chaca hanya bergaul dengan kedua Kakak laki-laki nya. Saudara yang lainnya pun kebanyakan laki-laki jadi mungkin itu faktor utama Chaca kurang tertarik dengan dunia wanita.
"Kaki gue pegel hiks." keluh Chaca dengan melepaskan sepatu tingginya. "Lagian nih sepatu tinggi banget, yang buat gak cape apa ya bikin nya." gumamnya dengan raut wajah yang masih kesal.
Disisi lain Meldi malah menampakan wajah cemas. Ia menghawatirkan anaknya dan juga menantunya itu. Sedari tadi Meldi menghubungi nomor ponsel anaknya namun ponselnya malah tidak aktif, ia juga belum mempunyai nomor menantunya sehingga dirinya tidak bisa menghubungi Elena.
"Ada apa dengan wajahmu?" tiba-tiba dari arah belakang datang seorang pria dewasa dengan pandangan penuh tanya.
Meldi mengalihkan pandangannya pada asal suara tersebut. "Bryan tidak bisa dihubungi, aku takut terjadi sesuatu pada mereka." ucapnya.
Abraham mengangguk singkat. Ia mungkin akan memberi pelajaran pada anaknya itu karna sudah membuat wanitanya cemas namun kali ini ia harus terlebih dahulu memikirkan tentang keberadaan Bryan dan juga menantunya.
"Kau tenang saja sayang, aku pastikan mereka akan segera tiba nanti." Abraham mencoba menghilangkan raut wajah cemas dari Meldi. Ia tidak mau melihat ekspresi seperti ini di wajah istrinya. Ia hanya menginginkan Meldi berekspresi bahagia, itu saja.
Meldi menghela nafasnya pelan. Ia tau bagaimana Bryan jadi dirinya mencoba untuk tidak menghawatirkan anak itu.
Abraham dan Meldi berada di ruang tamu sekarang. Mereka memang belum pergi ke taman belakang karna keduanya menunggu Bryan dan juga Elena jadi yang bertugas menyapa para tamu sebelum mereka datang adalah anaknya yang lain yaitu Aiden dan Chaca.
Tak berselang lama pintu utama terbuka menampilkan kedua orang yang ditunggu-tunggu Abraham dan Meldi. Mereka melihat Bryan dan Elena berjalan masuk kedalam rumah dan melangkah mendekatinya.
___
Elena dan Bryan turun dari mobilnya ketika sudah sampai didepan halaman rumah milik keluarga Atmaja. Seperti biasa Bryan turun terlebih dahulu lalu disusul Elena.
Bryan melangkah untuk mendekat kearah pintu utama diikuti Elena disampingnya.
"Ingat ucapanku tadi," dingin Bryan saat berjalan sembari melirik Elena singkat.
"Iya." jawab Elena. Sebenarnya ia ingin menjawab dengan anggukan kepala saja namun mengingat peristiwa dimobil tadi membuatnya mencoba untuk menjawab setiap ucapan yang dilontarkan Dokter itu.
Pintu utama terbuka oleh tangan Bryan. Elena menatap arah depannya, disana terlihat dua orang yang juga menatapnya. Mata Elena sedikit kurang jelas jadi dirinya tidak bisa melihat sesuatu dengan jelas jika itu dari arah kejauhan.
Mereka berdua segera mendekat kearah kedua orang itu. Elena berjalan dengan menunduk ketika tau kedua orang itu siapa.
"Ck! kalian ini dari mana saja? kalian lupa jika akan ada pesta di rumah?" tajam Abraham menatap anak pertamanya.
Elena dan Bryan pun berhenti tepat dihadapan wanita dan pria dewasa itu.
"Syukurlah kalian pulang dengan selamat. Kalian darimana aja? Mamah cemas mikirin kalian." lanjut Meldi dengan menatap kedua orang didepannya lembut.
Elena menaikkan wajahnya dan menatap Meldi, hanya wanita dewasa itu saja yang dilihatnya karna ia tidak berani menatap pria dewasa disamping Meldi. Ia takut dengan tatapan tajamnya, tatapan itu sama seperti tatapan yang biasa Bryan perlihatkan padanya. Tatapan yang membuat jantungnya berdetak takut.
Meldi menatap Elena dengan pandangan tanya. Ia menanyakan tentang ke terlambatan mereka berdua pada menantunya.
Mendapat tatapan itu membuat Elena tersenyum tipis. Saat ia ingin menjawab tiba-tiba saja ada suara yang memotongnya.
"Tidak ada apa-apa. Tadi hanya sedikit macet." singkat Bryan menatap kedua orang tuanya.
Elena sekilas menatap Bryan namun ia langsung menatap kembali mertuanya dengan anggukan kepala. Meng-iyakan jawaban dari pria disampingnya.
"Iya Nyo-eh Mah, tadi sedikit macet dijalannya." Elena meng-iyakan karna memang Bryan yang menyebabkan kemacetan itu terjadi. Bryan lah dalang dari kemacetan tadi, membuatnya sedikit kesal dengan tingkah laku pria disampingnya ini.
Awalnya Meldi sedikit tidak percaya namun akhirnya ia pun mengangguk. "Yasudah yuk Na." Meldi mendekat kearah Elena dan menggenggam tangan gadis itu. "Sebelum pesta-nya dimulai kamu harus dandan dulu biar cantik." lanjutnya dengan tersenyum.
Elena pun mengangguk dan ikut tersenyum. Lalu Meldi menarik lengan Elena pelan dan berjalan melangkah menuju kamar atas untuk mempersiapkan penampilan menantunya. Elena mau tak mau mengikuti setiap langkah mertuanya karna tangannya digenggam erat oleh wanita dewasa ini.
Tersisalah Bryan dan Abraham disini. Abraham nampak mendekat kearah Bryan dengan tersenyum miring. "Aku tau kau sudah tidak sabar jadi harap tunggu, malam ini akan menjadi malam panjang untukmu jadi kau harus tetap sabar." ucapnya dengan menepuk-nepuk bahu sang anak.
Bryan menekuk dahinya, ia tidak mengerti dengan ucapan Papahnya ini. "Maksud Papah?"
Abraham menarik tangannya dari bahu Bryan dan memasukan kedua tangannya di saku celananya. "Jangan pura-pura bodoh. Aku tau otak mu itu sudah tidak polos lagi," setelah mengucapkan itu Abraham berjalan menjauhi Bryan yang masih diam di tempatnya.
Bryan menatap kepergian sang Ayah dengan pandangan dinginnya.
Huh! sialan.
↔↔↔↔
Terimakasih sudah membaca❤
Jangan lupa tetap suport certa ini ya^^
Termakasih dan salam manis buat semuanya:)