NovelToon NovelToon
SUKMA: Perjanjian Dengan Iblis

SUKMA: Perjanjian Dengan Iblis

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Supernatural / Indigo / Iblis / Dunia Lain / Mata Batin / Kutukan
Popularitas:2.9M
Nilai: 4.9
Nama Author: Ira Adinata

Kelahiran seorang bayi perempuan keluarga Pak Burhan, menjadi malapetaka. Sebuah perjanjian yang dilakukan bersama iblis untuk memiliki anak, harus dibayar oleh nyawa Pak Burhan. Sayangnya, kehadiran sang anak pun tidaklah membawa kebahagiaan. Bu Ratmi, istri Pak Burhan, menolak keras kehadiran putrinya karena wajahnya lebih mirip setan daripada bayi manusia pada umumnya.

Melihat reaksi Bu Ratmi, bidan pun membuang bayi perempuan itu ke TPS. Rupanya bayi perempuan itu diketahui oleh si pemulung yang bernama Pak Risman itu. Lelaki itu membawanya ke rumah dan memperkenalkannya pada sang istri, Bu Inah. Kondisi bayi perempuan yang menyedihkan itu membuat Bu Inah iba, dan ingin menjadikannya sebagai adik untuk putrinya, Atikah. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengurus bayi itu dan menamainya Sukma.

Tak disangka, kehadiran Sukma membawa keberuntungan bagi keluarga Pak Risman. Profesi Pak Risman yang semula pemulung, berubah menjadi tukang kebun. Semakin Sukma dewasa, kekayaan dan kemahsyuran didapatkan Pak Risman dengan mudah. Akan tetapi, seorang ahli supernatural mengatakan bahwa kekayaan Pak Risman hanya tipu daya iblis. Pak Risman harus membayar semua kekayaannya dengan nyawa Sukma saat genap berusia 17 tahun. Jika tidak, maka nyawa Pak Risman yang akan menjadi taruhannya. Akankah Pak Risman merelakan nyawanya untuk Sukma? Atau justru mencari jalan lain agar ia dan Sukma tetap hidup?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemanan yang Kandas

Fajar menyingsing. Malam yang gelap tersibak oleh cahaya mentari dari ufuk timur. Selepas salat Subuh, Bu Inah memasak sarapan untuk keluarganya. Pun dengan Pak Risman, yang sedang sibuk membereskan rumah, dibantu oleh Atikah.

Sementara itu, Sukma baru terbangun. Bocah berusia enam tahun itu memang agak terlambat bangun dari yang lain. Sebelum turun dari tempat tidur, ia mencari-cari boneka Susan. Gadis kecil itu ingat betul, bahwa boneka kesayangannya dibawa tidur sejak semalam.

"Teteh! Teteh!" teriak Sukma panik.

"Ada apa, Dek?" tanya Atikah yang menghampiri adiknya dengan terburu-buru.

"Boneka aku ke mana? Teteh buang lagi, ya? Teteh nakal!"

"Teteh nggak tahu, Dek. Sumpah! Teteh nggak ngapa-ngapain boneka Dedek."

"Terus, boneka aku ke mana dong?"

Tak lama kemudian, Pak Risman datang dari ruang tamu. Tangannya membawa boneka bayi lusuh, berambut pirang. Sukma tampak lega melihat boneka itu baik-baik saja.

"Bapak nemu di mana boneka ini?" tanya Sukma tersenyum semringah.

"Tadi Bapak nemu di ruang tamu, dekat pintu," jelas Pak Risman.

"Boneka itu pengin kabur dari rumah, makanya Bapak nemuinnya di dekat pintu," celetuk Atikah.

"Tidak mungkin! Aku sayang banget sama boneka ini," sungut Sukma mendengus kesal, lalu menatap dan membelai boneka di tangannya. "Kamu betah tinggal di sini, 'kan? Mana mungkin kamu kabur."

"Boneka Susan udah nggak betah tinggal di sini. Udah, biarin aja dia pergi," cerocos Atikah kesal.

