Kota X adalah kota tanpa tuhan, tanpa hukum, tanpa belas kasihan. Di jalanan yang penuh mayat, narkoba, prostitusi, dan pengkhianatan, hanya satu hal yang menentukan hidup dan mati: kekuasaan.
Di antara puluhan geng yang saling memangsa, berdirilah satu nama yang ditakuti semua orang—
Reno, pemimpin The Red Serpent, geng paling brutal dan paling berpengaruh di seluruh Kota X. Dengan kecerdasan, kekejaman, dan masa lalu kelam yang terus menghantuinya, Reno menguasai kota melalui darah dan api.
Namun kekuasaan sebesar itu mengundang musuh baru.
Muncul Rafael, pemimpin muda Silver Fang yang ambisius, licik, dan haus kekuasaan. Ia menantang Reno secara terbuka, memulai perang besar yang menyeret seluruh kota ke jurang kehancuran.
Di tengah perang geng, Reno harus menghadapi:
Pengkhianat dari dalam kelompoknya sendiri
Politisi korup yang ingin memanfaatkan kekacauan
Hubungan terlarang dengan Vira, wanita dari masa lalunya yang tersembunyi
Konspirasi besar yang lebih gelap dari dunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boy Permana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perburuan di mulai
Suatu malam, Reno sedang duduk di markas tiba-tiba Iwan masuk, wajahnya tegang. Di belakangnya, berdiri Tomo dan Damar, tangan kanannya, serta beberapa kapten divisi lainnya:
- Iwan kapten (Divisi 1): Tangan kanan Reno di lapangan, ahli strategi dan petarung handal. Dikenal karena kecerdasannya, kemampuannya mengendalikan emosi, dan kesetiaannya.
- Laras (Divisi 2): Kapten Divisi 2, menggantikan posisi yang kosong setelah pengkhianatan Rio. Seorang ahli taktik dan infiltrasi, dipilih karena kemampuannya membangun kembali divisi yang hancur. Ia haus akan pembuktian diri.
- Renata (Divisi 3): Seorang wanita misterius dengan masa lalu kelam. Ahli dalam penyusupan dan pembunuhan senyap. Walaupun dingin, ia menghormati Reno karena telah memberikan tujuan hidup.
- Bara (Divisi 4): Kekar dan beringas, ahli dalam pertempuran jarak dekat dan penggunaan senjata berat. Dikenal karena temperamennya yang meledak-ledak, namun setia pada Red Serpent.
- Cakra (Divisi 5): Tenang dan analitis, ahli dalam pengumpulan informasi dan analisis data. Otak di balik operasi Red Serpent. Menghargai Reno karena kecerdasannya.
- Elang (Divisi 6): Ahli dalam pertempuran jarak jauh, penembak jitu yang mematikan.
- Guntur (Divisi 7): Ahli dalam pertempuran dengan bahan peledak.
- Jhon (Divisi 8): Ahli dalam mengemudi dan kejar-kejaran mobil.
- Jaka (Divisi 9): Ahli dalam pengamanan dan pertahanan wilayah.
- Kala (Divisi 10): Ahli dalam penyiksaan dan interogasi.
"Ada apa ini?" tanya Reno, menatap mereka dengan tatapan tajam. Ia tahu, mereka tidak akan datang kecuali ada hal penting.
"Bos," kata Iwan, suaranya serius. "Kami menemukan sesuatu."
"Sesuatu apa?" tanya Reno, tidak sabar.
"Kami menemukan bahwa Rafael bukan hanya bersekutu dengan pejabat, polisi korup dan para pengusaha licik," jawab Iwan. "Dia juga didukung oleh seseorang yang lebih kuat, seseorang yang lebih berbahaya."
Reno mengerutkan kening. "Siapa?"
"Kami tidak tahu pasti," jawab Iwan. "Tapi kami tahu bahwa orang ini memiliki banyak uang, banyak koneksi, dan cukup berkuasa di luar kota."
"Orang ini telah membantu Rafael untuk mendanai operasinya, melindunginya dari hukum, dan mengerahkan anak buah nya untuk menyerang Red Serpent," sambung Cakra.
Reno terdiam sejenak. Ia merasa marah. Ada orang dari luar kota yang berani mengusik kekuasaannya.
"Siapa pun orang ini," kata Reno, suaranya terdengar berat. "Dia akan membayar untuk ini. Cari tahu siapa dia. Aku ingin namanya. Aku ingin alamatnya. Aku ingin segalanya tentang dia."
"Kami sedang berusaha, Bos," kata Iwan. "Tapi orang ini sangat berhati-hati. Dia menyembunyikan jejaknya dengan sangat baik."
"Aku tidak peduli," kata Reno. "Aku ingin dia ditemukan. Dan aku ingin dia mati."
