SUKMA: Perjanjian Dengan Iblis

SUKMA: Perjanjian Dengan Iblis

Kelahiran Putri Iblis

Hujan begitu lebat mengguyur Kota Bandung sejak sore tadi. Suasana malam menjadi sangat mencekam, ditambah gelegar petir yang menyambar. Sebagian daerah mengalami mati lampu, rumah-rumah menyalakan lilin sebagai penerangan. Begitu juga dengan rumah mewah Pak Burhan, tak biasanya kediaman pengusaha tekstil itu mengalami mati lampu. Pria paruh baya itu menyuruh kedua pembantunya menyalakan lilin, lalu menaruhnya di beberapa sudut ruangan.

Sementara itu di kamar Pak Burhan, tampak Bu Ratmi yang sedang hamil tua, mengelus-elus perutnya. Wajahnya meringis kesakitan, merasakan mulas. Setelah dua belas tahun menanti, akhirnya tiba juga waktunya mereka memiliki momongan. Hari ini seharusnya mereka menemui bidan, karena memang sudah saatnya si jabang bayi lahir. Namun, cuaca buruk seperti tak mendukung untuk pergi ke bidan. Bu Ratmi terus mengerang, memanggil Pak Burhan yang sedang menerangi beberapa sudut rumahnya. Tak lama kemudian, Pak Burhan datang dengan tergesa-gesa.

"Bu, tenanglah. Bapak ada di sini," ucap Pak Burhan duduk di tepi ranjang, lalu memeluk Bu Ratmi.

"Bapak, Ibu tidak kuat lagi. Sepertinya sekarang harus bertemu dengan bidan. Perut Ibu mulas sekali," keluh Bu Ratmi dengan napas terengah-engah, wajahnya masih menunjukkan rasa sakit tak tertahankan.

"Ibu sabar sebentar, ya. Bapak telepon Bidan Yusi dulu. Mudah-mudahan dia bisa datang ke sini."

"Sebaiknya cepat, Pak."

Tanpa menunggu lama, Pak Burhan merogoh ponsel dari saku celananya. Segera ia menekan tombol power, tapi layar ponselnya tak nyala sama sekali. Ternyata baterainya sudah habis. Pak Burhan merutuk kesal, lalu melempar ponselnya ke kasur.

"Kita harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Ratmi gelisah.

"Kita harus pergi ke bidan, Bu. Ponsel Bapak mati."

"Astaga."

"Ibu yang kuat, ya. Dua pembantu kita akan membantu Ibu sampai ke mobil."

Bu Ratmi mengangguk pelan. Pak Burhan segera keluar kamar sambil memanggil kedua pembantunya, Minah dan Sari. Akan tetapi, tak ada yang menyahut sama sekali. Merasa tak sabar, Pak Burhan mencari kedua pembantunya ke ruangan lain sambil membawa lilin.

Disusurinya setiap sudut rumah, mulai dari ruang tamu sampai dapur. Tetap saja mereka berdua tidak ketemu. Beberapa menit setelah mencari ke ruang keluarga, Pak Burhan mendengar suara tawa melengking dari lantai dua. Diarahkannya lilin ke tangga, hingga mencapai tempat suara itu berasal. Dari pagar pembatas lantai dua, tampak seorang perempuan berambut panjang memakai daster putih sedang mengayun-ayunkan kakinya.

"Minah? Kamu ngapain duduk di sana?" tanya Pak Burhan berteriak.

Perempuan itu hanya membalas dengan tawa yang tak kalah mengerikan dari sebelumnya. Ia melayang dari pagar itu, kemudian turun mendekati Pak Burhan.

Menyadari ada yang tidak beres, Pak Burhan berlari menuju kamar. Sekujur tubuhnya gemetar hebat. Ketakutan menyeruak hingga membuat bulu kuduknya meremang. Sementara itu, perempuan di belakangnya terus melayang mengejarnya. Dari balik rambutnya yang panjang dan gimbal, matanya menatap tajam pada Pak Burhan.

Sesampainya di depan kamar, Pak Burhan buru-buru membuka pintu. Secepatnya ia membanting dan mengunci pintu ketika sudah masuk kamar. Matanya tetap menatap waspada, kakinya yang melemas pun mundur perlahan. Ketakutan tergambar jelas di wajahnya yang berpeluh.

