Najla anerka ariyani arutama
Nama dia memang bukan nama terpanjang di dunia tapi nama dia terpanjang di keluarga dia
Memiliki 4 saudara laki laki kandung dan 3 saudara sepupu dan kalian tau mereka semua laki laki dan ya mereka sangat overprotektif akhh ingin sekali menukar merek semua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biancacaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 27
🔥🔥🔥
Malam mulai turun. Cahaya lampu jalan temaram menyorot halaman rumah yang sepi.
Najla menatap pita kain merah yang masih digenggamnya. “Ini… rasanya familiar. Kayak pernah lihat di rumah lama ibu,” gumamnya pelan.
Arlen menatap foto itu lagi. Ada sesuatu di latar belakang rumah tua itu—sebuah jendela setengah terbuka yang bentuknya unik, persis seperti di rumah lama keluarga mereka.
> “Ini bukan sekadar foto,” kata Arlen, nada serius.
“Ini petunjuk. Ada sesuatu yang tersimpan di rumah itu… sesuatu yang mereka mau kita temukan.”
Darren mengangguk sambil mengutak-atik aplikasi di ponselnya.
> “Kalau melihat pola bekas abu rokok, jejak roda, dan foto ini, mereka… sengaja bikin kita datang ke gudang. Bukan untuk menyerang, tapi… untuk mengarahkan.”
Kenzi menatap langit gelap, tangannya masih menggenggam sarung tangan.
> “Arahan mereka… tapi kenapa harus begitu misterius? Ini kayak permainan, tapi aturannya cuma mereka yang tahu.”
Kaelan, yang biasanya bercanda, kali ini diam. Dia menatap Arlen.
> “Bang… lo yakin ini nggak jebakan? Kalau mereka masih hidup dan… ya, tahu maksud kita, kita bisa masuk ke perangkap gampang.”
Arlen menghela napas, menatap semua orang.
> “Kalau kita mau tahu masa lalu keluarga, kita harus siap risiko. Foto itu… pita merah itu… semua bagian dari teka-teki yang belum selesai. Dan kita? Kita yang harus menyelesaikannya.”
Najla mengangguk, pelan tapi mantap.
> “Kalau dulu kita takut, sekarang… kita siap. Kita nggak akan lari lagi.”
Darren membuka foto lama itu lebih lebar. Kali ini, fokusnya ke detail yang sebelumnya tidak terlalu terlihat:
Di sudut, ada bayangan seseorang berdiri di tangga rumah. Tubuhnya kecil, tapi posturnya tegas.
Di tangan orang itu, sesuatu yang mirip alat kuno—mirip korek api, tapi lebih besar.
Latar belakang jendela rumah tua itu memantulkan cahaya yang… tidak natural, seakan ada sesuatu disembunyikan di balik kaca.
Kenzi mengerutkan dahi.
> “Bang… itu bukan mainan. Itu alat surveilans kuno. Maksud gue, kayak alat untuk lihat orang dari jauh. Dan kenapa anak kecil bisa pegang?”
Arlen tersenyum tipis, tapi tegang.
> “Itu anak… siapa tahu dia anggota keluarga juga. Tapi jelas, masa lalu keluarga kita… bukan sekadar kenangan. Ada sesuatu yang harus dijaga, atau disembunyikan.”
Najla menatap pita kain merah di tangannya.
> “Ini… simbol keluarga? Atau… peringatan?”
Raga, yang sejak tadi diam, ikut bicara. Suaranya pelan, tapi tajam:
> “Peringatan. Tapi bukan untuk kalian takut. Untuk kalian mengingat. Bayang masa lalu itu… bisa membunuh jika kalian mengabaikannya.”
Kaelan menatap mereka semua.
> “Jadi, kita harus menelusuri rumah lama itu… malam ini?”
Arlen mengangguk.
> “Ya. Dan bukan sekadar masuk. Kita harus menemukan apa yang disembunyikan, siapa yang menaruh tanda itu, dan kenapa mereka ingin kita sadar sekarang. Semua bagian dari masa lalu keluarga ini.”
Najla menggenggam tangan Arlen sebentar.
> “Kita siap. Bersama-sama.”
Darren menambahkan sambil tersenyum tipis:
> “Dan kalau ketemu hal aneh, minimal kita punya cerita buat Kenzi nge-bully kita besok pagi.”
Kenzi tersenyum lebar, meski wajahnya tegang.
> “Bener. Tapi kali ini, aku yang pegang senter. Gak mau ada kejutan kayak dulu lagi.”
Arlen menatap foto, pita, dan rumah lama yang muncul di pikiran mereka.
> “Oke. Kita mulai dari sini. Bayang masa lalu keluarga… akan kita ungkap. Satu per satu.”
Mereka bersiap, menyalakan lampu senter, dan melangkah ke jalan malam. Udara dingin menampar wajah, tapi langkah mereka mantap. Ini bukan lagi sekadar masa lalu—ini panggilan untuk menghadapi apa yang tersembunyi.
Dan kali ini… mereka tidak akan lari.