"Kami mengerti, Bos," jawab Iwan, Laras, Renata, dan para kapten divisi mengangguk serempak. Mereka tahu apa yang harus dilakukan.
Tomo dan Damar hanya diam, siap melaksanakan perintah Reno tanpa banyak bertanya. Mereka adalah tangan kanannya, orang-orang yang ia percayai untuk melakukan pekerjaan yang kotor.
"Pastikan kalian melakukannya," kata Reno. "Aku ingin semua ini cepat selesai."
Iwan, Laras, Renata, Bara, Cakra, dan para kapten divisi mengangguk serempak.
"Sekarang pergi," kata Reno. "Cari tahu siapa orang ini. Dan habisi dia."
Iwan, Laras, Renata, Bara, Cakra, dan para kapten divisi membubarkan diri dan mulai menjalankan tugas mereka. Reno bersandar di kursinya, memandang Tomo dan Damar.
"Tomo, pastikan mereka memiliki semua yang mereka butuhkan," perintah Reno. "Damar, awasi markas. Aku tidak ingin ke colongan lagi."
Tomo dan Damar mengangguk dan keluar dari ruangan. Reno menghela napas.
Ia merasa marah. karena ada orang dari luar kota yang berani mengusik nya melalui Rafael.
"Siapa pun orang ini," gumam Reno. "Dia akan menyesal telah berurusan denganku."
Iwan, Laras, Renata, Bara, Cakra, dan para kapten divisi lainnya memulai perburuan mereka. Mereka menggunakan semua sumber daya yang mereka miliki untuk mencari tahu siapa orang yang telah membantu Rafael.
Mereka menyewa informan dan menyadap percakapan beberapa orang penting di kota.
Dalam waktu singkat, mereka mulai mendapatkan petunjuk. Mereka menemukan bahwa orang ini adalah seorang bandar besar bernama Baron.
Baron adalah seorang pria yang sangat berpengaruh. Ia memiliki banyak koneksi di kepolisian, pemerintahan, dan dunia bisnis. Ia juga dikenal sebagai seorang yang sangat kejam dan tidak ragu untuk menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Iwan, Laras, Renata, Bara, Cakra, dan para kapten divisi mengumpulkan bukti-bukti tentang keterlibatan Baron dengan Rafael. Mereka menemukan bahwa Baron telah mendanai operasi Rafael, melindunginya dari hukum, dan mengerahkan anak buah nya untuk menyerang Red Serpent.
Setelah mereka memiliki informasi yang cukup, Iwan, Laras, Renata, Bara, Cakra, dan para kapten divisi memutuskan untuk bertindak.
"Kita harus menghabisi Baron sekarang," kata Iwan. "Dia terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup."
"Aku setuju," kata Laras.
"Kita tidak punya pilihan lain," timpal Renata.
"Bagaimana kita akan melakukannya?" tanya Bara.
"Kita akan menyergapnya," jawab Iwan. "Kita akan menghabisinya di tempat."
"Kapan kita akan melakukannya?" tanya Cakra.
"Secepatnya," jawab Iwan. "Kita tidak punya waktu untuk menunggu." aku ingin bersantai saat semua ini selesai.
Iwan, Laras, Renata, Bara, Cakra, dan para kapten divisi menyusun rencana penyergapan. Mereka menentukan tempat, waktu, dan cara yang paling efektif untuk menghabisi Baron.
Setelah rencana selesai, mereka bersiap untuk berangkat.
"Ingat," kata Iwan. "Kita harus berhasil."
"Kami mengerti," jawab Renata, Bara, Cakra, Laras, dan para kapten divisi yang lain.
Mereka berpamitan kepada Reno dan meninggalkan markas. Tomo memastikan mereka memiliki semua yang mereka butuhkan sebelum mereka pergi.
Setelah mendapatkan informasi dari informan Iwan, Laras, Renata, Bara, Cakra, dan para kapten divisi menunggu Baron di tempat yang akan di lalui Baron. Tempat itu adalah sebuah jalan
raya dan sepi di pinggiran kota. Mereka bersembunyi di balik mobil-mobil yang diparkir dan di antara bangunan-bangunan, menunggu kedatangan Baron.
Waktu terasa berjalan lambat. Ketegangan di antara mereka semakin meningkat.
Akhirnya, suara mesin mobil terdengar dari kejauhan. Lampu mobil menyilaukan mata mereka.
Iwan memberi isyarat kepada semua orang untuk bersiap. Jantung mereka berdebar kencang.
Mobil Baron mendekat. Itu adalah limusin hitam mewah dengan kaca yang gelap.
Ketika mobil itu berada tepat di depan mereka, Iwan memberi aba-aba.
"Serang!" teriak Iwan.