"Ada apa, Pak?" tanya Bu Ratmi, masih memegangi perutnya sambil meringis.

Pak Burhan buru-buru menghampiri istrinya. "Sssst ... di luar ... d-di luar," bisiknya berusaha menjelaskan.

"Ada apa, Pak?"

Belum kunjung Pak Burhan menjelaskan, suara tawa seorang perempuan kembali terdengar jelas. Bu Ratmi yang ketakutan, segera memeluk tubuh suaminya. Jantungnya berdebar hebat, bulu kuduknya meremang. Matanya membelalak, seolah-olah mewaspadai akan kedatangan perempuan pemilik tawa melengking itu.

"P-Pak ... itu siapa?"

"Sst ... jangan banyak bicara. Kita tunggu sampai lampu menyala semua, terus kita keluar menemui bidan."

"Tapi, Pak, Ibu udah nggak kuat lagi."

"Sabarlah, Bu. Kalau nggak, kita tunggu sampai dia pergi."

Di tengah ketakutan mereka, terdengar suara pintu digedor. Pak Burhan dan Bu Ratmi semakin mengeratkan pelukan. Napas mereka kian memburu tatkala suara cekikikan perempuan itu kian mendekat.

"Araya di jero?" tanya perempuan berdaster putih itu dengan suara mendengung.

Pak Burhan dan Bu Ratmi semakin bergidik ngeri. Suara gelegar petir dari luar mengejutkan mereka. Tak lama kemudian, geraman hewan buas terdengar dari balik jendela. Pak Burhan yang penasaran segera menoleh ke arah suara itu berasal. Ketika kilat petir menyala, tampak bayangan sosok hitam tinggi besar sedang berdiri di luar jendela. Napas lelaki paruh baya itu semakin memburu.

"Pak, Ibu sudah tidak kuat lagi," keluh Bu Ratmi dengan napas tersengal.

Keadaan semakin mencekam. Pak Burhan semakin mengeratkan pelukannya pada Bu Ratmi, agar tetap kuat menahan mulas hingga lampu menyala kembali. Sementara itu, dua pembantu yang dipanggil Pak Burhan sejak tadi, rupanya berada di kamar. Keduanya pingsan setelah mendapati banyak sekali makhluk berwajah mengerikan berkeliaran di dalam rumah.

Kelahiran si jabang bayi seperti disambut meriah oleh banyak dedemit. Suara demi suara aneh terdengar semakin riuh di luar kamar Pak Burhan. Untuk situasi seperti ini, Pak Burhan mengingat-ingat kembali nasihat dari dukun langganannya. Katanya, dedemit akan mudah ditaklukan dengan sebuah mantra. Segera Pak Burhan mengingat mantra pemberian si dukun, lalu mulai merapalkannya.

Beberapa detik berselang, suasana rumah kembali sunyi. Gedoran di pintu tak terdengar lagi. Pak Burhan yakin makhluk-makhluk itu sudah pergi. Sekuat tenaga ia menggendong istrinya, lalu membuka pintu kamar. Bibirnya tak berhenti merapal mantra, hingga sampai di garasi.

Tanpa banyak berpikir, Pak Burhan memasukkan istrinya ke dalam mobil, lalu membuka garasi. Secepatnya ia lajukan mobil itu, kemudian menyuruh satpam membuka gerbang. Hujan masih deras mengguyur kota, dikhawatirkan jalanan yang licin membuat roda kendaraan selip. Akan tetapi, Pak Burhan yang sudah terlanjur panik membuatnya berkendara seperti pembalap. Bu Ratmi tak berhenti mengerang kesakitan, sambil mengelus-elus perut buncitnya.

"Pak, kapan kita akan sampai?" tanya Bu Ratmi dengan suara melemah.

"Sebentar lagi, Bu. Ibu yang sabar."

"Tapi Ibu tidak kuat lagi, Pak."