"Sudahlah, Atikah. Nggak ada gunanya kamu meladeni Dek Sukma. Sekarang bantu Bapak beres-beres lagi, yuk!"

Atikah menuruti sang ayah, lalu keluar dari kamar. Sukma mencebik, mengolok-olok kakanya yang sudah pergi. Gadis kecil itu menyusul keluar kamar, untuk cuci muka ke kamar mandi.

Ketika tiba di dapur, Sukma celingukan seperti mencari seseorang. Dihampirinya Bu Inah yang sedang mengiris bawang. Ia memegangi dan mengayun-ayunkan tangan ibunya.

"Bu, mana Maurin?" tanya Sukma.

"Mana Ibu tahu," jawab Bu Inah mengedikkan bahu. "Ibu 'kan nggak bisa lihat dia."

"Ih, Ibu mah gitu. Aku 'kan cuma nanya," rajuk Sukma memonyongkan bibir.

Gadis kecil itu tidak jadi mencuci muka. Ia bergegas ke teras, menghampiri kakak dan ayahnya yang sedang bersih-bersih. Tampak Pak Risman mengelap kaca, sedangkan Atikah sedang menyapu lantai. Sebab Sukma masih dongkol pada sang kakak, ia pun mencoba menanyakan keberadaan Maurin pada Pak Risman.

"Pak, lihat Maurin nggak?"

"Dedek, dia teman khayalan kamu. Bapak nggak bisa lihat dia," jawab Pak Risman, masih fokus mengelap kaca.

"Sudah Teteh bilang, dia itu hantu," timpak Atikah, mendelik.

"Nggak ada yang nanya sama Teteh! Nggak ada yang nanya sama Teteh!" sungut Sukma memelototi kakaknya.

Atikah hanya mendelik saat Sukma pergi. Gadis kecil itu mendadak bad mood memdengar jawaban dari kakaknya. Pak Risman yang mengetahui kekesalan Sukma dengan jelas, menatap sinis pada Atikah. Namun, tampaknya si sulung acuh tak acuh dengan isyarat yang diberikan oleh sang ayah.

Seiring mentari meninggi, keluarga Pak Risman bersiap untuk beraktivitas. Selesai sarapan, Pak Risman duduk di teras menikmati segelas kopi hitam buatan Bu Inah. Atikah bergegas pergi ke sekolah. Bu Inah mempersiapkan buku pelajaran yang akan dibawa Sukma ke sekolah.

Di tengah kegiatan Bu Inah memasukkan buku-buku sesuai jadwal pelajaran, tiba-tiba Sukma menyodorkan boneka lusuh. Bu Inah menoleh sambil mengerutkan dahi. Ia kemudian mengambil boneka dari tangan Sukma dan menaruh tas ransel putrinya di lantai.

"Mau bawa ini ke sekolah, Dek?"

"Iya."

"Ngapain, sih, Dedek bawa-bawa boneka segala? Dedek ke sekolah buat belajar, bukan buat main."

"Tapi aku nggak mau kalau boneka ini dibuang lagi sama Teh Atikah."

"Dedek, Teh Atikah pulangnya lebih siang. Mana mungkin bonekanya dibuang."

"Kalau bonekanya kabur, gimana?"

Bu Inah terkikih geli melihat kekhawatiran di wajah Sukma.

"Kenapa Ibu ketawa?"

"Dedek, boneka nggak bakalan kabur kalau nggak ada yang ngambil."

"Oh, begitu. Ya udah, bonekanya ditinggal di rumah aja. Nanti sepulang sekolah, aku bakal main lagi sama bonekanya."

"Nah, sekarang kamu pakai seragam dulu. Setelah itu, kita pergi ke sekolah."

Sukma menuruti perkataan Bu Inah, lalu dipakaikan seragam oleh ibunya. Sesekali ia menatap boneka Susan, khawatir kalau perkataan kakaknya akan menjadi kenyataan. Akan tetapi, hatinya berubah tenang tatkala mengingat lagi ucapan sang ibu.