Iwan, Laras, Renata, Bara, Cakra, dan para kapten divisi keluar dari tempat persembunyian mereka dan menyerbu mobil Baron.
Iwan melempar granat asap ke arah mobil. Asap putih tebal memenuhi udara, membuat jarak pandang menjadi terbatas.
Bara berlari ke arah mobil dengan membawa palu godam besar. Ia menghantamkan palu itu ke kaca depan mobil dan menghancurkannya.
Renata menyelinap di antara asap dan menempelkan bom magnetik ke bagian bawah mobil.
Lalu Elang, Guntur, Jhon, Jaka, dan Kala menembaki mobil dengan senapan serbu mereka. Peluru-peluru itu menembus bodi mobil dan menghantam para pengawal Baron di dalam.
Di lanjutkan Laras dengan cepat melompat ke atas kap mobil dan menembaki para pengawal dari atas. Gerakannya lincah dan sangat mematikan.
Cakra, tetap berada di tempat yang aman, memberikan koordinasi dan arahan kepada tim melalui radio.
Di dalam mobil, Baron dan para pengawalnya panik. Mereka tidak menyangka akan disergap.
Para pengawal mencoba membalas tembakan, tetapi mereka tidak memiliki kesempatan. Mereka kalah jumlah dan kalah dalam hal persenjataan.
Dalam waktu singkat, para pengawal Baron tewas. Baron sendiri terluka parah.
Iwan mendekati mobil dan membuka pintu belakang. Ia menarik Baron keluar dari mobil.
"Siapa kau?" tanya Baron, suaranya lemah.
"Aku adalah orang yang akan mengakhiri hidupmu," jawab Iwan.
Iwan mengangkat pistolnya dan menembak Baron di kepala.
Baron jatuh ke tanah, tewas seketika.
Iwan menoleh ke arah timnya. "Semua beres?" kan tanya Iwan.
"Semua beres," jawab Laras.
"Renata, ledakkan bomnya," perintah Iwan.
Renata menekan tombol detonator. Bom magnetik yang mereka pasang di bawah mobil meledak dengan dahsyat. Mobil Baron hancur berkeping-keping.
Iwan menatap reruntuhan mobil Baron dengan tatapan dingin.
" itu lah hukuman bagi orang yang berani bermain api dengan Red Serpent," kata Iwan."
Iwan dan timnya meninggalkan tempat kejadian dan kembali ke markas.
Sesampainya di markas, Iwan dan timnya melapor kepada Reno. Mereka menceritakan tentang penyergapan dan kematian Baron.
Reno mendengarkan dengan seksama. Ketika Iwan selesai bercerita, Reno tersenyum puas.
"Kerja bagus," kata Reno. "Kalian telah melakukan apa yang harus dilakukan."
"Kami hanya menjalankan perintahmu, Bos," jawab Iwan.
"Aku tahu," kata Reno. "Dan aku bangga pada kalian semua."
Reno menoleh ke arah Tomo dan Damar. "Tomo, pastikan semua orang di kota tahu tentang apa yang terjadi pada Baron dan Rafael. Damar, siapkan perayaan untuk malam ini."
Tomo dan Damar mengangguk dan pergi menjalankan tugas mereka.
Reno kembali menatap Iwan dan timnya. "Malam ini, kita akan merayakan kemenangan kita," kata Reno. "Kita akan menunjukkan kepada semua orang bahwa Red Serpent adalah kekuatan yang tidak bisa diremehkan."
Iwan, Laras, Renata, Bara, Cakra, dan para kapten divisi mengangguk serempak. Mereka merasa bangga menjadi bagian dari Red Serpent.
Malam itu, Red Serpent mengadakan perayaan besar-besaran di markas mereka. Semua anggota Red Serpent berkumpul untuk merayakan kemenangan mereka.
Reno memberikan pidato yang membangkitkan semangat. Ia berbicara tentang kekuatan dan kesetiaan Red Serpent. Ia berbicara tentang masa depan yang cerah bagi Red Serpent.
Setelah pidato Reno selesai, semua anggota Red Serpent bersorak dan bertepuk tangan. Mereka merasa bersemangat dan termotivasi.
Malam itu, Red Serpent bersukacita dan merayakan kemenangan mereka. Mereka tahu, mereka adalah kekuatan yang tidak bisa diremehkan. Mereka adalah Raja Kota X.
Namun, jauh di lubuk hati Reno, ia tahu bahwa perjuangan belum berakhir. Masih ada banyak musuh di luar sana yang mengincar Red Serpent. Ia harus tetap waspada. Ia harus terus berjuang.
Karena itu adalah takdirnya. Ia adalah Reno, Raja Kota X. Dan ia akan melindungi kerajaannya dengan segala cara yang ia bisa.