Ketika mantra tak lagi dirapalkan Pak Burhan, sosok makhluk mengerikan itu datang kembali. Salah satu di antaranya makhluk berbadan tinggi besar dan berbulu. Ia melompat ke atap mobil dan menggedor-gedornya hingga penyok. Pak Burhan dan Bu Ratmi semakin panik. Sesekali mereka mengintip kaca spion, guna menemukan jawaban atas rasa penasarannya. Dari belakang mobil, tampak kepulan asap hitam bersama makhluk-makhluk gaib penghuni rumahnya, berlari mengejar mobil.

Merasa ketakutan, Pak Burhan melajukan mobilnya lebih cepat. Namun, ketika hendak memasuki jalan raya, tiba-tiba ada sosok perempuan sedang menyeberang di depan mobil mereka. Pak Burhan pun kalap dan banting setir. Mobilnya menabrak sebuah pohon di pinggir jalan, hingga kaca depannya pecah. Pak Burhan tak sadarkan diri, dahinya mengeluarkan banyak sekali darah. Pun dengan Bu Ratmi yang sejak tadi mengerang kesakitan, seketika pingsan dan air ketubannya pecah.

...****************...

Hujan perlahan surut, lampu-lampu rumah penduduk mulai menyala satu per satu. Mak Asih yang merupakan pemilik rumah di dekat tempat kecelakaan Pak Burhan, buru-buru mendekati suara dentuman berasal. Ketika keluar gerbang, wanita tua itu menjerit memandang sebuah mobil penyok yang telah menabrak pohon. Secepatnya ia berlari meminta pertolongan warga sekitar.

Satu per satu warga kompleks berdatangan. Mereka segera mengeluarkan Pak Burhan dan Bu Ratmi dari mobil. Pak Ramlan, yang kebetulan melintas mengendarai mobil, dengan senang hati akan membawa Pak Burhan dan Bu Ratmi ke rumah sakit terdekat. Bersama dengan Mak Asih, mereka pun pergi meninggalkan tempat kecelakaan.

Selama di perjalanan, gangguan dari makhluk gaib belum berhenti. Pak Ramlan yang merupakan pemuka agama di kompleks, tak berhenti membaca Ayat Kursi. Begitu pula Mak Asih, terus berusaha menghafal surat-surat pendek sambil menyingkirkan rasa takutnya. Kendati demikian, atap mobil Pak Ramlan masih digedor-gedor oleh makhluk tak kasat mata hingga penyok. Mak Asih bergidik ngeri menyaksikan hal aneh yang terjadi saat ini.

"Pak Ustaz, bagaimana ini? Saya takut kalau diganggu makhluk halus," kata Mak Asih dengan suara gemetar.

"Terus saja membaca surat-surat pendeknya, Mak. Percayalah, Allah akan selalu melindungi hamba-Nya. Kekuatan Allah lebih besar dari jin. Tetaplah berserah diri dan tenang," bujuk Pak Ramlan seraya fokus ke jalanan, lalu kembali membaca ayat-ayat Al-Qur'an.

Mak Asih melanjutkan bacaan surat-surat pendeknya. Upayanya cukup membuahkan hasil kali ini. Suara geraman dan cekikikan dari atap mobil mulai berkurang. Begitu pula dengan gedoran keras yang suaranya hilang begitu saja. Mak Asih bersyukur semuanya membaik bersamaan dengan rasa berserah diri pada kekuatan Tuhan yang lebih besar.

Setibanya di rumah sakit, Pak Burhan dibawa ke ICU. Sementara itu, Bu Ratmi yang mulai siuman, dibawa ke ruang bedah. Tenaganya terkuras habis karena ketakutan hebat dan kecelakaan, sehingga tidak mampu melakukan persalinan secara normal. Untuk urusan administrasi, Pak Ramlan telah menanganinya dengan baik. Dengan ikhlas ia membayar biaya perawatan Pak Burhan dan Bu Ratmi, berharap nyawa keduanya dapat segera diselamatkan.

"Pak Ustaz, sebaiknya saya menunggu Bu Ratmi. Kasihan dia, tidak ada keluarga yang menunggu persalinannya," kata Mak Asih bernada cemas.

"Baiklah. Kalau begitu saya lihat keadaan Pak Burhan di ICU. Kita berdoa saja, semoga semuanya baik-baik saja."

"Aamiin."