Setelah siap, Sukma dituntun ibunya keluar paviliun. Rambutnya yang dikuncir dua, membuat wajahnya semakin imut. Bergegas gadis kecil itu berangkat ke sekolah bersama Bu Inah.

"Mau pergi sekarang?" tanya Pak Risman menaruh gelas yang tinggal berisi ampas kopi.

"Iya, Pak," jawab Bu Inah.

"Bu, Bapak mau ngobrol dulu sebentar."

Bu Inah membujuk Sukma untuk berhenti dan menunggu sebentar. Gadis kecil itu pun menurut, lalu melihat-lihat hewan peliharaan Hilman. Setelah Sukma berjalan cukup jauh, Pak Risman memulai pembicaraan.

"Gimana, Bu? Ibu sudah membujuknya?"

"Ibu cuma bisa membujuknya buat nggak bawa-bawa boneka itu ke sekolah."

"Ya sudah, kalau begitu Bapak akan bakar boneka itu selagi Dek Sukma sekolah."

"Tapi kalau si Dedek nanyain gimana? Katanya, sepulang sekolah mau main lagi sama boneka itu."

"Bu, membuat anak kecil menangis demi keselamatannya akan lebih baik daripada dibiarkan berlarut-larut. Nanti juga dia bakal lupa sama bonekanya itu."

"Nggak semudah itu, Pak. Ingatan Dek Sukma itu kuat. Buktinya dia ingat betul, kalau boneka itu dipeluknya semalam."

"Kalau masalah itu, biar kita tangani bersama. Memang nggak gampang, Bu, tapi demi kebaikannya, kita harus berbuat sesuatu."

"Baiklah. Bakar saja boneka itu. Kalau Sukma sampai nangis, kita bujuk dia sampai tenang."

Dari kejauhan, Sukma memanggil Bu Inah untuk segera pergi ke sekolah. Bu Inah pun berpamitan pada Pak Risman, kemudian bergegas menghampiri puttinya yang kelihatan sudah jenuh menunggu. Sebelum benar-benar meninggalkan paviliun, Bu Inah menengok pada suaminya sebentar, mengisyaratkan agar semuanya berjalan baik-baik saja.

...****************...

Di sekolah, hati Sukma merasa tak tenang. Wajahnya tampak gelisah, tangannya tak mau diam. Pikirannya melayang-layang pada boneka Susan yang ditinggalkan di rumah. Ia khawatir boneka itu sampai hilang.

Dari depan kelas, tampak Maurin berjalan menuju bangku Sukma. Gadis kecil berwajah pucat itu menghampiri Sukma yang sedang duduk sendirian. Kegelisahan yang tergambar jelas di wajah temannya itu, membuat Maurin bertekad untuk menjelaskan niat buruk Bu Inah dan Pak Risman terhadap boneka Susan. Ia duduk di samping Sukma dan menepuk pundak temannya itu sampai terhenyak.

"Sukma, kamu mikirin apa?" tanya Maurin.

"Susan. Boneka Susan aku tinggalin di rumah," jawab Sukma cemas.

"Apa? Kenapa boneka itu kamu tinggalin di rumah?" tanya Maurin lagi, kali ini dengan nada tinggi.

"Tadi kata ibuku, boneka nggak bakal kenapa-kenapa kalau ditinggalin di rumah."

"Kamu ini bodoh, Sukma! Mereka bakal membakar boneka aku!"

"Mereka? Mereka siapa?"

"Ayah dan ibu kamu!"

"Nggak mungkin! Mereka sayang sama aku. Boneka itu nggak bakal dibakar sama ayah dan ibu aku."

"Nggak mungkin gimana maksud kamu? Kemarin aku menguping pembicaraan mereka. Katanya, boneka aku bakalan dibakar."

"Kalau kamu tahu, kenapa nggak disembunyiin aja?"

