Novel ini dalam revisi!
Cinta dalam perjodohan seorang dosen bernama Darren Nicholas dan mahasiswanya Kanaya Syabila.
Dosen muda dengan sejuta pesona tapi terkenal galak dan pelit nilai, menjunjung tinggi disiplin. Dipertemukan dengan Kanaya mahasiswanya yang cerewet, nyablak, seru, gaje. Dan disatukan dalam sebuah pernikahan dengan konflik cinta segitiga yang rumit. Akankah mereka bertahan dengan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAH
"Bu Ayu masuk ke dalam, sepuluh menit kemudian beliau keluar menyuruh Naya masuk ke kamar perawatan."
"Nay, Papa mau ketemu?" Ucapnya, Naya mengangguk dan segera masuk. "Bapak juga panggil Darren." Sambung nya, mendengar namanya di sebut Darren langsung menyusul masuk kedalam.
"Om?" Sapanya seraya berhambur ke arah ranjang.
"Gimana om? apanya yang sakit?" Pak Faisyal hanya tersenyum senang melihat Darren di dekatnya sementara Kanaya hanya diam duduk di tepi ranjang.
"Ren, Nay" Suaranya lirih namun masih bisa terdengar, memberi isyarat tangan untuk mendekat.
"Iya Pak." Jawab Darren sopan.
"Bisakah segera menikah secepatnya, Bapak takut umur bapak tak lama lagi."
Deg
Hening sesaat, Naya dan Darren hanya terdiam mereka saling pandang, detik berikutnya mengangguk bersama. Jelas senyum lega terpancar di wajah Pak Faisyal. Bu Ayu dan ke dua orang tua Darren menyusul masuk, mereka sudah tahu kemana arah yang akan di bicarakan para orang tua itu. Naya dan Darren tugasnya hanya menurut semua akan di urus cepat oleh orang kepercayaan keluarga.
Setelah hampir dua hari Naya menunggu di rumah sakit keadaan Pak Faisyal semakin membaik bahkan beliau sudah meminta pulang namun Dokter belum mengijinkan. Sementara keluarga Pak Dahlan memutuskan menginap di hotel untuk beberapa hari, terkecuali Darren ia kembali ke kotanya untuk mengurus semua berkas yang di butuhkan, dengan kekuatan uang semua bisa berjalan cepat.
Sore ini Darren sudah sampai kembali di kota J, Darren langsung menuju hotel di mana ke dua orang tuanya menginap di sana.
Ya hari ini juga bertepatan dengan Pak Faisyal pulang ke rumah, lebih tepatnya pulang paksa karena Dokter belum memberi izin setelah menandatangani surat pernyataan pasien pulang paksa Pak Faisyal kembali ke rumah dengan bantuan kursi roda tentunya karena fisiknya yang masih belum fit, tapi entah mengapa senyumnya terus mengembang di wajah beliau yang tampak mengeriput.
"Bapak istirahatlah sebentar di kamar, acaranya baru di mulai nanti jam tiga sore." Ucap bu Ayu lembut.
Sementara Naya sedang di rias di kamarnya oleh grace dan partnernya.
"perfect...." Ucapnya menatap wajah Naya dari pantulan kaca di depannya.
"Senyum dong cantik, duh ini gaunya cucok banget, Bun- bun desain sendiri." Grace berceloteh yang hanya di tanggapi senyuman terpaksa Naya.
Naya hanya diam rasanya masih tidak percaya hari ini dia akan melepas masa lajangnya, yah sebenarnya sudah diprediksi sebelumnya tapi tidak secepat ini bukan, umurnya masih belum genap dua puluh satu tahun, masih kuliah masih pingin bebas kemanapun tanpa adanya embel-embel gelar di belakang namanya sebagai nyonya Darren, sungguh di luar ekspektasi.
Huhf...
Dia membuang napasnya kasar mencoba tenang dan tersenyum. Orang tuanya memang sudah jauh hari mempersiapkan semuanya terbukti dari gaun kebaya yang iya gunakan saat ini di desain khusus oleh tangannya untuk di gunakan putri tercintanya.
Deg deg deg
Suara detakan jantungku seakan berpacu begitu cepat, keringat dingin mengucur dari tanganku. Saat ini aku sedang menuju masjid tempat akan di langsungkannya akad nikah.