Maka berjalanlah mereka ke arah yang berbeda. Mak Asih meminta petunjuk suster untuk mencapai ruang bedah, sementara Pak Ramlan mencari ruang ICU sendiri. Doa-doa mereka panjatkan selama menyusuri koridor, berharap kondisi pasangan suami istri yang sudah menikah dua belas tahun itu membaik.

Sesampainya di depan ruang bedah, Mak Asih berusaha untuk menemui Bu Ratmi. Akan tetapi, ketika hendak membuka pintu, seorang suster mencegahnya. Mak Asih yang khawatir sekaligus penasaran dengan kondisi tetangganya, terus berupaya agar bisa masuk ruang bedah.

"Saya mohon, Suster. Izinkan saya untuk masuk menemui Ratmi," pinta Mak Asih dengan wajah memelas.

"Maaf, Nek. Untuk saat ini pasien belum bisa ditemui. Anda tunggu saja di sini."

"Tapi, Suster, bagaimana kalau dia kenapa-kenapa?"

"Percayalah, Nek. Kami akan menanganinya semaksimal mungkin. Sebaiknya Nenek tunggu di sini, nanti kami kabari jika kondisinya sudah membaik. Doakan saja, semoga Bu Ratmi dan anaknya selamat."

Mak Asih terduduk di kursi, sambil meremas kedua tangannya. Kecemasan belum kunjung surut dari benaknya. Sesekali ia menatap ke arah pintu, laku berdoa mengharapkan keselamatan Bu Ratmi beserta anaknya.

Sementara itu, Pak Ramlan menemukan ruang ICU. Dari balik jendela ruangan, ia memandangi satu orang dokter bersama dua suster laki-laki sedang memeriksa Pak Burhan. Kondisinya sangat kritis, sehingga dokter menggunakan alat pacu jantung supaya pasiennya membaik.

Merasa miris melihat kondisi Pak Burhan, Pak Ramlan tak berhenti memanjatkan doa pada Yang Kuasa. Akan tetapi, takdir berkata lain. Nyawa Pak Burhan tak tertolong lagi. Dokter dan kedua suster menggeleng lemah seraya mengusap muka. Raut kekecewaan tergambar jelas di wajah mereka sehingga membuat Pak Ramlan khawatir.

Ketika dokter keluar dari ICU, Pak Ramlan menghampirinya. Ia tampak tak sabar ingin mengetahui kondisi Pak Burhan.

"Dokter! Dokter!" seru Pak Ramlan.

Dokter itu menoleh dan bertanya, "Iya, Pak. Ada apa?"

"Pak, kalau boleh tahu, bagaimana kondisi Pak Burhan? Apa dia masih bisa disembuhkan?" tanya Pak Ramlan cemas.

Dokter itu tertunduk lesu, kemudian menghela napas berat. Saat menatap Pak Ramlan, matanya seolah menyiratkan kekecewaan mendalam atas kegagalan usahanya menyelamatkan pasien.

"Katakan, Dok! Apa nyawa Pak Burhan masih bisa diselamatkan?" tanya Pak Ramlan dengan sedikit mendesak.

"Sangat disayangkan, Pak. Nyawa beliau tak tertolong lagi. Beliau sudah tiada," jelas dokter itu menatap lesu.

Tersentak batin Pak Ramlan mengetahui kabar buruk itu. "Tidak mungkin, Dok! Apakah Dokter tidak bisa berusaha lebih keras lagi untuk menyelamatkan dia?"

"Apa daya kami, Pak? Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi rupanya Tuhan sudah berkehendak lain. Hidup dan mati itu urusan Tuhan, kami hanya bisa berusaha."

Pak Ramlan menghela napas panjang.

"Sebaiknya Bapak doakan saja beliau supaya tenang di alam sana. Saya pamit dulu," kata dokter itu, lalu melenggang menyusuri koridor.

Sepeninggal dokter, Pak Burhan tertunduk lesu. Tatapan matanya kosong, kakinya melemas hingga membuatnya bersimpuh di depan ruang ICU. Hatinya begitu terpukul, apalagi mengingat Bu Ratmi yang akan melahirkan anak pertamanya. Pikirannya mengawang, membayangkan jika kabar buruk itu sampai ke telinga istri Pak Burhan. Pak Ramlan hanya bisa terisak-isak, sambil sesekali menatap pintu ruang ICU.