"Aku udah mau bawa pulang boneka itu, tapi pintunya tertutup, jadi aku pulang sendirian."

"Kalau pintunya tertutup, kenapa kamu bisa pulang sendirian? Aku ingat, ibuku selalu ngunci pintu kalau malam."

"Itu karena aku bukan manusia seperti kamu!"

Terkejut Sukma mendengar ucapan Maurin. Matanya sulit berkedip mengetahui kenyataan ini. Sementara itu, Maurin yang keceplosan, cepat-cepat membekap mulutnya.

"K-kamu ... kamu bukan ... b-bukan manusia? Lalu, kamu ini apa?"

Maurin menghela napas sebentar dan berkata, "Aku udah hidup di dunia yang berbeda. Kata orang lain, aku ini hantu."

"Hantu?!" Sukma membelalakkan mata. "Kalau begitu, orang lain nggak bisa ngelihat kamu dong? Terus, kenapa cuma aku yang bisa lihat dan temenan sama kamu?"

"Karena kamu istimewa, bisa ngelihat aku. Makanya aku bisa temenan sama kamu."

"Oh, begitu, ya." Sukma mengangguk, lalu bergidik ngeri menatap Maurin lekat-lekat.

"Kenapa? Kamu takut?"

Sukma bergeming, matanya menatapi Maurin dari atas sampai bawah.

"Katakan sesuatu, Sukma!"

"Kalau kamu hantu, kenapa nggak bilang dari awal?"

"K-karena ... karena ...." Maurin menunduk lesu. "A-aku nggak mau kehilangan teman. Kalau aku ngasih tahu dari awal, kamu pasti bakalan takut dan nggak mau temenan sama aku."

"Tapi aku nggak suka sama pembohong."

"Baiklah, kalau kamu nggak suka, kita udahan aja temenannya."

"Aku nggak suka pembohong, tapi bukan berarti nggak mau temenan sama kamu."

"Kalau kamu masih mau temenan sama aku, cepat pulang! Aku nggak mau kalau sampai Susan kenapa-kenapa."

"Aku nggak bisa, Maurin. Sebentar lagi Bu Guru masuk kelas."

"Pokoknya aku nggak mau tahu! Kalau sampai Susan dibakar, aku nggak akan main lagi sama kamu."

Maurin beranjak dari bangku, dengan wajah kesal. Segera ia keluar kelas, tanpa menengok Sukma sedikit pun. Sukma yang merasa bersalah, keluar dari bangkunya untuk mengejar Maurin. Akan tetapi, bel yang sudah berbunyi, seakan-akan menahannya untuk pergi. Terpaksa ia kembali ke bangkunya, lalu duduk dengan wajah lesu.

Sementara itu di paviliun, Pak Risman memgambil boneka Susan dari kamar. Setelah mengumpulkan benda-benda yang mudah dibakar--dedaunan dan rumput kering, Pak Risman menyalakan sebatang korek api. Dilemparkannya korek itu hingga apinya melalap seluruh daun dan rumput kering itu. Bibirnya komat-kamit, merapal ayat-ayat suci.

Melihat bara api yang menyala-nyala, boneka Susan ketakutan. Ia berusaha melarikan diri, tapi Pak Risman telah melemparnya lebih dulu ke dalam kobaran api. Terdengar suara jeritan bayi dari dalam pembakaran, hingga membuat Pak Risman terkejut.

"Jadi benar, boneka itu ada apa-apanya? Astagfirullahal'aziim," gumam Pak Risman menggelengkan kepala.

Di tengah kejadian aneh itu, Bu Inah yang baru pulang dari mengantar Sukma, segera menghampiri suaminya. Ternyata bukan Pak Risman saja yang dapat mendengar suara jeritan bayi itu, Bu Inah juga. Begitu pula dengan Bi Reni dan satpam yang menunggu di depan gerbang, mereka terusik dengan suara nyaring dan melengking itu. Mereka berlari menuju arah suara itu berasal, melihat Pak Risman yang sedang membakar boneka.