Gugup, bingung, deg-degan ah semua rasa terasa sesak di dada, sampai mobil berhenti di depan halaman masjid megah itu aku masih belum bisa menyembunyikan kegugupanku. Pernikahan yang sangat sederhana jauh dari kata pesta hanya di hadiri keluarga inti dan berberapa kerabat terdekat namun cukup ramai lebih di dominasi dari keluarga mempelai perempuan karena semua tetangga ikut hadir dan menyaksikan acara sakral tersebut. Mama Ayu menuntunku masuk ke dalam masjid, sementara di sana sudah ada beberapa orang yang menunggu kehadirannya. Papa yang duduk di samping penghulu dengan kursi rodanya dan keluarga inti Darren, ya keluarga Darren hanya datang beberapa karena acara yang mendadak dan terlalu cepat, hanya om dan tante yang kebetulan tinggal di kota J dan Pakdenya Darren kakak dari bu Alin yang bisa datang menyusul sekalian membawa Icha.
Naya duduk di samping Darren dengan memakai gaun kebaya berwarna putih gading, terlihat wajahnya sedikit gugup namun tidak mengurangi kecantikannya. Darren tertegun melihatnya sekilas menyimpulkan senyum tulus di wajahnya sama seperti senyuman ke dua orang tua mereka, yang memang sudah sejak lama ingin segera menikahkan putra putrinya.
"Mempelai wanita sudah datang, mari acara kita mulai." Ucap seorang penghulu.
Darren menerima uluran tangan Pak Penghulu dan mengucap ijab kobul dengan lancar. Dengan satu tarikan napas.
SAH
Tepat saat kata sakral itu menggema memenuhi gendang telinga dan seisi masjid. Akhirnya aku sadar bahwa semua ini memang bukanlah mimpi. Sebuah komitmen sehidup semati baru saja terjalin dengan seorang lelaki yang di sengaja menyelinap masuk dalam kehidupanku.
Aku menatap wajahnya saat tangan itu terulur meminta untuk di raih. Dia adalah lelaki yang telah mempersuntingku, mengikatku dalam sebuah ikatan suci.
Aku meraih uluran tangan itu, mencium punggung tanganya, bukti penghormatan pada lelaki yang kini menjadi pendamping hidupku. Haruskah aku katakan bahwa diri ini bahkan tak yakin mampu menjadi seorang istri yang baik? Aku bersyukur karena dia bukan tipe lelaki yang seenaknya pada kaum perempuan.
Embusan napas terasa hangat, ketika wajahnya mendekat. Ku pejamkan mata saat dia mengecup lembut keningku. Tiba-tiba sebuah perasaan aneh menjalar hati, perasaan yang menyelinap di dalam hati.
***
Matahari terbenam seiring dengan selesainya serangkaian acara melelahkan yang telah di lewati. Sepulang dari masjid, sanak keluarga berkumpul ke rumah bu Ayu untuk menerima jamuan ya lebih tepatnya syukuran atas pernikahan mereka yang di tutup dengan acara makan bersama. Setelah acara selesai Keluarga bu Alin pamit kembali ke hotel, mereka akan kembali ke kotanya besok pagi.
Sepeninggalan keluarga bu Alin, Naya langsung masuk ke kamar. Meninggalkan Darren yang masih sibuk mengobrol dengan saudara dan mamanya, sementara Pak Faisyal sendiri sudah di antar bu Ayu ke kamarnya sedari tadi untuk istirahat. Akhirnya aku bisa merebahkan diri di pembaringan setelah sibuk menyalami beberapa kerabat yang datang untuk memberi selamat. Seolah pernikahan ini sudah direncanakan sejak lama, eh ralat ya memang sudah di rencanakan orang tua ku. Seakan akan aku perempuan paling bahagia yang berhasil bersanding dengan lelaki pujaannya. Ironis kenyataan nya tak demikian. Pernikahan ini hanya di persiapkan kurun waktu beberapa hari. Entah aku maupun dia kami memiliki kehidupan sendiri.
Hari yang cukup melelahkan bagi Naya, dia segera bangkit membersihkan sisa make up dan membersihkan diri kemudian menuju ke ranjang dan bersiap untuk istirahat mengabaikan keberadaan Darren.
Sementara di ruang keluarga hanya tinggal beberapa orang saja.
"Nak Darren sudah sana ke kamar istirahat, kamu pasti capek." Ucap bu Ayu mempersilahkan anak mantunya itu yang kelihatan masih canggung.
"Iya Ma." Darren menuju ke kamar Naya. Bingung... tapi tidak ada pilihan.