Tak lama kemudian, suster dari dalam mendorong ranjang Pak Burhan keluar ruangan. Pak Ramlan bangkit, lalu mengikuti suster yang membawa jenazah tetangganya. Sambil sesenggukan, pemuka agama itu berusaha menghentikan mereka.

"Tunggu dulu! Saya ingin melihat jenazah untuk terakhir kalinya," pinta Pak Ramlan.

"Maaf, Pak. Beliau harus segera dibawa ke kamar jenazah supaya cepat diurus," kata salah satu suster menjelaskan.

"Sebentar saja. Saya mohon," kata Pak Ramlan dengan wajah memelas.

Untuk sesaat, kedua suster itu saling tatap. Mereka kembali memandang Pak Ramlan, lalu berkata, "Baiklah. Sebentar saja, ya, Pak."

Pak Ramlan mengangguk cepat, tak sabar ingin melihat wajah tetangganya untuk terakhir kali. Seorang suster membuka selimut dari kepala jenazah secara perlahan. Tampak wajah pucat Pak Burhan, hidung dan dahinya masih mengeluarkan darah. Air mata Pak Ramlan kembali tumpah, tak mampu menahan kesedihan yang mengganjal dalam dadanya.

"Baiklah, sekarang kalian boleh pergi."

Kedua suster mendorong kembali ranjang menuju kamar jenazah. Pak Ramlan berusaha menyingkirkan kesedihannya sesaat, demi mengetahui kondisi Bu Ratmi yang sama-sama sedang berada di antara hidup dan mati. Secepatnya ia berlari menyusuri koridor. Hatinya tak sabar ingin mengetahui kondisi Bu Ratmi.

Sesampainya di ruang bedah, Pak Ramlan tak menemukan Mak Asih. Ketika seorang perawat melintas, Pak Ramlan menghentikannya sebentar.

"Suster, apakah Anda tahu di mana Bu Ratmi sekarang?"

Perawat itu mengangguk, lalu mengantar Pak Ramlan ke tempat Bu Ratmi berada. Pak Ramlan terus menguatkan diri, menyingkirkan kesedihannya atas kematian Pak Burhan. Sambil berdoa, ia berusaha tetap tenang menghadapi kenyataan yang akan dilihatnya nanti.

Terpopuler

Comments

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Mampir Kak salam kenal,baru baca di Bab Awal sudah tegang dan nyesek,setelah sekian lama belum punya keturunan Pak Burhan malah meninggak dunia,mngkn karena perjanjian dengan Dukun,karena dia baca nya Mantra bukan doa pas diganggu😌

2024-04-03

0

Aksay Asyila

Aksay Asyila

menegang sekali apalagi pas ada yang suara cekikikan dan yang gedor pintu sambil ngomong "araya kitu" horor banget 😬😬👻👻👻👻

2024-01-15

0

Yuyun Yuningsih

Yuyun Yuningsih

kan karena baru uo setelah bertaun tahun, akhirnya baca lagi awal bab nya biar konek