"Kenapa suara bayi itu bisa berasal dari sini?" tanya seorang satpam, tercengang.

"Aneh sekali. Apa jangan-jangan dari boneka itu? Untung Non Farah nggak ada di rumah. Kalau ada, dia pasti marah-marah dengar suara dari sini," ucap Bi Reni.

"Sudah, kalian nggak usah banyak bicara. Sebaiknya, cepat kembali ke tempat masing-masing!" tergur Bu Inah geram.

Kedua orang itu mengangguk, lalu meninggalkan tempat Pak Risman membakar boneka. Selepas mereka pergi, boneka Susan yang lusuh itu tampak merangkak keluar dari kobaran api. Pak Risman yang masih merapal Ayat Kursi, segera menendang boneka itu ke dalam pembakaran hingga meleleh tak berbentuk.

1
secret dee
lama ga ke lapak ini ada lg lanjutannya 😄😄
Liani purnafasary☺
Syukur deh ada pertolongan disaat yg tepat.
Iir Moechni Aksah
udh lama enggk baca.. syukur crta@ msh dlanjutin..
Ira Adinata: hehe ... apa pun yang terjadi author tetap bertanggung jawab buat menamatkan cerita. terima kasih sudah membaca novel ini kembali 😄
total 1 replies
Antoni Indri
keren lah
Antoni Indri
keren
Iesya Qasrina
iya tu
Iesya Qasrina
kenapa nggak seram lagi
Liani purnafasary☺
knp sih thor gada peran kyai yg menolong sukma maupun cakra, klo udh gini gimana tuh cerita akhirnya, apkah mninggal semua. 🙈
Liani purnafasary☺
klo cakra cinta beneran gapapa sih, takutnya dia hnya mau bales dendam doang.
Liani purnafasary☺
jngn2 si Cakra dia ank dukun itu lg sukma, gawat dia mau bls dendam dong
Liani purnafasary☺
knp aq tuh curiga ya sama si Cakra, aq rasa dia bukan orang baik, secara mahkluk gaib semua x tunduk pdnya pas murid pd kesurupan itu lo.
jngn " dia raja iblis yg menyamar lgi, atau jngn " lelaki yg dijodohkan dengan x dri kerajaan gaib oleh ayah kandung sukma ya 😆, bisa juga tngn kanan ayah sukma, untuk memata matai sukma.
Liani purnafasary☺
Astagfirullah ayah laknat, untung fatma gak nyamperin brusan, klo gak udah dtahan dan dikekang buat jd lacur 😔ayah gada hati.
Liani purnafasary☺
biarin aja deh sukma bapak mu yg keras kpla itu mati skalian, bikin kesel aja. 😠nunggu mati baru dia percaya kali
Liani purnafasary☺
jd kesal sm ibu inah yah, klo udah knp" nanti pak risman baru nyesel tuh, pak risman juga masa udh tua gak curiga sm orang ngasih ini itu ke dia hadeehhh. 🙄🤦‍♀️🤦‍♀️
Liani purnafasary☺
udah lama gak adu ilmu kata Wanara😆😅

biarin aja sukma, si giska itu knp2 lgian dibilangin ngeyel.
Liani purnafasary☺
Ank ank itu udah mau main2 sm hal gaib, gak mikir bhya nya y.
Liani purnafasary☺
Wa seto yg ga cocok thor🤣visual nya thor, terlihat alim, bukan x wa seto jahat.
klo mbah suro bru cocok 😆😆
Liani purnafasary☺
sngt dsayangkn orang tua sukma ini, gada yg bener x, hadehhh smoga sukma cpt gede deh biar bisa nolongin orang
Liani purnafasary☺
yg bikin aq greget itu knp ga panggil ustadz aja, udh tau ank diculik makhluk halus mlah mau dkuburn ya ga bkal ktemu lh Buu, kan sukma dbawa ke alam lain, ibunya sukma bikin aq kesel aja 😏
Dani Hadiansyah
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!