2023-08-22

0

lihat semua
Episodes
1 Kelahiran Putri Iblis
2 Penolakan Bu Ratmi
3 Anak yang Dibuang
4 Uang Tumbal
5 Dibayar Nyawa
6 Rencana Pindah Rumah
7 Mimpi Bu Inah
8 Penerimaan Hilman
9 Sakit
10 Kasih Sayang Ibu
11 Didekati Dedemit
12 Berusaha Bertahan
13 Potong Rambut
14 Dongeng Kesayangan
15 Mengaji
16 Meniti Jalan Lurus
17 Teman Baru
18 Boneka Maurin
19 Susan Pembawa Kesembuhan
20 Bermain
21 Kenakalan Albi
22 Teror Malam
23 Penyerap Energi
24 Janji Tak Ditepati
25 Mencari Solusi
26 Saran Pak Risman
27 Pertemanan yang Kandas
28 Amarah Tak Terbendung
29 Orang Tua Idaman
30 Kediaman Farida
31 Pencarian Sukma
32 Firasat
33 Ketika Mata Terbuka
34 Kedatangan Arini
35 Masa Lalu yang Dikubur
36 Arisan
37 Spesialis Kulit
38 Menjahili Kera Kiriman
39 Bara Dendam
40 Masalah Pelik
41 Terusir
42 Rezeki Tak Ke Mana
43 Kemudahan Hidup
44 Kontrakan Haji Gufron
45 Retrokognisi
46 Peliharaan Baru
47 Kelawuk
48 Jatuhnya Harga Diri
49 Rahasia Yang Terungkap
50 Pembersihan
51 Menaklukkan Wanara
52 Tewasnya Mbah Suro
53 Penglaris
54 Menutup Mata Batin
55 Ketakutan Sere
56 Bu Inah Gelisah
57 Naik Kelas
58 Sebuah Pertanyaan
59 Keguguran
60 Sandekala
61 Menangkap Pak Beni
62 Nasihat Kyai Soleh
63 Percobaan Kedua
64 Meredam Amarah
65 Menjemput Ajal
66 Jalan Keluar
67 Memusnahkan Mantra
68 Api Banaspati
69 Kesepian
70 Memilih Sendirian
71 Dendam Bu Lastri
72 Melawan Ki Purnomo
73 Santet
74 Pemakaman
75 Kala Ramadhan Tiba
76 Mencari Albi
77 Sukma Hilang
78 Tragedi Di Gedung Terbengkalai
79 Kera vs Buta
80 Pulang
81 Berita Buruk
82 Keterangan Sukma
83 Mudik
84 Kumpul Keluarga
85 Menginap di Rumah Abah
86 Akal Busuk
87 Pengaruh
88 Sebuah Peringatan
89 Silaturahmi
90 Gagal
91 Malam Berdarah
92 Adu Ilmu
93 Warisan Emak
94 Pertemuan Terakhir
95 Anak yang Mengutuk
96 Mengantar Jenazah
97 Kesepakatan
98 Acara Perpisahan
99 Menuju Lingkungan Baru
100 Visual
101 Pendaftaran Sekolah
102 Rasa Penasaran
103 Berkenalan
104 Antisipasi
105 Ritual Pemanggilan Arwah
106 Meraga Sukma
107 Kegaduhan
108 Dimensi Lain
109 Kembali ke Raga
110 Kesurupan Massal
111 Menyusun Strategi
112 Iblis dalam Diri
113 Pengumuman
114 Pesan dari Alam Gaib
115 Persaingan
116 Petunjuk Paranormal
117 Mengunjungi Gunung Ciremai
118 Datangnya Malapetaka
119 Kasarung
120 Kembali ke Alam Manusia
121 Pengakuan Bu Ratmi
122 Jin Kiriman Mbah Kasiman
123 Permintaan Pak Jaka
124 Derita Belum Berakhir
125 Kasiman, Mbah Kasiman
126 Gosip
127 Menuntut Kejujuran
128 Biang Keladi
129 Di Luar Dugaan
130 Satu Lawan Satu
131 Kritis
132 Petunjuk dari Sawitri
133 Penebusan Dosa
134 Teror Dimulai
135 Pak Risman Tumbang
136 Rencana Sukma
137 Diskusi
138 Doa Restu Ibu
139 Menunggu Waktu
140 Saatnya Tiba
141 Pertarungan Sengit
142 Akhir Penyesalan
143 Usik
144 Nilai Harga Diri
145 Membela Teman
146 Playing Victim
147 Elegi
148 Sebuah Ikatan
149 Pilihan Fatma
150 Kepastian
151 Cakra Menggoda
152 Dedemit Berulah
153 Menyatakan Perasaan
154 Obsesi
155 Jamuan Makan Malam
156 Ratu Pengasihan
157 Pengintaian
158 Introgasi
159 Pantangan
160 Melepuhnya Susuk
161 Pertaruhan Verina
162 Sumpah Serapah
163 Mantra Pemikat
164 Hilang Kendali
165 Ilmu yang Dicabut
166 Demi Konten
167 Memperoleh Izin Bapak
168 Rumah Tua
169 Diikuti
170 Dusta
171 Ereup-Ereup
172 Mengantar Pulang
173 Bidan Ana
174 Video Perdana
175 Sisi Lain
176 Kencan Rahasia
177 Over Dosis
178 Bayang-Bayang
179 Verina Menyerah
180 Rumah Duka
181 Tantangan
182 Perlindungan
183 Cinta dan Benci
184 Ketulusan
185 Menolak Mati
186 Pengaruh Mimpi
187 Murka Pak Risman
188 Pergi
189 Penghinaan
190 Cakra Adikara
191 Bertukar Nasib
192 Kebal
193 Mengungkap Kebenaran
194 Hasutan
195 Koma
196 Bertemu Kembali
197 Pelukan Hangat
198 Pecundang
199 Ibu Kandung
200 Keji
201 Ulang Tahun Ketujuh Belas
202 Hasrat Pemburu
203 Pembunuhan
204 Curiga
205 Serangan Gaib
206 Incaran Selanjutnya
207 Waspada
208 Sirep
209 Mencari Kelemahan
210 Undangan
211 Ancaman Serius
212 Fitnah
213 Wasiat Pak Risman
214 Beristirahatlah dengan Tenang
215 Muram
216 Alam Bawah Sadar
217 Celah
218 Menculik Tatang
219 Umpan
220 Sarang Iblis
221 Merebut Jiwa Tatang
222 Melarikan Diri
223 Menuju Tempat Lain
224 Menghela Napas Sejenak
225 Bersembunyi di Balik Senja
226 Dikepung Api
227 Menarik Iblis
228 Di Ambang Maut
229 Surga Asmaraloka
230 Visual 2
Episodes

Updated 230 Episodes

1
Kelahiran Putri Iblis
2
Penolakan Bu Ratmi
3
Anak yang Dibuang
4
Uang Tumbal
5
Dibayar Nyawa
6
Rencana Pindah Rumah
7
Mimpi Bu Inah
8
Penerimaan Hilman
9
Sakit
10
Kasih Sayang Ibu
11
Didekati Dedemit
12
Berusaha Bertahan
13
Potong Rambut
14
Dongeng Kesayangan
15
Mengaji
16
Meniti Jalan Lurus
17
Teman Baru
18
Boneka Maurin
19
Susan Pembawa Kesembuhan
20
Bermain
21
Kenakalan Albi
22
Teror Malam
23
Penyerap Energi
24
Janji Tak Ditepati
25
Mencari Solusi
26
Saran Pak Risman
27
Pertemanan yang Kandas
28
Amarah Tak Terbendung
29
Orang Tua Idaman
30
Kediaman Farida
31
Pencarian Sukma
32
Firasat
33
Ketika Mata Terbuka
34
Kedatangan Arini
35
Masa Lalu yang Dikubur
36
Arisan
37
Spesialis Kulit
38
Menjahili Kera Kiriman
39
Bara Dendam
40
Masalah Pelik
41
Terusir
42
Rezeki Tak Ke Mana
43
Kemudahan Hidup
44
Kontrakan Haji Gufron
45
Retrokognisi
46
Peliharaan Baru
47
Kelawuk
48
Jatuhnya Harga Diri
49
Rahasia Yang Terungkap
50
Pembersihan
51
Menaklukkan Wanara
52
Tewasnya Mbah Suro
53
Penglaris
54
Menutup Mata Batin
55
Ketakutan Sere
56
Bu Inah Gelisah
57
Naik Kelas
58
Sebuah Pertanyaan
59
Keguguran
60
Sandekala
61
Menangkap Pak Beni
62
Nasihat Kyai Soleh
63
Percobaan Kedua
64
Meredam Amarah
65
Menjemput Ajal
66
Jalan Keluar
67
Memusnahkan Mantra
68
Api Banaspati
69
Kesepian
70
Memilih Sendirian
71
Dendam Bu Lastri
72
Melawan Ki Purnomo
73
Santet
74
Pemakaman
75
Kala Ramadhan Tiba
76
Mencari Albi
77
Sukma Hilang
78
Tragedi Di Gedung Terbengkalai
79
Kera vs Buta
80
Pulang
81
Berita Buruk
82
Keterangan Sukma
83
Mudik
84
Kumpul Keluarga
85
Menginap di Rumah Abah
86
Akal Busuk
87
Pengaruh
88
Sebuah Peringatan
89
Silaturahmi
90
Gagal
91
Malam Berdarah
92
Adu Ilmu
93
Warisan Emak
94
Pertemuan Terakhir
95
Anak yang Mengutuk
96
Mengantar Jenazah
97
Kesepakatan
98
Acara Perpisahan
99
Menuju Lingkungan Baru
100
Visual
101
Pendaftaran Sekolah
102
Rasa Penasaran
103
Berkenalan
104
Antisipasi
105
Ritual Pemanggilan Arwah
106
Meraga Sukma
107
Kegaduhan
108
Dimensi Lain
109
Kembali ke Raga
110
Kesurupan Massal
111
Menyusun Strategi
112
Iblis dalam Diri
113
Pengumuman
114
Pesan dari Alam Gaib
115
Persaingan
116
Petunjuk Paranormal
117
Mengunjungi Gunung Ciremai
118
Datangnya Malapetaka
119
Kasarung
120
Kembali ke Alam Manusia
121
Pengakuan Bu Ratmi
122
Jin Kiriman Mbah Kasiman
123
Permintaan Pak Jaka
124
Derita Belum Berakhir
125
Kasiman, Mbah Kasiman
126
Gosip
127
Menuntut Kejujuran
128
Biang Keladi
129
Di Luar Dugaan
130
Satu Lawan Satu
131
Kritis
132
Petunjuk dari Sawitri
133
Penebusan Dosa
134
Teror Dimulai
135
Pak Risman Tumbang
136
Rencana Sukma
137
Diskusi
138
Doa Restu Ibu
139
Menunggu Waktu
140
Saatnya Tiba
141
Pertarungan Sengit
142
Akhir Penyesalan
143
Usik
144
Nilai Harga Diri
145
Membela Teman
146
Playing Victim
147
Elegi
148
Sebuah Ikatan
149
Pilihan Fatma
150
Kepastian
151
Cakra Menggoda
152
Dedemit Berulah
153
Menyatakan Perasaan
154
Obsesi
155
Jamuan Makan Malam
156
Ratu Pengasihan
157
Pengintaian
158
Introgasi
159
Pantangan
160
Melepuhnya Susuk
161
Pertaruhan Verina
162
Sumpah Serapah
163
Mantra Pemikat
164
Hilang Kendali
165
Ilmu yang Dicabut
166
Demi Konten
167
Memperoleh Izin Bapak
168
Rumah Tua
169
Diikuti
170
Dusta
171
Ereup-Ereup
172
Mengantar Pulang
173
Bidan Ana
174
Video Perdana
175
Sisi Lain
176
Kencan Rahasia
177
Over Dosis
178
Bayang-Bayang
179
Verina Menyerah
180
Rumah Duka
181
Tantangan
182
Perlindungan
183
Cinta dan Benci
184
Ketulusan
185
Menolak Mati
186
Pengaruh Mimpi
187
Murka Pak Risman
188
Pergi
189
Penghinaan
190
Cakra Adikara
191
Bertukar Nasib
192
Kebal
193
Mengungkap Kebenaran
194
Hasutan
195
Koma
196
Bertemu Kembali
197
Pelukan Hangat
198
Pecundang
199
Ibu Kandung
200
Keji
201
Ulang Tahun Ketujuh Belas
202
Hasrat Pemburu
203
Pembunuhan
204
Curiga
205
Serangan Gaib
206
Incaran Selanjutnya
207
Waspada
208
Sirep
209
Mencari Kelemahan
210
Undangan
211
Ancaman Serius
212
Fitnah
213
Wasiat Pak Risman
214
Beristirahatlah dengan Tenang
215
Muram
216
Alam Bawah Sadar
217
Celah
218
Menculik Tatang
219
Umpan
220
Sarang Iblis
221
Merebut Jiwa Tatang
222
Melarikan Diri
223
Menuju Tempat Lain
224
Menghela Napas Sejenak
225
Bersembunyi di Balik Senja
226
Dikepung Api
227
Menarik Iblis
228
Di Ambang Maut
229
Surga Asmaraloka
230
Visual 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!